Pemberlakuan 'lockdown' selama enam bulan untuk mencegah penyebaran Covid-19 ternyata telah menyebabkan 31 juta kasus baru kekerasan dalam rumah tangga secara global, demikian Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperingatkan Selasa lalu (CBS News, 28 April 2020).
"Ini adalah krisis yang berkembang dalam krisis. Kita perlu memberikan perhatian maksimal pada hal ini sekarang." Papar Dr Ramiz Alakbarov, wakil direktur United Nations Population Fund (UNFPA).
UNFPA dalam makalah yang menggunakan data dari Johns Hopkins University, Avenir Health, dan Victoria University di Australia; meramalkan bahwa jika 'lockdown' ketat berlanjut sampai satu tahun lamanya, maka akan ada tambahan 61 juta kasus pelecehan domestik baru.
"Ini sangat mengganggu."Tandas Alakbarov,"(Karena) jika kita tidak melakukan apapun, tidak memberikan peringatan, maka per tiga bulan akan ada tambahan 15 juta kasus baru."Â
'Lockdown' ditengarai oleh pemerintah dan para aktifis di seluruh dunia telah memaksa korban yang selamat dari infeksi untuk mengisolasi diri sendiri; namun bila mereka harus bertahan di tempat yang sama dengan para pelaku kekerasan, maka konsekuensi yang harus dipikul bisa sangat menghancurkan secara fisik maupun mental.
Di Inggris, Polisi Metropolitan London mengatakan telah melakukan lebih dari 4.000 penangkapan terkait kasus pelecehan domestik dalam enam minggu pertama 'lockdown' nasional dan bahwa panggilan terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga telah meningkat sekitar sepertiganya (CBS News, 28 April 2020).
Sementara sebuah layanan hotline pengaduan kekerasan dalam rumah tangga Inggris mengatakan telah menerima 49% lebih banyak panggilan sejak langkah-langkah jarak sosial mulai diberlakukan.
Fenomena di atas membuat anggota parlemen Inggris mendesak pemerintah membuat rencana untuk mengatasi masalah ini.
"Diperlukan tindakan selama krisis Covid-19, baik selama 'lockdown' maupun setelahnya, untuk mencegah dan menanggulangi pelecehan serta mendukung para korban. (Karena) jika tidak, keluarga dan masyarakat akan menghadapi konsekuensi serius selama bertahun-tahun." Demikian pernyataan anggota parlemen Inggris dalam sebuah laporan yang diterbitkan Senin (27/4) lalu.
Kelompok hak asasi manusia Amnesti Internasional juga mendesak pemerintah melakukan tindakan terhadap 'darurat kekerasan dalam rumah tangga' di Amerika Serikat.
Alakbarov mengatakan bahwa langkah-langkah untuk mengekang penyebaran coronavirus tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk mengurangi layanan bagi perempuan yang dilecehkan di seluruh dunia seraya menjelaskan bahwa 'lockdown' juga telah mendorong naiknya tingkat kekerasan serta membatasi kemampuan perempuan mengakses bantuan yang dibutuhkan.
"Ini adalah fenomena universal yang terjadi. Jadi, mari kita perhatikan, mari kita bicarakan, jangan membungkamnya." Kata Alakbarov pada CBS News."Kekerasan dalam rumah tangga terus meningkat, para korban atau calon korban harus dapat mengakses perawatan dan dukungan untuk menyelamatkan jiwa mereka, bahkan selama 'lockdown' berlangsung. Kita tidak dapat melupakan kaum perempuan, baik yang dewasa maupun anak-anak (yang teraniaya) selama pandemi. Mari kita fokus pada mereka."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H