Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rekonstruksi (Moral) Pemimpin Bangsa

15 September 2010   03:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:14 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yap, siapa pemimpin Indonesia berikutnya? (Google.pic)

[caption id="" align="aligncenter" width="437" caption="Yap, siapa pemimpin Indonesia berikutnya? (Google.pic)"][/caption] Kasus-kasus ketidak-amanahan para pemegang jabatan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak belakangan ini bermunculan ke permukaan bak jamur di musim hujan. Borok korupsi yang bernanah-nanah di berbagai instansi (Kasus Bank Century, Skandal Pemilihan Gubernur BI, Gayus-gate, rekening gemuk perwira Polri, dan lain-lain), rendahnya empati terhadap penderitaan rakyat jelata (dana aspirasi15 M per anggota DPR, pembangunan gedung kantor baru DPR yang super mewah), dan terparah adalah sindrom narsis kronis dalam diri pucuk-pucuk pimpinan negeri ini yang menganggap diri sempurna hingga tidak sudi menerima kritik (perhatikan bagaimana sebuah opini yang bermuatan kritik membangun disetarakan dengan maker hanya karena penulisnya adalah seorang Adjie Suradji yang notabene Kolonel TNI – AU).

Terungkapnya kasus-kasus pengingkaran sumpah jabatan, di satu sisi, mungkin merupakan buah dari keberhasilan reformasi yang digulirkan pemerintahan SBY. Namun di sisi lain, fenomena tersebut mengacu pada kian menipisnya rasa malu ( untuk melanggar tatanan religius – sosial) di kalangan para pemimpin. Tampil bak tanpa dosa saat memberikan pernyataan di depan publik padahal sudah jelas-jelas terbukti bersalah merampok kekayaan negara (garis bawahi : Uang rakyat) atau melakukan pelanggaran hukum lainnya adalah cerminan muka-muka tembok yang bergiliran tampil di depan lensa kamera.

Padahal Rasul Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ibn Umar, pernah mengatakan bahwa,”Rasa malu dan iman itu adalah dua hal yang selalu bergandengan; jika diangkat (dihilangkan) salah satunya, maka akan hilang pula yang lainnya.”

Penipisan iman di kalangan pemimpin tidak bisa dibiarkan begitu saja dan rakyat sebagai pemberi amanah pada mereka hendaklah menyingsingkan lengan baju untuk memperbaiki keadaan. “Jika Allah bermaksud menjadikan seseorang sebagai pemimpin yang baik. Dia akan menjadikan lingkungan terdekatnya terdiri dari orang-orang yang jujur. Jika sang pemimpin melakukan kesalahan, maka akan diingatkannya. Dan jika melakukan kebaikan, maka akan dibantunya…,”Begitu tuntunan Rasul Saw sebagaimana tercantum dalam salah satu hadis riwayat Imam Nasa’i.

Sebagian kita telah melakukannya melalui demo-demo jalanan yang umumnya berujung pada tindak anarki dan korban-korban –yang notabene sesama rakyat- pun berjatuhan. Sementara sebagian kecil lain menjalankan andilnya lewat berbagai tulisan di media massa. Kalangan ulama memberikan nasehat di mimbar-mimbar ceramah. Hanya sayangnya karena tidak ada kepaduan gerak, semua ikhtiar itu belum membuahkan banyak perubahan berarti pada peningkatan kualitas keimanan para pemimpin.

Mafia hukum, mafia birokrasi, dan mafia-mafia jenis lain di negeri ini merupakan bentuk-bentuk kezaliman yang terorganisir rapi; untuk menghadapinya –menurut Ali bin Abi Thalib r.a. dalam salah satu kata hikmahnya- diperlukan kebenaran (tindakan koreksi – pen.) yang terorganisir rapi pula.

KH Didin Hafidhuddin (2004) mengungkapkan bahwa para aktivis kebenaran lintas usia – lintas profesi seyogyanya menghadapi dominasi kebatilan dengan cara yang sistematis dalam organisasi yang kuat dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Pertama, memiliki strategi besar dan cetak biru (blue print) pembangunan masyarakat (yang bercirikan tauhidillah, berkesejahteraan, berkeadilan, menjunjung ukhuwah islamiyah, dan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar) dengan tahapan-tahapan yang jelas dan langkah-langkah kongkrit berkesinambungan.

Kedua, amar ma’ruf nahi munkar hendaknya dilakukan secara terus menerus dalam semua bidang kehidupan melalui pembentukan berbagai inspirasi yang ditujukan bagi kebaikan masyarakat.

Ketiga, memperkuat semangat kerja sama antar kelompok masyarakat secara konsisten didasari semangat tasamuh (toleransi) hingga membentuk kekuatan (mengoreksi kebatilan – pen.) yang tangguh walau kondisi internalnya relatif heterogen.

Keempat, majelis-majelis taklim dan lembaga-lembaga pengkajian keislaman dituntut mengoptimalkan materi maupun personalnya hingga di samping sebagai wadah untuk melakukan transformasi dan peningkatan pengetahuan keislaman; juga diharapkan menjadi benteng pertahanan masyarakat dari berbagai intervensi perusak moral dan akhlak.

Sudah waktunya segenap unsur bangsa ini menjalankan tugas ‘sampaikan walau hanya satu ayat’ yang diamanahkan Rasul Saw dan mulai lingkungan terdekat sampai ke tataran nasional maupun dunia untuk membentuk pemimpin-pemimpin berkualitas tinggi sebagaimana yang disabdakan beliau berikut ini :

Kalian (harus) benar-benar terlibat aktif dalam kegiatan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Sebab jika tidak, maka Allah akan memberikan kekuasaan kepada orang-orang yang buruk/jahat…’ (HR Imam Bazzar).

Kondisi pemimpin-pemimpin kita yang sangat memprihatinkan sekarang ini pastilah merupakan buah dari kemalasan atau kelalaian kita sendiri menjalankan fungsi dakwah yang sebenarnya menyatu dalam tugas kekhalifahan yang diamanatkan Rabb pada manusia. Oleh karena itu, mari kita perbaiki bersama-sama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun