Sejarah pembentukan Menwa Mahawarman Kompi (Kie) B / Yon II Unpad yang seluruh anggotanya perempuan relatif cukup unik. Diawali dengan pembentukan Kie B Inti yang merupakan lulusan Diklatsar II/September 1964 dengan peserta sebanyak tigapuluh mahasiswa putri dari berbagai fakultas yang dilatih di Pusat Pendidikan Korps Wanita Angkatan Darat (Pusdik Kowad) di daerah Lembang dengan Danlat Letnan Yudowati. Syarief Barmawi menyebutkan bahwa sebagian kader putri ini juga mendapat pendidikan dari Komando Pasukan Gerak Cepat/Kopasgat TNI AU yang sekarang berubah menjadi Kopaskhas dan Poniyah menjelaskan bahwa Kie B yang menjalani diklatsar di Lanud Sulaeman dengan Danlat Sersan Mayor Soebijakto tersebut adalah Kie B angkatan setelah Kie B/Pusdikowad.
Selanjutnya menurut Poniah Andayaningsih, Danki B, para lulusan diklatsar 1964 itu diserahi tanggungjawab melakukan pembinaan Walawa di fakultas masing-masing mulai tahunn 1965 dan melatih para anggota Menwa putri Yon II Unpad generasi berikutnya. Penggabungan para Menwa putri dari berbagai angkatan paska 1964 ke dalam Kie B terus berlangsung sampai beberapa tahun sesudahnya. Menurut penuturan Mustambi Natadikara (Kie D), para anggota putri Kie D yang menjalani diklatsar pada tahun 1967 pun kemudian dilebur ke dalam Kie B.
Danki B pertama kali dijabat oleh Sri Tutini yang kemudian diangkat menjadi Wadanyon dan jabatan Danki kemudian diserahkan pada Poniah. Sosok Menwa putri yang tampil mengenakan stelan pantalon dalam parade barisan pada setiap peringatan hari-hari besar nasional, menurut Fatimah, terlihat cukup menyolok karena mayoritas wanita Indonesia saat itu masih mengenakan kebaya atau rok model tahun 60-an. Poniah masih ingat betul saat memimpin barisan peserta upacara di Gedung Merdeka (sekarang menjadi Museum Konferensi Asia-Afrika (KAA)- pen.), dia dilengkapi dengan pedang sebagai perlengkapan seragam.
Kesan yang masih tertanam dalam ingatan Poniyah maupun Fatimah saat menjalani diklatsar di Pusdikowad Lembang adalah berbaris di pagi buta dengan mengenakan celana pendek dalam himpitan kabut tebal dan udara dingin yang menggigit lalu mereka harus berteriak-teriak lantang menyerukan aba-aba baris berbaris. “Hasilnya masih terasa sampai sekarang.” Kata Poniah,”Saya pernah diminta menjadi komandan upacara dan teman-teman dibuat kaget dengan kelantangan komando saya waktu itu.”
Mereka juga melakukan latihan merayap di bawah pagar gulungan kawat berduri, menembak, dan berbagai taktik perang selain baris berbaris maupun mempelajari berbagai teori yang berhubungan dengan pertahanan nasional. Fatimah mengungkapkan bahwa Poniyah saat menjadi siswa pernah terperosok ke dalam lubang tambatan tiang bendera ketika tengah menjalani jurit malam hingga lututnya mengalami pergeseran dan menjalani perawatan selama sepuluh hari. di Unit Medis Pusdikowad. Terancam akan dipulangkan bila kondisinya tidak membaik, namun Poniyah yang keras hati itu pantang menyerah. Dia bersikeras melanjutkan diklatsar dan berhasil lulus bersama sekitar 20 temannya yang lain.
Para anggota Kie B perintis inilah yang kemudian melatih anggota-anggota Menwa putri generasi berikutnya yang direkrut masuk menambah kekuatan Kie B secara keseluruhan. Mereka juga menjadi instruktur Resma (Resimen Mahasiswa yang beranggotakan mahasiswa non Menwa dari seluruh fakultas –pen.) setiap hari Sabtu-Minggu.
Saat ini Prof Dr Poniah Andayaningsih, MS; masih aktif menjalankan kiprah akademisnya di Fakultas MIPA Unpad Bandung dan begitu pula Prof. Dr. Hj. T. Fatimah Djajasudarma yang merupakan Guru Besar Linguistik, Semantik dan Dialektologi Fakultas Ilmu Budaya Unpad. Sungguh merupakan sebuah keteladanan bagi realisasi sesuatu yang sifatnya abtrak bernama ‘kesadaran membela negara’. Bravo Laskar Putri Yon II Unpad !
(Sumber : Wahyuni Susilowati, Patriotisme & Dinamika Resimen Kampus, 2012, Bandung, Nuansa Cendekia)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H