“Kritikus seni rupa senior seperti Jim Supangkat saja sampai terheran-heran saat mampir ke pameran ‘ARTefak Laut Kidul’ …” Papar Zufli Akmansyah, peserta pameran sekaligus Koordinator Seniman untuk event yang yang berlangsung pada tanggal16-25 Desember 2016 di Papuri Art Gallery, Bandung, itu,”Dia tidak menyangka kalau jumlah pelukis yang berpartisipasi bisa mencapai lebih dari seratus orang.” Katalog mencatat ada 112 karya lukisan terpajang di dinding arena pameran dengan catatan setiap pelukis hanya boleh menyertakan satu lukisan saja.
Selain Bang Zul, begitu dia biasa dipanggil; ada pula Eddy Hermanto yang dengan ‘malu-malu’ mengakui jabatannya sebagai Kurator Pameran, Patra Suganda Gunadarma peserta yang juga menangani event organizing,dan Basuki Bawono (68) alias Pak Bas, penggagas sekaligus Ketua Umum Pameran, yang menemani saya berbincang-bincang Sabtu (31/12) pagi itu di bengkel kerja Pak Bas yang terletak di kawasan Jl Cikaso Selatan, Bandung.
Bandung yang terkenal sebagai ‘Kota Seni’ pada beberapa tahun terakhir ini luput dari agenda-agenda seni rupa yang menggetarkan publiknya,”Berbeda dengan Yogya yang selalu hidup dan ‘ramai’ dengan berbagai kiprah keseni-rupaannya.” Papar Pak Bas,”Maka begitu ada pendekatan dari Erik Hadinata, pemilik Papuri Art Gallery, untuk menyelenggarakan pameran lukisan pada November 2016 ,”Langsung saja disambut dengan mengumpulkan teman-teman di bengkel ini, membahas apa dan bagaimananya … yah, persiapannya cuma sebulan dengan panitia inti hanya enam orang.” Dua nama lain dari six musketeers penyelenggaraan ‘ARTefak Laut Kidul’ adalah Bambang Kuswindarto dan Iyan Riyana.
Bahkan nama ‘ARTefak’ punya kisahnya tersendiri, “ Itu perpaduan kata Inggris art dengan kata Sunda tepak ,”Ujar Eddy yang dinilai Pak Bas cukup jago berolah kata,” Art berarti seni, sedangkan tepak itu istilah urang Sunda untuk menepuk bahu seseorang dengan penuh keakraban.” Tepak pun mengacu pada ajakan untuk menjalin silaturahmi.
“Silaturahmi adalah misi utama dalam pameran ini.”Ujar Bang Zul yang kompak diamini oleh Pak Bas, Patra, dan Eddy,”Semua pelukis dari mulai yang belajar secara otodidak, berlatar akademisi, bahkan dari pelosok terpencil sekali pun diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi.”
Misi silaturahmi ini pula akhirnya yang membuat Eddy, Sang Kurator, memutuskan untuk tidak menghadiri acara pembukaan pameran,”Seleksi berdasarkan kualitas tidak diberlakukan dalam menyaring karya-karya yang ditampilkan dalam ‘ARTefak’ ini karena memang tujuannya melibatkan sebanyak mungkin pelukis dengan berbagai latar agar bisa bertemu, berkenalan, dan membentuk semacam jaringan,”Tutur Eddy yang selanjutnya memaparkan bahwa keputusan itu ternyata mengundang kecaman dari para inohong (sesepuh/tokoh terkemuka yang sangat didengar perkataannya oleh publik, -pen.) seni lukis Bandung,”Daripada harus mendapat hujatan terbuka, mending saya nyumput saja.”
Bahkan ada pula workshop melukis dasar yang melibatkan hampir seratus murid dari SMP Negeri 51 dan SMK Negeri 9 Bandung yang dipandu oleh Bang Zul dan Patra yang sangat gembira melihat betapa bersemangatnya para remaja itu belajar melukis dalam suasana akrab dipandu oleh pelukis-pelukis senior yang dengan senang hati berbagi ilmu.
Pameran lukisan yang umumnya ramai pengunjung hanya pada saat pembukaan dan penutupan nyatanya tidak berlaku untuk ‘ARTefak’ yang hari-hari penyelenggaraannya senantiasa dihangatkan oleh para pelukis yang sengaja datang ke lokasi pameran untuk berbincang tentang banyak hal,”Ada yang datang dari pagi dan sampai jelang tengah malam betah di situ.”Ungkap Pak Bas yang diimbuhi Patra dengan kisah dua pengunjung asal Malang dan Pemalang yang sengaja hadir malam-malam untuk memotret lukisan-lukisan yang terpajang di situ,”Saya sempat dengar dari obrolan-obrolan itu yang menyebutkan ‘ARTefak’ merupakan pameran lukisan yang paling meriah tahun ini.”
Bisa jadi sosok jelita misterius Nyi Roro Kidul yang merupakan obyek lukisan primadona dalam pameran tersebut turut menambah daya pikat ‘ARTefak’, maklum keberadaan sosok mitologis itu memang sudah menyatu dengan keberadaan Pantai Laut Kidul dalam pemikiran mayarakat Jawa. Ada banyak tampilan Ratu Pantai Selatan dalam berbagai versi menghiasi kanvas-kanvas para peserta pameran. Termasuk di antaranya lima lukisan karya panitia kecil ini.
Khusus bagi Pak Bas yang ditahbiskan sebagian kalangan seni sebagai salah satu maestro dalam urusan melukis Sang Ratu, ‘ARTefak’ adalah anugerah kejutan istimewa,”Saya sudah lama mengangankan pameran khusus untuk Ibu Ratu dan ‘ARTefak’ ini sepertinya merupakan sebuah jawaban, apalagi hari pembukaannya bertepatan dengan hari lahir saya tanggal 16 Desember… waaah ...”Ekspresi wajahnya memancarkan rasa syukur yang begitu dalam.