[caption id="attachment_120644" align="alignleft" width="300" caption="...pose keren sebelum take-off ...(dok WS)"][/caption] Hari masih sangat dini dan Bandung diselimuti sensasi dingin yang lumayan menggigit saat mobil yang kami tumpangi meluncur ke arah Lanud Husein Sastranegara untuk memburu sosok Marsma TNI (Purn) dr Norman T Lubis, SpM (K). Lumayan panjang juga rentetan titel narasumber yang bakal kami wawancarai itu. Janji bertemu jam delapan, jadi kami masih ada waktu mengganjal perut dengan sepiring nasi goreng dan secangkir teh panas di salah satu lapak makanan yang ada di area food court seberang gerbang keberangkatan bandara. Sedan biru milik Bang Norman melintas dan kami bergegas menyudahi sarapan untuk menemuinya. Maklum lelaki satu ini terkenal sangat tepat waktu dan 'galak', kami segan kalau harus memberikan kesan buruk padanya. Suasana bandara sangat lengang di akhir pekan itu, hanya ada beberapa pesawat tipe kecil untuk 2-3 penumpang terparkir di landasan. Seseorang menanyakan apakah kami sudah membuat janji bertemu dan setelah diiyakan, kami pun diantar menemui Bang Norman.Meleset dari dugaan saya semula,bukan figur tinggi-besar berkumis tebal yang muncul beberapa saat kemudian menyalami kami dengan sikap ramah namun terkesan sangat profesional. Perawakannya ramping, gerakannya gesit, terkesan mahal senyum, dan Bang Norman terlihat lebih muda duapuluh tahun ketimbang usia sebenarnya yang sudah mendekati kepala tujuh. Saat kami berbicara, daya ingatnya yang relatif sangat baik terhadap berbagai peristiwa di masa lalu dan analisa cerdas yang disuarakan dengan ketegasan khas pria Sumatera Utara menambah nilai plus baginya. Dia menceritakan pengalamannya saat menjadi relawan mahasiswa dari Resimen Mahawarman yang diterjunkan bersama-sama ABRI di daerah Kalimantan Barat di era konfontasi Indonesia - Federasi Malaysia yang melahirkan Operasi Dwikora (1962-1966). "Waktu itu anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) gabungan dari Yon II Unpad, IPB-Bogor, dan IKIP-Bandung yang dikirim ke sana dibagi menjadi tiga kelompok sesuai daerah sasaran; yakni Sempawah, Bale Karangan, dan Singkawang." Tutur Bang Norman,"Mahasiswa kedokteran seperti saya ditugaskan melakukan bakti sosial berupa pelayanan medis dan pengobatan gratis bagi masyarakat setempat." Ujarnya seraya menegaskan bahwa fasilitas kesehatan di masa itu belum selengkap dan sepraktis di masa sekarang hingga para petugas medis juga dituntut memiliki stamina fisik yang bagus agar sanggup memondong ransel berat berisi obat-obatan dan peralatan di punggung mereka tanpa menghambat mobilisasi pasukan. Operasi Dwikora akhirnya berakhir setelah pemerintah Indonesia dan kerajaan Malaysia sepakat menghentikan konflik dalam sebuah konferensi yang digelar di Bangkok pada 28 Mei 1966. Namun di lapangan bukan berarti pertikaian terhenti, hanya saja pihak separatis Kalimantan yang dulu dibantu Indonesia untuk lepas dari Malaysia kini berbalik jadi lawan yang harus diperangi karena mereka menentang perjanjian damai itu. Sekilas Bang Norman juga menyitir seputar hegemoni tunggal alias monopoli kekuasaan dari partai-partai politik penguasa negeri ini di berbagai orde pemerintahan dan fenomena serupa di kampusnya semasa dia masih kuliah dulu serta bagaimana setiap anggota Menwa yang mengambil sikap netral bertindak sebagai peredam benturan antar kelompok sekaligus memastikan suasana kampus tetap kondusif sebagai tempat belajar bagi para mahasiswa maupun tempat bekerja bagi para pegawainya. "Ya, sudah semua,kan?" Kata Bang Norman setelah meneliti daftar pertanyaan yang tadi kami berikan padanya dan mempersilahkan kami menikmati minuman isotonik yang tersedia di meja. Di sela obrolan santai, teman yang sudah akrab dengan penerbang senior itu menanyakan kalau-kalau saya mau ikut terbang dengan Bang Norman. Tentu saja peluang itu segera saya sambar. Kami pun beranjak ke landasan dan sebuah pesawat sayap rendah AS- 202 Bravo bermesin tunggal dengan
[caption id="attachment_120645" align="alignright" width="300" caption="...banyak pesawat yang sudah tak layak terbang...(dok WS)"]
[caption id="attachment_120646" align="alignleft" width="300" caption="...panel dashboard tua... (dok WS)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H