[caption caption="GoJek terbukti lebih nyaman bagi konsumen (dok WS)"][/caption]
Koran pagi saya hari ini menurunkan berita Sehari, Empat Pengemudi Gojek Dianiaya sebagai salah satu pengisi halaman pertamanya dan itu rupanya adalah jawaban kenapa warna hijau ikon pengemudi motor di aplikasi GoJek saya tak lagi memenuhi layar ponsel saat saya buka kemarin pagi (22/10). Kesimpulan saya diperkuat pula oleh pemandangan langsung pada sorenya , melihat puluhan pria mengenakan jaket-rompi hijau terang berlogo GoJek berkumpul dengan gestur ‘siap-tempur’dalam kerumunan massa campuran warga entah dari mana plus sekelompok kecil polisi dalam posisi siaga mengamankan situasi.
Sebenarnya merupakan sebuah pemandangan yang langka melihat para pengemudi GoJek hadir di jalanan Bandung dengan mengenakan atribut mereka, pengemudi yang membonceng saya meninggalkan kawasan Moch Ramdan kemarin petang juga tak berseragam,”Kalau tak ada kejadian khusus seperti pemukulan teman-teman, kami memang memilih tak menggunakan seragam untuk menghindari bentrokan dengan pengojek pangkalan.” Tuturnya.
Orang boleh saja menilai sikap yang dipilih para pengemudi GoJek untuk menyembunyikan identitas profesi mereka saat mengantar penumpang sebagai simbol ‘takut’, namun saya pikir tindakan mereka untuk sebisa mungkin menjauhi konflik fisik adalah jauh lebih baik ketimbang aksi kriminal para oknum pengojek pangkalan. Bayangkan saja, mereka menghadang pengemudi GoJek secara keroyokan, memukuli pengemudi dan penumpang, merampas ponsel penghubung sang pengemudi. Bukankah itu modus yang sama dengan perampokan yang dilakukan oleh geng motor?
Pengalaman saya menggunakan jasa GoJek dalam frekuensi puluhan kali selama tiga bulan terakhir ini terbilang memuaskan karena kejelasan tarif dan identitas pengemudinya. Selain itu para pengemudi yang ‘kebetulan’ terpilih jadi pengantar saya sopan-sopan, ramah, tertib di jalan, dan saat mengemudi mereka sangat memperhatikan kenyamanan saya sebagai penumpang. Usia dan profesi mereka pun bervariasi, ada kelompok mahasiswa dari berbagai universitas, ada karyawan swasta yang menyambi jadi driver GoJek, ada yang memang full time meng-GoJek, bahkan ada juga pengojek pangkalan yang memang bergabung, meski sembunyi-sembunyi, ke perusahaan angkutan yang telah beroperasi sejak lima tahun silam itu.
Pada kasus-kasus penganiayaan terhadap para pengemudi GoJek yang dilandasi kecemburuan membutadan sikap kompetisi negatif para oknum pengemudi ojek pangkalan ini seharusnya para penegak hukum, khususnya pihak Kepolisian Republik Indonesia, bersikap tegas karena insidennya sudah terjadi berulangkali dan modusnya juga bisa dibilang selalu sama. Mestinya segera lakukan penertiban dan pembinaan para pengojek pangkalan, akan lebih baik bila manajemen GoJek juga diikutsertakan dalam prosesnya agar ada proses saling memahami yang lebih baiki antara GoJek dan Ojek Pangkalan (Opang).
Syukur-syukur Opang mau masuk menjadi bagian manajemen GoJek agar mereka bisa mendapat pelatihan cara mengemudikan motor yang tertib dan aman di jalan raya. Saya tahu adanya pelatihan tersebut dari salah seorang pengemudi GoJek yang mengantar saya pada sebuah kesempatan. Bahkan untuk urusan kelengkapan administratif, seluk-beluk pengoperasian aplikasi untuk para pengemudi yang akan direkrut, dan pemantauan kualitas kinerja pengemudi via sistem star rating-nyasaat bertugas , manajemen GoJek terbilang cukup disiplin.
Satu hal yang jelas, para pengemudi Opang juga harus memahami bahwa dalam bisnis apapun, termasuk angkutan umum, konsumen adalah raja yang harus dipuaskan dengan pelayanan terbaik. Tindakan mengintimidasi apalagi sampai mencederai pelanggan sama sekali tidak akan menguntungkan dan bahkan termasuk tindakan kriminal. Rezeki setiap orang tak akan tertukar, tak perlu mengotori diri dengan perbuatan keji untuk memperolehnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H