Mohon tunggu...
Sadiyah Rokhmatul Umami
Sadiyah Rokhmatul Umami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Saya adalah mahasiswa aktif di UIN Sayyid Ali RAhmatullah Tulungagung

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Darurat!!! Kenaikan Drastis ODGJ di Tulungagung, Keluarga Jadi Garda Terdepan!

12 Desember 2024   20:25 Diperbarui: 12 Desember 2024   20:31 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : evakuasi ODGJ 7 November 2024 di Dinas Kesehatan Tulungagung

Oleh : Desti Khoirun Azizah & Sa'diyah Rokhmatul Umami (Mahasiswa UIN SATU Tulungagung)


Tulungagung, 3 Desember 2024 -- Kabupaten Tulungagung kini menghadapi tantangan besar di tengah lonjakan kasus gangguan kejiwaan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan, hingga Oktober 2024 tercatat kunjungan jiwa sebanyak 11.667, mulai dari kategori ringan hingga berat. Di antara angka tersebut, skizofrenia menjadi salah satu varian gangguan yang cukup mendominasi. Heru Santoso, Plh Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan, menjelaskan, "Selain usia tua, ada juga usia usia muda. varian skizofrenia sangat bervariatif. Dinkes sudah berkomitmen dengan pelayanan yang terbaik."

Kesehatan mental telah menjadi isu yang semakin mendesak di tengah masyarakat. Kendala dalam sistem rujukan pun menambah kompleksitas permasalahan ini. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), seperti puskesmas, tidak bisa langsung merujuk pasien ke Rumah Sakit Jiwa RS Radjiman Wediodiningrat  sebagai MKLT (Magister Kesehatan Lingkungan Tersier). Pasien harus melalui Rumah Sakit Iskak terlebih dahulu sebagai penghubung. Meski begitu, Dinas Kesehatan Tulungagung terus berupaya memperbaiki layanan dengan menjalankan program berbasis komunitas. Program ini dibuat untuk mempermudah proses administrasi dan membantu masyarakat mendapatkan layanan kesehatan jiwa dengan lebih cepat. 

Tulungagung juga memiliki 39 Poskeswa yang terintegrasi dengan 32 puskesmas untuk memberikan layanan berkelanjutan. Poskeswa ini memainkan peran penting dalam tindak lanjut setelah perawatan inap, dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien melalui program bela, prodi, dan proma (bebas gejala, produktif, mandiri, dan bebas dari stigma). "Harapan kami, siaga jiwa dapat terbentuk di seluruh desa dan kelurahan, sehingga penanganan masalah kesehatan jiwa teratasi dengan rentang waktu yang sangat cepat," tambah Heru. 

Meski demikian, tantangan besar masih membayangi pelaksanaan program-program tersebut. Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan jiwa, seperti psikiater dan psikolog, menjadi kendala utama dalam memberikan layanan maksimal. Banyak kasus di mana pasien harus menunggu dalam waktu yang lama untuk mendapatkan penanganan, terutama di fasilitas kesehatan rujukan. Selain itu, stigma yang melekat pada ODGJ membuat beberapa keluarga enggan melibatkan diri dalam proses rehabilitasi, sehingga pasien kehilangan dukungan penting untuk pulih secara optimal.

Upaya kolaboratif antara pemerintah, keluarga, dan komunitas diharapkan mampu menjawab tantangan ini. Edukasi berkelanjutan mengenai pentingnya deteksi dini dan pengelolaan kesehatan mental harus terus dilakukan untuk mengubah stigma yang ada. Dengan sinergi yang kuat, tidak hanya jumlah kasus ODGJ yang dapat ditekan, tetapi juga kualitas hidup para penyintas gangguan jiwa dapat meningkat, sehingga mereka mampu berkontribusi kembali di tengah masyarakat.

Di tengah tantangan ini, peran keluarga dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mendukung pemulihan ODGJ. Kisah-kisah inspiratif banyak bermunculan dari keluarga yang tidak menyerah mendampingi anggota keluarganya yang terdampak gangguan jiwa. Saudara A, salah satu keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengidap gangguan kejiwaan di Tunggangri, Kecamatan Kalidawir. Sejak tau anaknya didiagnosa mengalami skizofrenia, Saudara A tak henti-hentinya memberikan dukungan emosional dan memastikan pengobatan rutin anaknya tetap berjalan. "Dulu itu juga sempat dibawa ke Menur. Lima belas hari tidur disana. Diantar rumah depan ini, tapi tidak ada perubahan. Akhirnya rawat jalan aja."

Menurut Ibu Malik Maya Faizati, M.Psi, Psikolog, faktor keturunan memang menjadi salah satu penyebab utama gangguan kejiwaan. Namun, ia menekankan bahwa faktor ini bukan satu-satunya. "Selain faktor keturunan, kita juga harus melihat lagi, kondisi kepribadiannya dia, karena kecenderungan kepribadian ini yang akan menjadikannya dia cenderung  rentan terhadap suatu permasalahan. misalnya dari kecilnya emosinya tidak dapat terkontrol dengan baik, entah dia cenderung sensitif, atau yang lainnya ini nanti akan menjadikan penyebab orang mengalami gangguan kejiwaan," jelasnya. Anak yang tidak mendapatkan pengasuhan yang baik atau mengalami pengabaian pada usia dini cenderung lebih rentan terhadap gangguan kejiwaan di kemudian hari. Pola asuh yang penuh perhatian dan pengendalian emosi yang baik dalam keluarga menjadi kunci untuk membentuk kepribadian yang lebih kuat dan sehat.

Selain itu, kemampuan bersosialisasi juga menjadi aspek yang tidak kalah penting. Menurut Bu Malik, seseorang yang menarik diri dari lingkungan sosial cenderung lebih rentan mengalami gangguan jiwa. WHO pun mendefinisikan individu sehat tidak hanya dari segi fisik, tetapi juga psikis dan sosial. Oleh karena itu, keluarga perlu peka terhadap perubahan perilaku anggota keluarganya, seperti isolasi diri atau penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Tanda-tanda ini perlu segera ditindaklanjuti dengan bantuan tenaga profesional agar kondisi pasien tidak semakin memburuk.

Dalam proses pemulihan, terapi kerja menjadi salah satu metode yang efektif untuk menjaga kestabilan kondisi pasien. "Yang paling penting melakukan terapi kerja yang monoton dan tidak berat. Contoh seperti terapi berkebun, terapi ternak. Dengan dia melakukan terapi kerja, dia akan lebih aktif untuk dirinya sendiri. Kalau dia cenderungnya pasif, nanti dia pasti akan menarik diri lagi," tambah Bu Malik. Selain itu, dukungan penuh dari keluarga, terutama dalam menjaga pengobatan psikofarmakologi yang tidak boleh terputus, sangat diperlukan untuk memastikan pasien dapat menjalani kehidupan yang lebih mandiri. Dengan dukungan yang tepat, pasien memiliki peluang untuk memaksimalkan potensi dirinya dan kembali berfungsi penuh di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun