Bahagiaku berasa nano-nano saat kubuka halaman ke-34 buku Cinta Indonesia Setengah Hati (ed.Pepih Nugraha, Bentang Pustaka, 2013). Senang banget karena posting lamaku di Kompasiana yang berjudul Sumpah Pemuda dan Globalisasi Aset Budaya Indonesia tercetak cantik di sana namun saat pandangan beralih ke baris nama penulis ...olala! Ada satu sukukata yang tersunat, dari semestinya Wahyuni Susilowati menjadi hanya Wahyu Susilowati. Kenapa bisa begitu,ya? Padahal dalam email pemberitahuan maupun alamat pengiriman bukti cetak, namaku tertulis dengan baik dan benar. Kalau diperhatikan dari deretan nama penulis dalam bab Nasionalisme, sepertinya sih semua berjenis kelamin cowok (koreksi ya bila salah...)...apa mungkin biar berasa macho juga, namaku ‘disesuaikan’? (Bercanda, kok...).
[caption id="attachment_290057" align="aligncenter" width="505" caption="Wahyu, tepatnya Wahyuni, Susilowati ...(dok WS)"][/caption]
Bahagiaku kian rame saat di halaman 239, kudapati postingku Mengapa Berhenti Membaca Buku yang pernah kutayangkan di Kompasiana edisi 20 April 2011 terpampang apik memperkaya bab Media, Teknologi, dan Kita; namun penyunatan namaku terulang di sana (hiks!). Ada harapan sih penerbit akan melakukan sesuatu untuk memperbaiki ini,soalnya Cinta Indonesia Setengah Hati adalah buku kolaborasi pertamaku dengan para penulis lain dan itu sebuah momen sejarah pribadi dalam perjalananku sebagai penulis atau khususnya, sebagai seorang Kompasianer yang kuawali pada 4 Mei 2010. Posting pertamaku di Kompasiana yang bertajuk Korupsi, Pelanggaran HAM, dan Manusia Lebah adalah langkah awalku kembali menapaki dunia kepenulisan setelah tahunan vakum karena terpaksa harus berkompromi dengan pergulatan bisnis yang menyedot energi kreatifku.
Perlu upaya yang lumayan masochis saat mengambil keputusan untuk kembali ke dunia yang menjadi bagian dari passion kehidupanku, maklum itu kudeklarasikan justru ketika kondisi finansialku tengah bangkrut-bangkrutnya. Alhamdulillah, pilihan itu nampaknya diberkahi Yang Maha Kuasa karena setelah cukup rutin menayangkan tulisan di Kompasiana, profil pekerjaanku pun berangsur-angsur berubah. Yupz, media jurnalisme warga yang dibidani oleh Pepih Nugraha ini sukses menjadi semacam galeri bagi karya-karyaku yang pada akhirnya membawaku pada berbagai tawaran untuk meliput berbagai event, menjadi editor naskah/buku, dan tentu saja menulis buku. ‘Anak kandung’ku yang pertama lahir pada tahun 2012 berupa sebuah buku yang membahas dinamika sebuah unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang bernama Resimen Mahasiswa (Menwa) berjudul Patriotisme dan Dinamika Resimen Kampus (Nuansa Cendekia, 2012) yang resensinya masuk rubrik bibliotika! di KompasKampus edisi 17 September 2013 lalu.
[caption id="attachment_290058" align="aligncenter" width="505" caption="Saudara sepupu.... (dok WS)"]
“Segala potensi regional diolah sedemikian rupa agar memiliki tempat dalam pergaulan maupun pasar internasional” (h.35)
“...mengakses buku-buku berkualitas adalah sebuah jalan bagi siapa saja yang ingin mencapai kemajuan berarti bagi masa depannya.” (h. 240).
Salam Kompasiana, mari membaca dan menulis dengan sepenuh cinta ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H