Ini hal berbeda, sebagian kebijakan (aturan dan atau regulasi) terkait penangan covid-19 ini sifatnya emergensi, yang tentunya sudah melaui berbagai pertimbangan yang matang oleh para ahli dan pakar di lini pemerintahan kita.
Dalam sebuah artikel CNN Indonesia, informasi terbaru yang dirilis adalah perihal teken Petisi Online yang berisi Desakan, sekali lagi perlu saya tekankan adalah DESAKAN. Desakan ini ditujukan kepada presiden Joko Widodo agar segera melakukan Lockdown (karantina) wilayah. Baca juga ( https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210618144114-20-656241/tambahan-kasus-covid-19-nyaris-13-ribu-per-hari-kematian-290 )
Hal ini sebagian orang melihat sangat penting dan perlu dukungan untuk merealisasikan dengan ikut berpartisipasi dalam petisi. Padahal petisi semacam ini tidak bisa menggantikan nilai sebuah kebijakan pemerintah yang kemarin baru saja diabaikan Masyarakat sipil
Meskipun itu sebagian masyrakat sipil saja mengabaikan, tidak mengindahkan atau melanggar dan egois terhadap tujuan baik pemerintah. Lantas sekarang ini, apakah petisi semacam ini menjadi tanggungjawab yang harus diambil pemerintah?
Saya pikir, kita sebagai masyarakat sipil yang terlalu egois. Masih dalam ingatan kita terkait aturan larang mudik kemarin, bahkan masih sehangat hidangan makan malam, yang itu sebagian dari kita bahkan menolak dengan keras dan berdalih pemerintah mencampuri urusan negera dengan agam dan sebagainya
Maksud saya, sebanyak apapun masyarakat sipil menandatangani petisi yang dalam artikel CNN Indonesia di sebut petisi ini adalah orang-orang yang tergabung dalam Lapor Covid-19 yang katanya sudah kompak. Kekompakan yang mana yang dimaksudkan?
Saya jadi tidak bisa berpikir tentang pernyataan yang kadang-kadang orang tak sadar diri, bahwa nilai petisi ini meskipun jauh lebih besar tetapi tidak mampu mengembalikan Ruh Sebuah kebijakan kebaikan yang kemarin baru saja pemerintah kita keluarkan dan kita sendirilah yang mengabaikan
Logika sederhanya seperti ini, pemerintah menyediakan cangkul dan traktor untuk petani menggarap tanah untuk mempermudah pekerjaan petani dan tujuan tidak lagi menguras terlalu banyak tenaga. Dan petani-petani egois memilih membuat cangkul dan traktor dari perabot kayu dengan dalih mereka juga punya cara.
Hal anehnya lagi, setelah kebijakan tentang larang mudik diabaikan, tidak diindahkan, sekarang kita ramai-ramai meminta petisi. Logika kita kebalikan dan tidak sedang berpikir sebagiman mestinya. Dampak sebuah petisi ini apa sebenarnya?
Entahlah, hanya kita dan pemerintah yang jawab hal ini tanpa mengabaikan Ruh sejumlah kebijakan dan regulasi tentang penanganan covid-19 sebelu-sebelumnya
Tiba Momen Baru Ada Akal.