Mohon tunggu...
Sadrianor
Sadrianor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya seorang penulis pemula yang ingin menuangkan ide-ide pemikirannya ke dalam sebuah tulisan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

PMKH: Jangan Dibiasakan, Nanti Terbiasa

24 Agustus 2024   20:09 Diperbarui: 24 Agustus 2024   20:12 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Iudex est Dei vicarius yang berarti hakim adalah wakil Tuhan. Seringkali kita mendengar kalimat tersebut yang menyatakan bahwa hakim merupakan wakil dan merupakan profesi yang mulia, karena dalam persidangan hakim memiliki posisi yang tinggi dan wajib untuk dihormati. Pengadilan, tempat di mana seorang hakim menegakkan keadilan dan memainkan peran yang sangat penting dalam sistem hukum, dan pengadilan merupakan tempat di mana orang-orang mencari keadilan atas hak mereka pada suatu perkara hukum yang dipermasalahkan.

Walaupun hakim memiliki posisi yang mulia tersebut, tidak sedikit kita mendapati berita mengenai kasus penyerangan, penghinaan, mengancam keamanan terhadap hakim dalam proses persidangan. Tindakan tersebut merupakan reaksi sosial atas ketidakpuasan terhadap proses persidangan hingga hasil putusan pengadilan oleh hakim yang dianggat tidak adil.

Tindakan tersebut termasuk ke dalam kategori Perbuatan Merendakan Kehormatan dan Martabat Keluhuran Hakim yang selanjutnya disingkat menjadi PMKH. Lalu apa itu PMKH? Definisi PMKH diatur pada Pasal 1 angka 2 Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim, yaitu Perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim adalah perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan, menghina hakim dan pengadilan.

Perbuatan PMKH meliputi berperilaku tidak pantas dan tidak sesuai norma di ruang sidang, tidak mematuhi perintah-perintah pengadilan, menyerang integritas dan ketidakberpihakan lembaga peradilan, menghambat proses peradilan, melakukan tindakan penghinaan terhadap pengadilan melalui pemberitahuan dan publikasi.

Para pihak yang melakukan PMKH beranggapan bahwa dengan hal tersebutlah mereka dapat mengekspresikan sikap tidak terima mereka terhadap putusan pengadilan. Padahal mereka dapat melakukan upaya hukum berikutnya untuk mencar keadilan sebenarnya, tetapi mereka cenderung enggan melakukan hal tersebut. Padahal ada adagium yang berbunyi res judicata pro veritate habetur, bahwa apa yang diputus hakim harus dianggap benar dan harus dilaksanakan.

Perbuatan PMKH tidak hanya dituju pada hakim saja, tetapi juga terhadap lembaga pengadilan. PMKH yang ditujukan kepada lembaga pengadilan salah satunya yaitu mengganggu proses pengadilan, menghina pengadilan, membuat keributan di dalam persidangan, memprovokasi masyarakat melakukan PMKH ke Pengadilan, dll.

Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai PMKH membuat kurang efektifnya pengamanan terhadap hakim dalam proses persidangan. Sehingga masyarakat menjadi apatis dan tidak memedulikan tindakan-tindakan yang masuk kedalam kategori PMKH dan hal tersebut menjadi hal lumrah yang biasa terjadi dalam proses persidangan. Hal tersebut dikhawatirkan akan menjadi sebuah kebiasaan masyarakat terhadap PMKH.

Sepanjang tahun 2015-2023, Komisi Yudisial telah menangani dugaan kasus PMKH sebanyak 118. Angka tersebut termasuk cukup tinggi dan menunjukkan masih rendahnya keperdulian dan pengetahuan masyarakat terhadapa PMKH. Tidak hanya PMKH, tetapi tata tertib dalam persidangan harusnya juga lebih diketahui oleh masyarakat agar tidak terjadinya tindakan-tindakan PMKH.

Perbuatan PMKH sering terdengar selalu dilakukan oleh masyarakat awam. Padahal tindakan PMKH dapat dilakukan oleh pihak yang memiliki profesi serupa. Seperti pada kejadian pengacara menyerang dua hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adapun beberapa contoh kasus PMKH lainnya yaitu aktivis antimasker, M Yunus Wahyudi menyerang hakim PN Banyuwangi lantaran tidak terima karena divonis 3 tahun penjara, lalu kerusuhan usai sidang terjadi di PN Temanggung, dan masih banyak lagi kasus-kasus PMKH.

Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim merupakan salah satu instrumen dalam upaya pencegahan dan penanganan hakim yang mengalami PMKH. Namun tidak cukup dengan itu saja, peran masyarakat juga sangat memengaruhi dalam mencegah terjadinya PMKH.

Peran mahasiswa juga sangat penting dalam pencegahan hakim. Salah satunya dengan cara memberikan edukasi mengenai peraturan-peraturan ketika sedang berada di dalam ruang sidang, etika ketika di pengadilan, meningkatkan kesadaran masyarakat akan larangan melakukan PMKH, dsb.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun