[caption id="" align="alignleft" width="450" caption="...pemimpin hendaknya menjadi panutan yang baik...(Google pic)"][/caption] Malaikat pernah ‘mempertanyakan' keputusan Allah Swt untuk menciptakan makhluk baru bernama manusia yang akan diserahi tugas kekhalifahan di muka bumi. Berdasarkan deskripsi yang diberikan Rabb pada mereka, para malaikat akhirnya menyimpulkan bahwa potensi manusia untuk melakukan perusakan dan pertumpahan darah di bumi kelewat besar. Namun Rabb Azza wa Jalla secara diplomatis menegur mereka,"Sesungguhnya Aku Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al-Baqarah, 2:30). Sifat Maha Adil Rabb diperlihatkan saat digelar semacam uji pengetahuan umum antara manusia pertama, Adam a.s, dengan para malaikat yang meragukan kemaslahatan penciptaannya. Materi yang diujikan adalah nama-nama berbagai makhluk di bumi dan atas ijinNya, malaikat harus mengakui kelebihan manusia atas diri mereka (QS Al-Baqarah, 2:31-33). Adam a.s. pun dinyatakan lulus verifikasi dan malaikat pun mematuhi perintah Allah Swt untuk bersujud di hadapan khalifah bumi yang pertama itu. Sistem kekhalifahan di bumi menurut M Quraisy Shihab (1994) terdiri atas tiga unsur yang saling berkaitan ditambah unsur keempat yang berada di luar ketiganya namun memiliki peranan penting dalam memberikan arti bagi sistem kekhalifahan itu. Ketiga unsur yang berkaitan adalah manusia sebagai khalifah, alam raya (diistilahkan ‘bumi' dalam QS Al-Baqarah, 2:21), dan relasi antar manusia dengan alam raya beserta segenap isinya termasuk dengan sesame manusia sebagai bagian dari istikhlaf (tugas-tugas kekhalifahan). Adapun unsur keempat adalah Rabb selaku Pemberi tugas kekhalifahan dan dalam hal ini, manusia harus memperhatikan dengan seksama kehendak Sang Pemberi tugas agar dapat mengarahkan fungsi kekhalifahan di jalur yang tepat. Relasi manusia dengan sesama maupun makhluk-makhluk lainnya bersifat kemitraan yang mengacu pada kepatuhan terhadap Allah Swt karena kemampuan manusia dalam mengelola alam raya bukan hasil jerih [caption id="" align="alignright" width="400" caption="...pelestarian lingkungan bagian dari kepemimpinan...(Google.pic)"]
...pelestarian lingkungan bagian dari kepemimpinan...(Google.pic)
[/caption] payahnya sendiri namun semata-mata adalah anugerah dari Rabbul ‘alamin (
perhatikan QS Ibrahim, 14:32 dan Az-Zukhruf, 43:13). Itu berarti keberhasilan kekhalifahan manusia di bumi sangat tergantung pada kemampuannya membangun
interaksi yang harmonis dengan segenap unsur di alam semesta sesuai panduan Al-Qur'an maupun hasil eksplorasinya sendiri terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan hidupnya. Jadi selaku khalifah bumi, manusia hendaknya menghindari sikap sewenang-wenang dalam menggali manfaat dari hasil interaksinya dengan unsur-unsur pembentuk kehidupan di alam semesta ini. Termasuk dalam pengelolaan flora dan fauna. Kemaslahatan yang dituju hendaknya meliputi
segenap spesies, bukan terbatas pada
Homo sapiens saja. Perhatikan peringatan Allah Swt berikut : ‘
Sesungguhnya manusia berlaku sewenang-wenang manakala merasa dirinya mampu.' (QSAl-‘Alaq, 96:6-7). Kege-eran destruktif macam itulah yang telah memicu terjadinya eksploitasi hutan secara tidak bertanggungjawab hingga melahirkan banjir bandang dan rusaknya jalinan rantai makanan akibat punahnya spesies-spesies flora-fauna tertentu. Pembakaran hutan untuk pembukaan ladang-ladang baru yang menyalahi siklus baku seringkali menghadirkan polusi udara dalam skala internasional. Padahal alam raya ini bersedia melayani kehendak manusia karena Allah swt telah menundukkannya. Simak dan ingat kembali pengakuan para pendahulu kita yang diabadikanNya dalam QS Az-Zukhruf, 43:13 berikut : ‘
Maha Suci Allah yang menjadikan ini (alam semesta) mudah/tunduk bagi kami, sedang kami tidak mempunyai kemampuan untuk itu.' Lagipula pada setiap kerusakan lingkungan hidup yang terjadi, ujung-ujungnya manusia sendiri yang mesti menuai prahara. Isu pemanasan global, meluasnya lubang di lapisan ozon, krisis air bersih dan kekurangan pangan hanya sebagian kecil saja contoh buah perusakan yang telah kita lakukan. Padahal Allah Swt sudah mewanti-wanti,"
Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang berada di antara keduanya kecuali dengan (tujuan) yang hak dan dalam waktu yang ditentukan." (QS Al-Ahqaf, 46:3). Bagi spesies flora-fauna, tujuan penciptaan adalah kesempurnaan dan kesinambungan
siklus hidup sesuai masa hidup masing-masing. Jadi tebanglah pohon yang sudah cukup umur lalu lakukan reboisasi untuk melestarikan spesiesnya. Lebih baik budidayakan hewan yang bernilai komersial ketimbang membantainya dalam perburuan liar. Bila semua makhluk telah memperoleh hakikat dari tujuan penciptaan mereka di alam semesta, maka barulah bisa dikatakan bahwa manusia adalah khalifah yang berhasil. Mari berjuang untuk itu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya