Beberapa hari setelahnya, saya mulai merasa bebas. Bebas dari media sosial. Saya pikir, hidup saya tidak akan begitu menyenangkan jika saya menarik diri dari media sosial. Akan tetapi, hal itu justru sebaliknya. Berpuasa media sosial membuat saya mulai merasa dan mengenal esensi dari kebahagiaan sejati.
Puasa yang saya lakukan tidak serta-merta dilakukan tanpa perencanaan. Walaupun saya menyadari media sosial seperti Instagram dan TikTok memberikan dampak yang negatif, saya tetap mempertahankan beberapa aplikasi seperti WhatsApp dan Telegram karena kedua aplikasi tersebut sangat esensial dan tidak bisa saya lepaskan begitu saja.
Bagaimana dengan YouTube? Saya tetap mempertahankannya. Meskipun YouTube tergolong sebagai media sosial, tetapi informasi yang terkandung di dalamnya merupakan kontrol dari diri saya sendiri sehingga saya masih dapat mengendalikannya dengan mengaktifkan pengingat untuk mengetahui seberapa lama saya telah menonton video.
Kira-kira begitulah beberapa pengalaman saya saat menjalani "ritual" puasa media sosial. Semua tergantung dan kembali kepada diri kita masing-masing. Jika Anda menemukan bahwa media sosial justru memberikan atensi dan dampak yang baik untuk Anda, maka tidak ada salahnya untuk tetap menggunakannya.
Akan tetapi, bagi Anda yang merasa mulai resah dengan dampak negatif yang ditimbulkan oleh media sosial, Anda tentu memiliki hak dan kebebasan untuk melakukan apa yang saat ini sedang saya jalani, yaitu puasa media sosial.
Lakukanlah setidaknya untuk beberapa hari. Apabila memberikan dampak yang baik bagi pengendalian emosi, pikiran, dan tindakan; tombol uninstall di ponsel Anda selalu tersedia sepanjang waktu untuk mengempaskan itu semua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI