Novia Widyasari Adalah Korban Dari Tidak Kunjung Disahkannya RUU PKS
 Novia Widyasari adalah salah satu dari banyaknya korban kekerasan sosial yang berakhir tragis karena RUU PKS tidak kunjung disahkan.
Para pejabat publik yang menolak untuk mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah mereka yang membunuh Novia Widyasari. Seorang Mahasiswi dari Jawa timur ini memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena gadis ini mengalami depresi, cara Novia Widyasari mengakhiri hidupnya adalah dengan meminum racun sianida bersama minuman favoritnya yaitu Red Velvet, Novia Widyasari menenggak minuman itu di samping makam ayahnya. Novia Widyasari selama hidupnya dikelilingi oleh ketidakadilan terhadap perempuan, Novia mengalami kekerasan seksual dan tidak adanya perlindungan diri yang Novia berhasil dapatkan.
Kekerasan seksual adalah suatu hal yang selalu diragukan oleh pihak yang berwenang karena korban kurang mempunyai bukti, padahal kekerasan seksual ini biasanya memang terjadi di ruang privat yang minim bukti dan bahkan kadang tidak meninggalkan bekas forensik, karena hal ini biasanya korban takut untuk speak up karena dinilai tidak mempunyai bukti yang kuat untuk menegakan keadilan. Biasanya para korban memendam luka ini dan tidak jarang juga korban sudah tidak bisa memendam luka ini sehingga berujung dengan bunuh diri, seperti yang dilakukan oleh Novia Widyasari.
Banyak perempuan yang mengalami kesulitan dalam mengakses keadilan terkait kekerasan seksual yang mereka hadapi, langkah pertama yang membantu para perempuan untuk dapat mengakses keadilan adalah disahkannya RUU PKS. Setelah pembahasan RUU PKS selama bertahun tahun kompnas perempuan mengusahakan agar Indonesia mempunyai payung hukum untuk para perempuan yang mencari keadilan, tapi sayangnya agenda ini selama bertahun tahun jalan di tempat, pada tahun ini RUU PKS berada di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun ini.
Alasan mengapa RUU PKS pembahasannya mandek karena RUU PKS dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya Indonesia. RUU PKS dikira mendukung seks bebas, bahkan pada 2019 lalu muncul petisi yang berisi narasi bahwa RUU Pro Zina akan disahkan karena RUU PKS hanya memberi jerat hukum bagi yang melakukan aktivitas seksual atas dasar adanya tindakan pemaksaan tetapi tidak menjerat mereka yang melakukan aktivitas seksual atas dasar suka sama suka. Padahal nyatanya dalam RUU PKS tidak terdapat ketentuan yang melegalkan seks bebas, tidak adanya ketentuan mengenai seks bebas artinya bukan berarti RUU PKS ini pro zinah atau seks bebas.
RUU PKS juga dianggap menduung Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender (LGBT), menurut mereka yang menganggap RUU PKS Pro LGBT adalah RUU PKS ini mempunyai potensi untuk melegalkan LGBT karena di RUU PKS terdapat kalimat "...terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang..."tanpa adanya penjelasan lebih lanjut mengenai apa maksud dari "hasrat seksual seseorang", Karena adanya kalimat tersebut beberapa orang mempunyai pandangan bahwa apabila membahas mengenai orientasi seksual maka akan berujung kepada LGBT.Â
Sebenarnya logika berpikir seperti itu adalah hal yang keliru, RUU PKS bermaksud untuk fokus kepada hak hak korban, jadi siapapun korbannya mau itu laki laki ataupun perempuan akan memperoleh hak yang sama. Â RUU PKS berusaha mengedepankan asas non diskriminasi dalam penghapusan kekerasan seksual tanpa melihat perbedaan dari jenis kelamin, kondisi fisik atau psikis jadi siapapun yang mendapat kekerasan seksual akan mendapat perlindungan yang sama.
Alasan tersebut lah yang membuat tersendatnya proses pengesahan RUU PKS, harus berapa banyak lagi perempuan yang akan meninggal seperti Novia Widyasari karena tidak adanya keadilan bagi korban kekerasan seksual? RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sangat diperlukan untuk perlindungan perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H