Kami baru saja selesai santap sahur saat Mak Bocil terdengar memanggil dari pekarangan depan basecamp. Cuma disahuti, tapi tak dibukakan pintu. Sesuai kebijakan yang berlaku bahwa jam menerima tamu, kecuali ada kasus-kasus darurat, dimulai dari selepas Subuh.
Mak Bocil adalah makhluk berbulu jenis crepuscular alias aktif saat matahari terbit dan saat matahari terbenam, di antara kedua waktu tersebut kebanyakan waktunya dimanfaatkan untuk tidur dipangkuan atau makan pellet yang diberikan oleh salah satu warga basecamp yang jadi sohibnya.
Yup, Mak Bocil adalah kucing liar yang sudah bertahun-tahun menjadi pengunjung setia dan berinteraksi dengannya adalah bagian dari keseharian kami, termasuk dalam Ramadan kali ini. Bukan hanya dia, beberapa generasi anak-anaknya juga sempat menjadi tamu tetap basecamp yang juga merupakan tempat Mak Bocil beberapa kali beranak dan membesarkan keturunannya sampai mereka pergi satu per satu.
Ada juga kucing-kucing liar lain di luar Mak Bocil sekeluarga yang rutin bertandang. Kami selalu menyambut mereka dengan pakan kucing, ajakan bermain, dan apa sajalah bentuk keramah-tamahan yang bisa diterima oleh makhluk-makhluk menggemaskan kesayangan Rasul Shalallahu'alaihi wassalam itu. Waktu berkunjung mereka dibatasi sampai jelang Magrib, saat jendela-jendela harus dikunci dan tirai diturunkan. Kami siap menjadi teman, tapi ogah jadi asisten yang harus berkali-kali terbangun karena meongan mereka saat minta dibukakan pintu untuk buang hajat di tengah malam.
Interaksi dengan sobat-sobat berbulu ini selalu mewarnai aktifitas kami yang selama pandemi ini banyak dihabiskan di depan gawai. Untungnya syariat mencari nafkah kami seperti menulis, menggambar manga, dan trading saham memang tak bisa jauh-jauh dari internet. Meski, buat saya pribadi, rasa kangen meliput ke lapangan dengan berbagai dinamikanya acapkali merecoki kepala dan cuma bisa diredam dengan laa hawla walaa quwwata illa billahil'aliyyil adziem. Sengotot apapun kita ingin meraih hal-hal yang baik atau menangkal berbagai keburukan dalam hidup, mustahil kita lakukan bila Sang Penguasa Semesta tidak memampukan kita untuk itu.
Aktifitas harian kami selama Ramadan diperkaya dengan lebih intensif membaca Al Qur'an (tadarus)Â yang hari-hari biasa hanya dilakukan selepas Subuh dan saat menunggu Isya sesudah Magrib, kini dirutinkan seusai mengerjakan sholat-sholat fardhu/sunnah sepanjang hari. Targetnya bisa khatam (menamatkan membaca keseluruhan kitab) sebanyak mungkin. Kami semua sangat bersungguh-sungguh untuk hal ini.Â
Selain untuk mengejar bonus besar pahala  yang berlaku bagi semua jenis ibadah selama Ramadan, tadarus juga merupakan salah satu cara untuk recharge stamina mental dan fisik kami sebagai modal memakmurkan 11 bulan ke depan sampai tiba Ramadan berikutnya.
Wara-wiri bersih-bersih, belanja kebutuhan sehari-hari, atau menyiapkan hidangan buka-sahur tetap berjalan di antara waktu-waktu jeda aktifitas pokok kami. Tentu saja tidur siang pun masuk dalam agenda kegiatan para penghuni basecamp. Rasanya nyaman menggunakan barang 1-2 jam untuk mengistirahatkan pikiran dan tubuh setelah terjaga sejak sahur tadi.
Begitu adzan Magrib berkumandang, berbuka puasa ringan, kami mendirikan sholat lalu bersiap-bersiap menuju masjid. Sholat Tarawih berjamaah di rumahNya adalah salah satu nikmat dalam Ramadan yang sempat 'hilang' tahun lalu karena protokol pandemi, tahun ini bisa kembali dilakukan. Alhamdulillah.Â
Kami menutup malam dengan menangani hal-hal yang harus diselesaikan lalu berangkat tidur agar tidak kesiangan sahur dinihari esok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H