Rabu (29/4) lalu melalui website resminya Siti Herdiyanti Rukmana yang lebih akrab dengan panggilan Mbak Tutut memaparkan penyebab meninggalnya Sang Bunda, Raden Ayu Siti Hartinah atau lebih dikenal dengan Bu Tien Soeharto, duapuluh empat tahun silam yang didesas-desuskan akibat terkena peluru nyasar yang dipicu oleh perkelahian dua putranya Bambang Trihatmodjo dan Hutomo Mandala Putra, keduanya adalah adik kandung Tutut.
Tutut menulis, dalam laman tututsoeharto.id, bahwa saat ibunya wafat pada 28 April 1996, dirinya dalam kapasitas sebagai Presiden Donor Darah Dunia tengah bertugas memimpin sidang organisasi kemanusiaan tersebut di Perancis yang dilanjutkan di London.
Diapun bergegas pulang ke Tanah Air, langsung ke Solo karena jenazah Bu Tien sudah berada di sana untuk dikebumikan di pemakaman keluarga besar Astana Giribangun yang terletak di kawasan Karanganyar (Jawa Tengah). Tutut berada satu mobil dengan ayahandanya, Presiden Soeharto, dan terjadi percakapan tentang momen menjelang berpulangnya Bu Tien yang dituliskan pula oleh Tutut dalam laman resminya sebagaimana dikutip berikut ini.
'Di dalam perjalanan menuju makam, dengan suara yang dalam, tiba-tiba bapak bercerita.
"Ibumu pagi itu, mengeluh""Bapak, aku kok susah nafas yo""Bapak tanya mana yang sakit bu"Ibumu bilang "Ora ono sing loro (tidak ada yang sakit), mung susah nafas pak (hanya susah nafas pak)"
Bapak bertanya lagi, "Dadanya sakit nggak bu"Ibumu berbisik " Ora ono (tidak ada)"Bapak rebahkan ibu dengan bantal yang agak tinggi, karena ibumu susah nafasnya.Bapak panggil ajudan untuk segera menyiapkan ambulans. Ibu harus dibawa ke rumah sakit segera.
Saya mencoba bertanya ke bapak "Jadi ibu tidak mengeluh sakit sedikitpun pak?"Bapak menjawab dengan tegas, "Tidak, ibu hanya mengatakan susah nafas.""Jam berapa itu pak?" saya bertanya."Kurang lebih jam 3" kata bapak. Berarti setelah bapak sholat tahajut.
Kemudian bapak melanjutkan ceritanya, "Di dalam perjalanan, ibumu sudah tidak sadar. Sampai di rumah sakit, semua dokter sudah berusaha untuk membantu ibumu. Tapi, Allah berkehendak lain."
Bapak terdiam tidak bicara lagi. Sepertinya, bapak ingin mengungkapkan perasaan hati yang kehilangan ibu dengan bercerita.
Tak dapat saya bendung air mata saya '
Tulisan yang diberi judul '24 Tahun Yang Lalu' dan dipublikasikan pada 29 April 2020 itu nampaknya dibuat Tutut sebagai sebuah in memoriam sekaligus pemenuhan tanggungjawab moralnya sebagai anak sulung untuk menjaga nama baik keluarga dengan mengklarifikasi rumor negatif yang menyertai kepergian bundanya itu.