Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ane Matahari, Apresiasi Puisi untuk Silaturahmi Batin Anak Bangsa

7 September 2016   08:11 Diperbarui: 7 September 2016   08:29 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Percakapan santai aspiratif di pinggir kali (dok WS)

“Jangan salah, Mbak … biar kayak begini (tangannya bergerak mengacu pada penampilan dirinya yang sangat khas seniman dengan ekspresi yang terkesan sangar), saya ini pernah ngajar anak-anak TK.” Tutur Ane Matahari (45) saat kami berbincang santai di sebuah saung kecil di pinggir sungai Kalimalang, tempat para anggota komunitas Sastra Kalimalang, Bekasi,  biasa berkumpul beberapa sore (3/9) lalu,”Awalnya yaa… sawan,Mbak!” Lanjutnya menerangkan betapa bocah-bocah balita nan imut menciut bahkan ada yang sampai menangis saking takut dengan penampilan lelaki jebolan Institut Kesenian Jakarta yang berperawakan tinggi-besar, berkulit agak gelap kenyang sengatan terik matahari, rambut gondrong  plus wajah berhias kumis dan jenggot itu.

Akhirnya Ane memakai metode pendekatan memperdengarkan variasi bunyi-bunyian yang secara bertahap dipadukannya dengan berbagai gerak sederhana,”Kalau dari jauh memang terlihat aneh, tampang sangar begini dirubung anak-anak kecil sambil …(dia memperagakan gerakan-gerakan membentuk lingkaran dan persegi dengan tangannya sambil menggumamkan lagu anak-anak), tapi pelan-pelan akhirnya terjalin silaturahmi batin dan ada saat-saat emak mereka nelpon saya untuk ngomong sama anak-anaknya kalau ada masalah.”

Silaturahmi batin itu pula yang terus diperjuangkan Ane untuk terus terjalin dengan berbagai kalangan dari mulai para pengamen jalanan, narapidana, nelayan, pelajar, mahasiswa, dan segenap lingkungan sosial, termasuk para veteran pasukan khusus dengan luka fisik maupun psikis permanen akibat perang,  yang bisa disambanginya. Puisi adalah media yang ditawarkannya,”Saya suruh mereka semua bikin puisi.”Ujar lelaki yang dipercaya oleh Balai Bahasa untuk keliling seluruh Indonesia dan menularkan virus musikalisasi puisi ini,”Bangsa kita saat ini tengah dilanda krisis berbahasa, semua menyuarakan opini dengan bahasa yang kasar vulgar hinggamenyebabkan perpecahan di sana-sini dan pendangkalan makna kata.”

Puisi adalah opini yang telah melalui proses perenungan  para penulisnya hingga kata-kata yang kemudian mengemuka merupakan hasil seleksi terbaik yang akan mendorong pada eksplorasi makna yang tersimpan dalam estetika sastra penyairnya,”Sekarang ini lirik-lirik lagu tentang cinta terhenti pada sebatas pemenuhan nafsu, coba bandingkan dengan gaya Sapardi Djoko Damono … (dengan tangkas namun tetap menjaga ritme, Ane mengutip sepenggal puisi karya penyair senior itu ‘Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu // Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang membuatnya tiada//) “.

Yah, puisi menggubah sekadar ‘I love you’ yang diucapkan sambil lalu menjadi wacana yang mengundang perenungan dan repetisi proses ini untuk berbagai jenis opini akan menjadi semacam evolusi yang lambat laun menghantar para pelaku kepenyairan berikut komunitas lain yang terhubung padanya bertumbuh menjadi pribadi-pribadi yang akan berusaha saling berkomunikasi dengan memperhatikan keindahan berbahasa. Evolusi ini, yang karena berhubungan dengan  kesadaran memilih kata-kata baru dan personal, akan mengasah pula bilah-bilah kreatifitas penulisan hingga diharapkan suatu saat dapat meredam erosi orisinalitas karya yang bernama kopas alias copy paste yang kini begitu popular, terutama di kalangan masyarakat medsos.

Ada tiga penyair Indonesia yang melahirkan kekaguman tersendiri dalam diri Ane, yaitu  Chairil Anwar yang melegenda dengan puisinya yang berjudul Aku,Sutardji Calzoum Bachri yang mentahbiskan diri sebagai Presiden Penyair Indonesia dan Amir Hamzah, bangsawan penyair asal Langkat (Sumatera), yang digelari Raja Penyair Pujangga Baru.

”Mereka bertiga adalah sosok penyair yang ‘berbeda’ dibanding penyair-penyair lainnya,”Papar Ane mengungkap latar kekagumannya,” Chairil karena … (Ane membacakan penggalan puisi ‘Aku’, Aku ini binatang jalang//Dari kumpulannya terbuang//); Om Tardji itu sudah saya kenal sejak kanak-kanak, saya lihat sendiri botol-botol birnya di kamar sampai dia dijuluki ‘Penyair Bir’ dan sekarang ini Om Tardji sudah sampai pada tataran religius hingga pengennya dipanggil ‘Penyair Zikir’… kalau Amir Hamzah itu penyair yang menjalani hukuman mati oleh (pemerintah kolonial) Belanda, padahal dia tak bersalah.”

Puisi Amir Hamzah yang berjudul  PadaMu Juabersama puisi Taufiq Ismail berjudul  Karangan Bungadan karya Toto Sudarto Bachtiar berjudul  Pahlawan Tak Dikenal merupakan puisi-puisi pertama yang dimelodikan oleh Ane yang untuk skripsi kelulusannya di jurusan Etnomusikologi pada tahun 1992 melakukan pertunjukan musikalisasi puisi ke seluruh Indonesia. Terlahir sebagai anak kedua dari enam bersaudara H Freddie Arsy  pendiri kelompok seni Sanggar Matahari yang dikenal sebagai ‘Bapak Musikalisasi Puisi’ Indonesia, memelodikan puisi mungkin merupakan warisan yang menyatu dalam darah Ane,”Semua aspek kehidupan menjadi musik, bahkan saat kami memperkenalkan diri pada para tamu, kami menyebutkan nama dengan melagukannya …(Ane menyanyikan nama-nama).” Kisah Ane seraya menyebutkan bahwa ibunya pun mewariskan kecintaan pada seni,”Mama , Hj Rosmilla Freddie, terpilih sebagai Ratu Serampang Duabelas dan kini kami anak-anaknya semua berkiprah dengan komunitas seni masing-masing .”

Lantas bagaimana dengan anak-anak Ane? Suami dari Khadijah Al Zahra yang dikaruniai Gema, Genta, Gaung, dan seorang putri bernama Nada ini menuturkan ,”Mereka semua suka musik dan bisa memainkan alat musik, tapi belum ada yang menjurus ke musikalisasi puisi.”Ane tertawa seraya menekankan bahwa dirinya bukanlah penyair, tapi apresiator puisi dan bahwa sebelum memikirkan aspek melodi yang tepat, memahami kata-kata untuk menangkap ruh dalam sebuah puisi adalah langkah pertama yang harus dilakukan,”Jangan sampai aspek musikal justru bertentangan dengan pesan yang ingin disampaikan oleh penyairnya.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun