Mohon tunggu...
Chandra Suryati
Chandra Suryati Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis free lance, Konsultan, Wirausaha

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana (S2) Program Studi Ilmu Lingkungan Institut Teknologi Yogyakarta (ITY)

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sumur dan Bidang Resapan: Ditinjau dari Sisi Sosial dan Budaya

4 Mei 2020   02:52 Diperbarui: 4 Mei 2020   02:51 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pembangunan sarana dan prasarana pemukiman di daerah perkotaan telah berkembang demikian pesat pada beberapa tahun terakhir ini. Seiring dengan semakin bertambahnya pemukiman penduduk di perkotaan, luas lahan yang tersisa juga semakin menyempit.

Bahkan banyak pula yang telah berubah fungsi sehingga berdampak pada berkurangnya resapan air yang akhirnya menggangu lingkungan sekitarnya Berdasarkan pengamatan, saat ini  masih banyak penduduk di berbagai  wilayah    yang menggunakan air tanah baik melalui sumur biasa, sumur bor atau pompa masih sangat banyak. 

Air tanah tersebut  diambil dengan menggunakan mesin pompa yang disebabkan karena air PAM yang dibutuhkan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air bersih .  

Di sisi lain, air tanah yang diambil tanpa mengisi kembali ke dalam tanah menyebabkan masalah baru bagi lingkungan hidup. Salah satunya ialah berkurangnya air tanah yang disedot akibat mesin pompa sehingga mengakibatkan menurunnya permukaan muka air tanah. 

Hal ini menyebabkan luas lahan resapan semakin sedikit. Dengan pengambilan air tanah secara menerus, akan berdampak pula pada lingkungan sumber daya air khususnya air tanah.  

Menurut Supardiyo yang diakses dalam situs Republika.co.id menyatakan bahwa 60% air tanah di Jakarta Barat saat ini sudah tidak layak untuk dikonsumsi oleh warga, terutama untuk daerah di utara Tol Lingkar Luar seperti Kamal, Kapuk dan Daan Mogot Utara, juga di kawasan Kota Tua Jakarta Barat yang berbatasan langsung dengan Jakarta Utara (Supardiyo, 2010). 

Dari hasil penelitian BPLHD DKI Jakarta (2008) yang dikutip dalam Koran Sindo (8 November 2010), 69 Kesadaran Masyarakat Dalam Pembuatan Sumur Resapan Air Hujan (Studi pada RW.02 Kelurahan Kebon Jeruk Jakarta Barat) James Daniel, Amos Neolaka, Nira Nasution ISSN: 1907-4360 persentase air tanah yang layak di konsumsi di wilayah Jakarta sangat kecil. 

Di Jakarta Barat sekitar 7% dan wilayah yang sangat rawan berada di wilayah Kembangan dan Kebon Jeruk sekitarnya. Cara antisipasi terbaik adalah dengan konservasi air tanah seperti menambah jumlah sumur resapan, kolam resapan dan lubang resapan biopori di wilayah Jakarta Barat. Secara alami, kekurangan air tanah dapat diatasi apabila sistem/metode pengelolaannya ditangani secara baik.

Masyarakat sudah sepenuhnya menyadari air tanah dan manfaat yang diperolehnya. Akan tetapi, bila penggunaan air tanah secara terus menerus dieksploitasi tanpa mengisi kembali (groundwater recharge) melalui konservasi air tanah dipastikan akan terjadi masalah air di musim hujan dan di musim kemarau. Sumur resapan air hujan (SRAH) berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dalam mengatasi dampak lingkungan seperti penurunan muka air tanah (groundwater level settlement), intrusi air laut (intrution), penurunan muka tanah (land subsidence), banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Kebijakan pemerintah DKI Jakarta melalui PERGUB NO. 68 TAHUN 2005 menegaskan upaya sosialisasi kepada masyarakat dalam pembuatan sumur resapan air hujan (SRAH). Upaya ini untuk mengatur pengelolaan lingkungan hidup dengan melibatkan masyarakat untuk melindungi air tanah dari kerusakan sehingga pemanfaatan air tanah dapat dilakukan dengan membuat sumur resapan air hujan (SRAH). Semakin banyak air hujan yang tertampung dalam sumur resapan, maka makin pula banyak air yang meresap ke dalam tanah sebagai air tanah yang tersimpan di dalam lapisan akuifer (aquifer). Pembuatan sumur resapan air hujan (SRAH) merupakan solusi yang tepat karena mencegah kerusakan lingkungan dan pencegahan banjir di daerah yang sedikit resapan air khususnya di Jakarta Barat. Menurut hasil penelitian Nurroh dkk, partisipasi masyarakat terhadap pembuatan SRAH sendiri belum antusias walaupun manfaat dari SRAH efektif untuk pencegahan banjir dan membantu ketersediaan air pada musim kemarau. Sehingga dengan kegiatan ini masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaat dari sumur resapan dan menjadikan sumur resapan sebagai budaya keluarga Indonesia (Danaryanto et al. 2008).

Dengan adanya sumur resapan dan bidang resapan mengajari dan mengajak masyarakat untuk untuk menabung air saat musim hujan , dan memanen airnya di musim kemarau. Menerapkan budaya ramah lingkungan dengan adanya sumur resapan. Dengan kata lain, membudidayakan sumur resapan untuk mengatasi masalah lingkungan khususnya air, ketersediaan air, pencemaran air, genangan, banjir dan limpasan. Sehingga masyarakat dengan sendirinya telah melakukan konservasi air dan itu menjadi budaya dilingkungan masyarakat seperti budayamembuat septitank. Setiap rumah memiliki septitank untuk membuangkotoran. Ini juga menjadi budaya disetiap rumah dan atau lingkunganpemukiman dibuat sumur resapan sebagai cadangan air.

Refrensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun