Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi ‘Orang Gila’ (?)

30 September 2010   04:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:51 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu Pertiwi sepertinya harus lebih sering mengusap dada, mendesah istighfar, dan berucap laa haula walaa quwwata illa billah. Apa pasal? Bencana alam susul menyusul di berbagai pelosok, ratap kemiskinan anak negeri kian kerap mengumandang, dan tawuran-tawuran berbau SARA mulai merebak di jalanan perkotaan mengancam keutuhan republik ini cenderung menjadi rutinitas sekarang.

KH Didin Hafidhuddin (2004) menunjuk salah satu sumber malapetaka adalah apabila sikap amanah telah hilang diganti dengan merajalelanya pengkhianatan sehingga penguasa yang tugas utamanya melindungi, mengayomi, dan menyejahterakan kehidupan masyarakat yang dipimpinnya malah menjadikan rakyat sebagai sapi perahan untuk memperkaya diri serta kelompoknya.

Contoh paling aktual adalah kasus-kasus penganiayaan para tenaga kerja Indonesia oleh majikan mereka di jazirah Arab sampai semenanjung Melayu kian marak bermunculan di ranah berita. Bahkan negara tetangga pun sudah berani pamer arogansi dan mengabaikan etika hidup bertetangga yang baik karena lamban dan lemahnya respon yang diberikan pemerintah kita.

Penyebab lain, masih menurut KH Didin, adalah hilangnya rasa malu dari sebagian besar masyarakat. Pameran aurat (mayoritas milik kaum Hawa) adalah komoditas utama tayangan media elektronik, penyelewengan jabatan di berbagai level maupun instansi dilakukan secara terbuka tanpa sungkan, dan segala hal yang bersifat tabu dipertontonkan tanpa mengindahkan sama sekalikesantunan.

Ki Ronggo Warsito dalam ramalan Joyoboyo-nya yang terkenal itu pernah memprediksi munculnya jaman edan dimana begitu dominannya ketidakwarasan mencengkeram akal-budi umat manusia, sehingga segelintir orang waras yang tersisa justru dianggap orang gila oleh komunitasnya.

Barangkalinegeri ini memang membutuhkan ‘orang gila’ untuk membuatnya menjadi lebih baik. Tentu saja bukan jenis yang hobi berkelana tanpa busana di jalanan, tetapi ‘orang gila’ yang tersentuh dengan kesulitan dan penderitaan sesame serta tergerak untuk memberikan solusi yang minimal dapat meringankan beban mereka. Sikap empati sedemikianlah yang sekarang ini menjadi hajat nasional bahkan global sebagai fondasi awal pemyelesaian berbagai masalah kemanusiaan yang rumit.

Selain didambakan manusia, para pemilik empati yang tinggi juga memiliki tempat tersendiri di sisi Allah Swt sebagaimana sabda Rasul Saw berikut :

‘Barangsiapa yang berusaha menghilangkan satu kesulitan dari berbagai kesulitan kehidupan di dunia yang dihadapi oleh seorang Muslim, maka Allah Swt akan menghilangkan kesulitan-kesulitannya di akhirat nanti.’ (HR Muslim).

Janji Raja Semesta di atas tentunya layak untuk diperjuangkan. Kemana empati mesti diarahkan agar tepat sasaran? Di bawah ini ada panduan dari Rasul Saw sebagai modal menyusun rencana operasional :

‘Ada lima perbuatan yang akan mengundang azab jika dilakukan. Pertama, tidaklah suatu masyarakat sering mengingkari janji kecuali semua segi kehidupannya akan dikendalikan oleh musuh. Kedua, tidaklah suatu masyarakat menetapkan hukum yang bukan berdasarkan wahyu Allah kecuali akan merajalela kefakiran. Ketiga, tidaklah pada masyarakat itu perzinaan merajalela, kecuali akan timbul penyakit yang membawa pada kematian. Keempat, tidaklah masyarakat itu mempermainkan takaran dan timbangan kecuali tidak akan tumbuh di daerah tersebut tanam-tanaman dan mereka akan dilanda kemarau panjang. Dan kelima, tidaklah masyarakat itu enggan mengeluarkan zakat kecuali akan dihambat turunnya hujan yang penuh rahmat.’ (HR Thabrani dari Ibn Umar).

Melihat kelima sumber malapetaka dalam hadis di atas, bisa jadi bulu kuduk berdiri semua. Sepertinya semua paparan tersebut merefleksikan kondisi Bunda Pertiwi sekarang ini. Ke sana pula ‘kegilaan empatik’ mesti disalurkan.

Langkah awal tentu saja dimulai dari diri sendiri. Pikirkan masak-masak sebelum membuat janji agar tak sulit menepatinya nanti, pelajari dan amalkan secara konsisten Al-Qur’an serta hadis dalam semua aspek kehidupan, jangan dekati apalagi sampai melakukan zina, penuhi hak-hak orang lain tanpa dikurangi/dilebihkan sedikit pun, dan keluarkan semua hak orang lain yang tersimpan dalam harta baik berupa zakat mal maupun zakat fitrah.

Setelah itu langkah kedua adalah sosialisasikan di lingkungan keluarga dan rekan-rekan terdekat. Lalu terus perluas skala pada tataran RT, RW, Kelurahan,…Negara, dan Dunia. Istiqamah dalam meluruskan niat dan menapaki jalan sebagai khalifah di muka bumi dengan berpegang sepenuhnya pada tali (bimbingan) Rabb Azza wa Jalla akan menghadirkan cahaya dalam gulita hati nurani umat manusia.

Jangan kecil hati karena menjadi minoritas, perhatikan firman Allah Swt berikut :

‘…Betapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan (mewarnai dan mempengaruhi) golongan yang banyak dengan ijin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.’ (QS Al-Baqarah, 2:249).

Mewarnai kekelaman tanah air ini dengan simpati dan empati bagi saudara sebangsa yang menderita adalah ‘proyek gila’ (butuh luar biasa banyak waktu dan energi tanpa iming-iming imbalan materi). Hanya ‘orang gila’ yang bisa begitu, so join the club if you brave enough…

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun