Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenali Modus Operandi Setan

24 Mei 2010   03:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:01 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kebencian iblis alias setan pada manusia sebenarnya dilatarbelakangi oleh kecemburuan. Sebagai mahluk yang merasa paling dahsyat karena diciptakan dari api, iblis menolak mentah-mentah perintah Rabb Azza wa Jalla untuk bersujud pada manusia yang dinilainya mahluk kemaren sore dan notabene berasal dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang dibentuk itu (‘Nggak level, dong!’ Begitu kira-kira komentar si Biang Sombong). Saking besar kepalanya setan sampai-sampai dia melupakan fakta bahwa opini pribadinya tentang manusia dan kewajibannya untuk patuh pada Maha Pencipta adalah dua hal yang tidak bisa disatukan.

Pembangkangan setan pada Rabb yang telah menganugerahinya eksistensi sekaligus pinjaman budi yang mustahil bisa dia kembalikan sampai kapan pun itu memang tak layak diampuni (apalagi boro-boro minta ampun, sepertinya menyesal barang seujung kuku pun tidak dia rasakan!). Allah Swt akhirnya menurunkan hukuman berupa pengasingan dari Firdaus, yang merupakan puncak segala kesenangan, ke dunia, yang jelas-jelas merupakan wilayah penuh ketidak-pastian. Kontan saja iblis jadi meradang dan timbul dengki pada manusia sampai-sampai hukuman itu pun diterimanya dengan mengajukan syaratdan Allah memenuhinya dengan catatan syarat dan ketentuan berlaku sebagaimana tercantum dalam QSAl-Hijr, 15: 36-42 berikut :

Ia (iblis) berkata,”Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka berilah penangguhan kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan.” ‘

‘Allah berfirman,”(Baiklah) maka sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan sampai hari yang telah ditentukan (kiamat).” ‘

‘Ia (iblis) berkata,”Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi dan aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambamu yang terpilih di antara mereka.” ‘

‘Dia (Allah) berfirman,”Ini adalah jalan yang lurus (menuju) kepadaKu. Sesungguhnya kamu (iblis) tidak kuasa atas hamba-hambaKu, kecuali mereka yang mengikutimu, yaitu orang yang sesat.”’

Usaha setan menuntut balas pada manusia direalisasikannya melalui langkah-langkah tertentu yang menurut KH Jamaluddin Kafie (2003) terdiri atas :

1.Mengajak pada kekafiran

2.Menjerumuskan dalam kemusyrikan

3.Menyuruh tidak mensyukuri nikmat

4.Menakut-nakuti (dengan menanamkan rasa was-was di hati pada segala sesuatu)

5.Menghalang-halangi jalan ibadah

6.Merangsang keinginan hawa nafsu

7.Memanas-manasi agar timbul permusuhan dan perseteruan

8.Membisikkan kejahatan

9.Mengganggu jiwa-raga dengan aneka penyakit

10.Merasuk ke dalam tubuh

11.Mengajari sihir dan melayani tukang sihir.

Keseluruhan kiat setan tersebut di atas memunculkan satu kesimpulan bahwa bagian diri manusia yang menjadi fokus serangannya adalah hati tempat bersemayamnya hawa nafsu yang baik maupun yang buruk sebagaimana sabda Rasul Saw berikut :

Seandainya tidak karena setan yang mengerumuni hati anak-anak Adam, niscaya mereka dapat menembus masuk ke alam malakut di langit’ (HR Ahmad).

Alangkah mudahnya interaksi vertikal dengan Rabb, bila tak ada intervensi setan dalam kehidupan. Namun berandai-andai bukanlah solusi dan yang terpenting adalah mencari tahu bagaimana kita dapat mempersenjatai diri untuk menghadapi gempuran musuh abadi itu.

‘Wahai orang-orang yang beriman!Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu’ (QS Al-Baqarah, 2:108).

Islam secara keseluruhan (kaffah) diawali dengan sikap istiqamah (teguh, konsisten) yang memiliki tiga aspek; yaitu istiqamah aqidah, istiqamah ibadah, istiqamah ahlak (KH Jamaluddin Kafie, 2003). Pengertian istiqamah aqidah adalah teguh dalam keyakinan dan keimanan kepada Allah Swt dalam semua kondisi maupun situasi. Sementara istiqamah ibadah berarti tekun dan rajin menunaikan ibadah ritual formal (shalat, zakat, puasa, haji) serta teguh memelihara hukum syariah dalam dalam ibadah yang bersentuhan dengan aspek politik, sosial, ekonomi, iptek,& moral. Sementara istiqamah ahlak adalah senantiasa berbaik sangka pada Allah Swt dengan cara mengosongkan hati dari prasangka buruk, membersihkan hati dari penyakit-penyakit dan menghiasinya dengan segala sifat luhur nan mulia.

Tidak gampang memang menjadi pemenang dalam kehidupan ini apalagi sebagai manusia kita memang memiliki banyak kelemahan. Maka berserah diri pada yang Maha Sempurna saat mengawali dan mengakhiri sebuah ikhtiar adalah jalan yang terbaik lalu jalani semua dengan segenap kemampuan terbaik yang kita miliki. Bismillah…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun