Mohon tunggu...
Sadiq Daffa
Sadiq Daffa Mohon Tunggu... Lainnya - Murid

Bermain game

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Libai Si Jenius

4 September 2024   20:04 Diperbarui: 4 September 2024   20:04 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**"Di Bawah Bayangan Bulan: Kehidupan Seorang Penyair"**

Di kaki pegunungan yang hijau subur di Provinsi Sichuan, lahirlah seorang anak yang diberi nama Li Bai. Sejak kecil, Li Bai telah menunjukkan kecerdasan yang melampaui usianya. Ia bukan hanya cepat dalam belajar, tetapi juga memiliki jiwa yang peka terhadap keindahan alam di sekitarnya. Hanya dalam hitungan tahun, Li Bai muda telah menghafal banyak kitab klasik, menggugah kekaguman para cendekiawan setempat.

Namun, meski berbakat, Li Bai tidak pernah merasa cukup hanya dengan membaca dan menghafal. Ada hasrat dalam dirinya yang tak tertahankan---hasrat untuk mengekspresikan perasaannya dalam bentuk yang paling murni. Setiap kali ia menyusuri tepian sungai atau berdiri di puncak bukit yang menghadap ke lembah, hatinya dipenuhi dengan perasaan yang begitu dalam, seolah-olah alam sedang berbicara kepadanya. Alam bukan sekadar tempat baginya, melainkan sumber inspirasi tak berujung yang membuatnya merasa hidup.

Masa mudanya dipenuhi oleh pencarian akan makna. Ia mulai menulis puisi sejak dini, menggambarkan pemandangan yang dilihatnya dengan bahasa yang indah. Di antara teman-temannya, Li Bai dikenal sebagai seorang pemimpi. Ia sering berkhayal tentang petualangan, tentang dunia yang lebih besar di luar desanya, dan tentang bagaimana puisi-puisinya suatu hari akan mencapai telinga para penguasa di istana.

Suatu hari, desanya dikunjungi oleh seorang pengembara tua yang memperkenalkan Li Bai pada ajaran Taoisme. Pengembara itu, yang dikenal sebagai Master Kong, adalah seorang biksu yang telah berkeliling banyak negeri, menimba ilmu dan kebijaksanaan. Ia melihat potensi besar dalam diri Li Bai dan menasihatinya untuk hidup selaras dengan alam, mengejar kebenaran, dan membebaskan diri dari keinginan duniawi.

Li Bai terpesona oleh ajaran tersebut. Bersama Master Kong, ia mulai memahami bahwa kehidupan bukanlah tentang pencapaian materi atau kekuasaan, tetapi tentang menemukan kebebasan sejati dalam jiwa. Dalam percakapan mereka di tepi sungai atau di bawah bintang-bintang malam, Li Bai mulai memahami bahwa puisi bukan sekadar kata-kata yang indah, melainkan cerminan dari jiwa yang merdeka dan penuh cinta.

Setelah beberapa tahun berguru pada Master Kong, Li Bai memutuskan untuk meninggalkan desanya dan mengembara. Ia ingin melihat dunia dengan mata kepalanya sendiri, mengalami keindahan dan kekerasan alam, serta menciptakan puisi yang lahir dari pengalaman nyata. Dalam perjalanannya, ia mengunjungi berbagai tempat yang mempesona hatinya---pegunungan yang menjulang tinggi, lembah-lembah yang sunyi, dan sungai-sungai yang mengalir tanpa henti.

Di satu desa terpencil, Li Bai bertemu dengan seorang wanita muda bernama Xuanzhu, yang memiliki suara seindah nyanyian burung. Xuanzhu adalah seorang musisi yang berasal dari keluarga miskin, tetapi bakatnya dalam memainkan guqin telah dikenal luas. Ketika Li Bai mendengar permainan guqinnya untuk pertama kali, ia merasa seolah-olah dunia berhenti. Suara Xuanzhu membawa kedamaian yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.

Mereka segera jatuh cinta, dan selama beberapa bulan, Li Bai dan Xuanzhu hidup bersama di desa itu. Mereka berbagi puisi dan musik, menciptakan karya-karya yang penuh dengan keindahan dan emosi. Xuanzhu adalah muse bagi Li Bai, inspirasinya dalam menulis puisi-puisi cinta yang dalam dan penuh kerinduan. Namun, seperti aliran sungai yang tak bisa ditahan, Li Bai tahu bahwa ia tidak bisa tinggal di satu tempat terlalu lama. Ada panggilan dalam hatinya yang memintanya untuk terus bergerak, mencari makna yang lebih dalam.

Dengan hati yang berat, Li Bai akhirnya meninggalkan Xuanzhu. Ia berjanji akan kembali suatu hari nanti, tetapi keduanya tahu bahwa perpisahan itu mungkin untuk selamanya. Dalam kesedihannya, Li Bai menulis puisi-puisi yang menggambarkan kerinduannya, puisi yang menggetarkan hati siapa pun yang membacanya. Ia melanjutkan perjalanannya, menjelajahi lebih banyak tempat dan bertemu lebih banyak orang.

Saat Li Bai tiba di Chang'an, ibu kota yang megah dari Dinasti Tang, ia sudah dikenal sebagai penyair besar. Berita tentang bakatnya telah sampai ke telinga Kaisar Xuanzong, yang segera memanggilnya ke istana. Di istana, Li Bai diperlakukan dengan kehormatan yang besar. Kaisar sendiri sering meminta Li Bai untuk menulis puisi saat pesta-pesta istana. Setiap kata yang ditulisnya, setiap bait yang dilantunkannya, dipenuhi dengan kekaguman dan pujian dari para pejabat dan bangsawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun