Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jembatan Kematian, antara Depresi dan Pandemi (Seri I)

20 Mei 2021   21:55 Diperbarui: 21 Mei 2021   01:25 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan Fantasi: foto-wallpaperbetter.com

Pada penelitian ini, sampel yang diambil adalah 4.010 orang dan setelah itu hasil analisisnya ada 65% mengalami kecemasan. 67% mengalami depresi, dan 75% trauma. 

Dari hasil survei ini pun membuktikan hal yang mencengangkan, 1 dari 5 orang rentang Usia 18-29 tahun memiliki pikiran lebih baik mati. Kurang lebih 15% orang memikirkan setiap hari (Pikiran lebih baik mati) dan 20% orang memikirkan dalam beberapa kali dalam seminggu. Selain itu, ada juga data yang menunjukkan bahwa setiap 40 detik di dunia ada orang yang bunuh diri. Dalam setahun ada 800 ribu orang yang mati karena bunuh diri.

Data lain, Menurut PDKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia), di era pandemi berlangsung ini, ada peningkatan kasus depresi sebanyak 57,6%. 

Dari beberapa data di atas menunjukkan kita sebuah fenomena dari efek pandemi, mungkin juga sebelum pandemi fenomena ini juga terjadi tetapi tidak dengan angka yang sangat tinggi seperti sekarang ini. Mengapa Depresi? Mengapa Bunuh Diri? Dan sejumlah pertanyaan lainnya berkerumunan dalam kepala saya.

Dari beberapa jurnal tersebut yang saya baca menjelaskan depresi merupakan gangguan kesehatan mental, tandanya sangat banyak. Beberapa di antaranya adalah rasa sedih dan kehilangan minat seseorang. Rasa dan pikiran terganggu atau suasana hati seseorang terganggu menyebabkan ada tekanan pada psikologinya lalu berefek pada perilaku. Di sinilah letak bermulanya depresi harus menjadi baban secara psikis dan fisik.

Pengertian depresi oleh (Warner dan Kerig, 2000) dalam sebuah artikel adalah gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam pengembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kaus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap tressor) dengan kondisi mood yang menurun

Kalau kita lihat teori psikososial dan perkembangannya Erikson Salomonsen atau yang dikenal dengan nama Erikson dalam perkembangan pengetahuan Psikologi maka yang kita temukan adalah depresi melibatkan fisik dan pikiran. Di jerman, teori psikosoial dan perkembangan Erikson ini sangat populer dan sangat masif digunakan.

Artikel yang berbeda, menjelaskan depresi adalah kelainan suasana hati, penyakit yang melibatkan fisik, mood dan pikiran yang akan mengganggu kehidupan seseorang sehingga kegiatan normalnya. Selain itu, depresi sendiri merupakan penyakit yang dapat mengganggu kosentrasi seseorang dari waktu-kewaktu dan perujung pada ketidakpercayaan diri terhadap sesuatu yang dia kerjakan.

Dari defenisi di atas dapat kita simpulkan bahwa depresi adalah penyakit yang sangat komplek karena dapat mengganggu fisik dan pikiran manusia. Sejauh saya bulak balik pelajari bebrapa artikel dan jurnal ilmiah, masih juga terdapat beberapa perbedaan, ada sebagian yang mengatakan depresi tidak bisa diatasi dan sebagiannya lagi mengatakan bahwa depresi bukan berarti penyebab jiwa menjadi lemah, depresi dapat diatasi dengan terapi.

[.....] Next Seri II

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun