Sebentar lagi lebaran Idul Fitri 1442 H, rindu kedua sosok yang tua renta. Semoga berdua selalu sehat ya, diberikan nikmat kesehatan dan kesempatan agar dapat berjumpa lagi di hari bahagia yang lain.
Mama,
Ramadhan ini sudah pada penghujungnya, aku belum menulis surat untukmu atau mengabarkanmu untuk kepastian bisa lebaran bersama denganmu dan seluruh keluarga di kampung. Aku benar-benar sangat rindu tapi aku tidak bisa pulang lagi di labaran tahun ini. Aku tahu, ketika anak-anak yang lain pulang, disambut ramah dan sangat bahagia di tengah-tengah keluarga mereka, mama ikut bahagia atas pulangnya anak-anak mereka.
Ma,
Lebaran tahun ini hatiku sangat sedih, serasa benar-benar hancur. Lebaran tahun kemarin pun aku menjanjikan hal yang sama, akan pulang dan lebaran bersama kalian. Rindu dan rasa ingin melihat senyuman Mama dan Abah ketika anak-anak berkumpul selepas lebaran di rumah yang sederhana itu, rumah tempat aku dan suadara-saudaraku di besarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang begitu besar.
Abah,
Aku tidak bisa datang seperti hari biasanya, aku ingin seperti anak-anak yang lain dengan semangat untuk pulang dan memelukmu. Aku rindu tamawamu disaat bicaramu di usia tua ini hampir tidak lagu aku tau maksudnya. Dulu, abah sangat ingin aku harus tumbuh menjadi orang dewasa, bisa seperti anak-anak yang lainnya. Tetapi dunia pendewasaan di luar sini tidak seperti yang abah kira. Taring-taring pergaulan sosial dan juga pengaruh pergaulan sangat tajam mengancam.
Tapi abah tidak perlu khwatir, anak laki-lakimu sudah dewasa, sudah bisa membedakan mana taring tajam dari semua rintangan dan mana tangan lembut yang memeluk dengan damai. Abah, meskipun aku tidak bisa pulang, disini aku juga tidak bisa pergi kemana-mana. Terkurung hanya dirumah, tetapi terus belajar tentang hidup yang abah ajarkan sewaktu aku masih kecil.
Abah, setiap lebaran datang. Aku ingat saat kecil dulu, abah memaksa aku potong rambut harus dibentak dulu, harus iming-iming dulu beli baju baru meskipun akhirnya baju lebaran dibelikan oleh Mama. Aku rindu suasana itu, suasana ketika takbiran mewarnai lagit di desa kita, anak-anak sudah ramai di sepanjang pantai karang putih. Buru-buru mandi dan berangkat ke masjid, uang koin adalah favorit aku saat abah dan kelaurga yang lain memberikan hadian lebaran padaku. Aku rindu itu semua.
Mama dan Abah, jaga kesehatan ya.Â
Lebaran tahun ini benar-benar sangat rindu kalian berdua. Aku mohon doa dan restui aku lebaran yang kesekian kalinya di rantau. Mama dan abah jangan menangis, aku tahu kalian orang hebat yang telah mengajarkan aku banyak hal. Mengajarkan aku tentang kuat dan bertahan hidup jika sendiri, kalian jangan sedih. Disini, diperantauan ada keluarga yang sama persis dengan hidup di rumah sendiri. Mereka sangat perhatian, kasih sayang mereka mengingatkan aku ketika mama setiap hari marah-marah ketika aku tidak mau berangkat sekolah.
Mama,
Jangan menangis ya, aku harap mama jangan sedih setelah membaca surat yang aku tulis dalam hatiku untuk kabarkan tidak bisa lebaran bersama Mama dan Abah tahun ini. Aku minta maaf sebesar-besarnya atas ketidak hadiran aku memenuhi rindu yang berpuluh tahun kalian tangguhkan, kalian simpat rapat-rapat dalam binar mata yang tua itu.
Disini seperti biasa, lebaran juga ke masjid tetapi pandemi ini membuat lebaran aku harus dirumah. Aku harus bagaimana, rasanya seperti benar-benar tertekan ketika lantunan takbir itu bergemah di langit kota perantauan. Aku ingin pulang, tapi aku harus bagaimana Ma. Sudah aku bilang, aku sangat rindu mama dan abah, tapi aku harus bagaimana? Maafkan anakmu ini !
Mama,
Simpan rapat-rapat rindumu, aku berharap setelah membaca surat yang aku tulis dengan penuh rasa cinta, rasa rindu ingin pulang, aku harap mama harus bisa menerimanya. Bacalah Ma, baca berulang kali Ma. Aku tulis surat dan tidak sempat kukirim, aku menyimpannya dikalbu. Aku rasa Mama bisa membacanya dengan baik, aku ada hatimu Ma.
Jika ketidak hadiran anakmu ini ditengah hari bahagia Idul Fitri membuatmu sedih hati, maafkanlah aku Ma. Maafkanlah salah dan dosa anakmu, doa ini adalah doa yang sama. Doa merangkul kalian yang renta, wajah dan mata yang berbinar ketika satu dari kami tidak lebaran bersama kalian berdua.
Berkumpul bersama sanak famili adalah kenginan besar mama dan abah, aku mengerti dan sangat paham setelah membaca isyarat yang ada di panngilan terakhir telephone mu di pertengahan ramadhan. Aku harus bagaimana, lebaran kali ini aku benar-benar risau. Mama dan abah memaklumi jauhnya di dekat sebang menempuh jarak yang jauh ke ufuk timur, jarak ini luka Ma, benar-benar luka. Tapi aku harus bagaimana?
Berbahagialah, beberapa diantara kami yang bisa berlebaran dirumah, kehadiran mereka adalah kehadiran aku juga meskipun aku tahu kalau itu berbeda suasana ketika aku ada di tengah-tengah kalian.
Ma,
Sejak 15 tahun silam, aku melangkah dari rumah membawa s'mua harap dan cita-citamu. Lebaran tahun ini kalian harus baik-baik saja, aku disini juga sama. Aku tahu, rasa ingin lebaran bersama terpendam dalam rindu yang membeku di hati Mama dan Abah selama bertahun-tahun, tapi aku harus bagaimana. Maafkanlah aku, anakmu.
Di kampung, di desa kita sewaktu aku masih kecil. Kami sangat suka dengan pawai obor sambut Puasa ramadhan dan Malam Ela-ela. Keceriaan itu, membuat aku sangat rindu. Kalian ajarkan untuk lebaran dirumah Papa Tua, rumah bibi, rumah nenek. Semua itu kenangan yang menguatkan aku ketika lebaran di perantauan. Ma, disini tidak bisa kumpul-kumpul, tidak bisa lebaran di masjid, tidak bisa ngobrol meskipun sesama keluarga.
Lebaran kali ini, rumah Mama dan Abah jangan sampai sepi. Teman-teman aku yang di kampung, terimalah mereka lebaran kerumah dengan ramah. Jangan buat mereka sedih karena kesedihan kalian Ma.
Ma,
Jangan lupa, rumah nenek dibelakang manjid setelah lebaran nanti mama harus berkunjung. Aku lupa, tidak ingatkan ini kepada kakak dan adek-adek yang lain. Sejak nenek meninggal, rumah itu sudah sepi tak terurus. Ma, ajaklah sanak famili membaca doa di rumah nenek, aku rindu sosok yang tua renta itu. Dia orang kuat ma, di usia yang 100 lebih di panggil yang maha kuasa, itu menceritakan tentang kabaikan nenek yang mama ajarkan kepada kami semua.
Mama,
Ajaklah semua anak-anakmu lepas lebaran nanti berkumpul dirumah nenek. Rumah itu, sewaktu kami masih kecil, cinta dan kasih sayang tumbuh bersemi menjadi kebahagiaan keluarga sederhan. Jangan lupan ma, bacalah doa di rumah nenek, kirim lah sebanyak-banyak doa sebagai harga dia membesarkan kita semua.
Aku tidak bisa bayangkan bagaimana bahagianya ada ditengah-tengah kalian. Suasana bahagia ini sudah tidak aku rasakan berpuluh tahun. Di desa kita masih banyak teman aku yang mau lebaran kerumah ma, jangan sedih. Mereka semua sama serti aku, keras kepala, tidak cengeng dan terus berbuat baik.
Mama dan abah,
Setelah membaca semua isi surat dalah hatiku, kalian tidak boleh sedih. Dulu kalian pernah bilang, jadilah anak yang kuat. Kesedihan dan rindu di mata kalian bikin aku menjadi anak gelisah di rerantau.
Ma,
Jangan lupa, ajak semua keluarga berjiarah ke makam kakek. Ajak dan bicarakan tentang kerukunan keluarga besar kita jangan sampai tercerai berai. Kakek, nenek mengajarkan kita menjadi manusia baik. Setiap aku pulang di waktu lain, berjiarah ke kuburan adalah satu hal yang paling penting dari beberapa hal lainnya.
Abah,
Anak-anak muda di kampung, ajaklah mereka ngobrol. Mereka punya banyak cita-cita, banyak juga cerita tentang kami waktu kecil dulu. Di antara mereka adalah pemimpin, mereka genarasi baik-baik. Abah, ajaklah mereka bicara tentang perjalanan mu, tentang semangat mengantarkan aku sampai di titik ini. Lebaran kali ini aku belum bisa pulang Abah, aku harus bagaimana?
Lihatlah mata anak-anak muda, mereka dengan semangat menjaga nama baik kampung. Tetapi sebagian menganggap mereka sudah gila, mereka membela demi yang benar, yang lain malah menggali lubang agar mereka terjatuh. Abah, ajaklah mereka ngobrol. Di mata mereka, ada harapan yang sama seperti yang abah lihat di mataku. Harapan untuk jadi anak-anak yang berguna, berbakti pada orang tua, kampung dan jasa para leluhur.
Abah,
Lebaran tahun ini, aku tidak bisa menjadi orang pertama yang meminta maaf di hadapanmu, tidak bisa bersujud meminta maaf dan ampunan di kaki Mama. Tapi maafkan aku, maafkan kami semua, maafkan teman-teman, karib dan kerabat aku. Setelah maaf maafan, ajaklah mereka keliling kampung, lebaran dari rumah ke rumah seperti kami dulu.
Mama dan Abah,
Jangan sedih, kalian adalah teladan di hatiku. Setelah kalian baca surat ku dari hati, sampaikan salamku untuk mereka teman-teman sekolahku, teman main waktu kecil. Salam juga untuk paman, bibi, tetangga dan semua pemuda di kampung.
Ma,
Surat ini tidak aku kirim, aku harap mama bisa membacanya dengan senang hati. Mama bisa membacanya di hatiku. Semoga ibadah Puasa dan Amal Mama dan Abah di lebaran ini di terima Allah yang Maha Mulia. Semoga Mama dan Abah selalu sehat, kita akan bertemu di hari bahagia selanjutnya.
Wassalam
Selamat Menyongsong Idul Fitri 1442 H
Mohon Maaf Lahir dan Bathin.
Bth, 09/05/2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H