Semenjak sekolah meliburkan siswa siswanya untuk antisipasi penyebaran Covid-19, suasana rumah yang tadinya sepi menjadi ramai dan heboh. Setiap hari dari pukul 06.30 wib sampai dengan pukul 15.30 wib biasanya anak belajar di sekolah, berhuung ada himbauan untuk belajar di rumah, maka selama seminggu ini anak anak belajar di rumah.
Akibat belajar di rumah ini, suasana rumah menjadi semarak, apalagi anak-anak di rumah memiliki banyak kreativitas sehingga menjadikan suasana rumah menjadi hidup. Bahkan sering berantakan karena segala mainan dikeluarkan. Dalam suasana ini Ada canda, ada tawa, dan si kecil sesekali menangis karena dinakali kakaknya.
Namun demikian, dengan belajar di rumah rumah seperti layaknya sekolahan, karena orang tua membimbing dan mendampingi anak anaknya di rumah untuk belajar secara daring. Di rumah saya, anak anak belajar di ruang tamu yang beralaskan karpet. Supaya leluasa dalam aktivitas belajar, meja dan kursi di ruang tamu terpaksa dikeluarkan. Ruang ukuran 4 x 4 meter persegi ini menjadi kelas dan sekolah dadakan selama dua minggu yang dilengkapi dengan wifi.
Dalam melaksanakan belajar mandiri di rumah, orang tua memiliki jadwal mengatur anak anaknya untuk belajar dan mengerjakan tugas sesuai perintah guru. Rumah layaknya sekolah yang dari pagi sampai siang bahkan sampai sore penuh dengan kegiatan belajar mengajar. Siapa siswanya? Tentunya anak anak kita sendiri yang kebetulan sedang diperintahkan untuk belajar di rumah.Â
Lalu siapa gurunya? Yang menjadi guru adalah ibunya di rumah. Ibunya anak anak berubah status menjadi guru kelas, guru ngaji, guru piket, petugas UKS, sebagai ibu kantin, sekaligus menjadi kepala sekolah. Sedangkan ayahnya masih tetap melaksanakan tugas di kantor.
Dalam kondisi seperti ini tentunya dibutuhkan kesabaran, ketelatenan, dan pemahaman bagi orang tua, sehingga orang tua bisa membimbing anak anaknya di rumah dengan baik. Lalu apakah ada kesulitan dalam membimbing anak anaknya belajar di rumah secara daring?Â
Kesulitan para orang tua dalam membimbing anaknya pasti bervariasi, dari tidak tertibnya anak anak untuk belajar sampai ketidakpahaman materi yang disampaikan oleh guru. Seorang ibu atau ayah yang membimbing anak anaknya tentunya memerlukan kecakapan tersendiri, baik dari materi pelajaran sampai dengan system daring yang digunakan.
Belum lagi ketiga anak saya sekolah pada jenjang yang berbeda. Anak pertama sekolah SMA, anak kedua sekolah SD, anak ketiga di TK. Tambah komplek dan sulit membimbing dan mendampingi tiga anak yang berbeda jenjang sekolahnya. Namun seorang ibu tak pantang menyerah demi keberhasilan anak anaknya. Semua dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketelatenan.
Membimbing dan mendampingi anak anak untuk belajar di rumah sebetulnya tidak serta merta hanya tugas seorang ibu, namun juga tugas seorang ayah. Peran ayah juga sangat penting dalam keberhasilan anak untuk belajar mandiri di rumah. Namun apa daya, ayahnya masih kerja di kantor demi layanan kantor berjalan dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H