Membuka rapat kabinet perdana pemerintahan di periode keduanya, Presiden Joko Widodo menawarkan sebuah gebrakan narasi hukum yang bahkan tidak pernah diucapkannya di masa-masa kampanye pemilu 2019 lalu.Â
Sebuah reformasi perundang-undangan, jika tidak bisa disebut sebagai revolusi perundang-undangan yang menuai perdebatan oleh banyak ahli hukum dan ekonom apalagi buruh tanah air.Â
Mengingat dampak daripada deregulasi Undang-undang ini akan signifikan memperngaruhi system dan struktur ekonomi nasional.
Konsep yang juga dikenal dengan omnibus bill ini sering digunakan di Negara yang menganut sistem common law seperti Amerika Serikat dalam membuat regulasi.Â
Regulasi dalam konsep ini adalah membuat satu UU baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus. Saat ini, pemerintah tengah sibuk merumuskan dan membahas sejumlah RUU Omnibus Law, seperti RUU Cipta Lapangan Kerja; RUU Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM); RUU tentang Perpajakan; dan RUU tentang Perpindahan Ibukota Negara demi menggenjot pertumbuhan ekonomi.Â
Presiden Jokowi bahkan memberikan deadline waktu pekan hingga akhir pekan bagi kementrian terkait untuk menuntaskan draf RUU sapu jagad ini. Untuk memuluskan pembahasan omnibus law, pemerintah bahkan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law yang beranggotakan 127 orang.Â
Anggota Satgas Omnibus Law terdiri atas perwakilan dari kementerian atau lembaga terkait, pengusaha, akademisi, kepala daerah, dan tokoh-tokoh masyarakat.Â
Nama-nama pengusaha besar yang masuk dalam Satgas tersebut, antara lain CEO Lippo Group James Riady, Komisaris Utama Bosowa Corporation Erwin Aksa, Komisaris PT Bakrie & Brothers Tbk Bobby Gafur Umar, Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani, hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rahmi.
Dalam membedah legalitas formal dan dampak hukum RUU Omnibus Law, beberapa ahli hukum bahkan berpandangan bahwa omnibus law tidak lazim diterapkan di Indonesia karena menggunakan sistem hukum civil law. Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arif Maulana menguraikan upaya politik hukum pemerintah ini tidak memiliki dasar hukum, sehingga Omnibus Law akan berpotensi menambah masalah dalam sistem hukum Indonesia. Sementara itu, hal yang paling disoroti oleh public adalah proses perencanaan omnibus law ini juga dinilai sangat terburu-buru dan cenderung tertutup. Maka sangat rasional jika banyak organisasi buruh yang menentang keberadaan RUU Omnibus Law ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahkan percaya diri mengatakan omnibus law menggunakan basis hukum administratif. Sehingga para pengusaha atau pihak lain yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda.
Pakar hukum Tata Negara Jimmy F. Usfunan, dalam salah satu artikelnya menguraikan dampak positif dari UU Omnibus Law. Menurutnya UU hasil konsep omnibus law bisa mengarah sebagai UU payung karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain. Keberadaan omnibus law ditengarai dapat memberikan sejumlah keuntungan.Â
Jimmy dalam artikel yang sama menyatakan bahwa konsep omnibus law bisa digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi dua hal. Pertama, persoalan kriminalisasi pejabat negara. Selama ini, banyak pejabat pemerintah yang takut menggunakan diskresi dalam mengambil kebijakan terkait penggunaan anggaran, karena jika terbukti merugi, bisa dijerat dengan tindak pidana korupsi.Â