Para penyelidik dari Rainforest Action Network (RAN) pada Senin (30/9) lalu memaparkan hasil investigasi mereka yang menunjukkan bahwa dua perusahaan raksasa pedagang minyak kelapa sawit Asia, Golden Agri-Resources (GAR) dan Musim Mas Group (MMG), telah membeli minyak sawit dari dua pabrik yang bahan bakunya berasal dari sebuah perkebunan kecil pribadi di pulau Sumatera (Reuters, 1 Oktober 2019).
GAR dan MMG adalah pemasok minyak bagi sejumlah perusahaan terkemuka di dunia seperti Unilever, Nestle,,PepsiCo, Mondelez Internasional, General Mills, Kellogg's, Mars, dan Hershey Co.
Tim RAN menggunakan gambar-gambar pantauan satelit untuk menunjukkan letak perkebunan tersebut di Aceh, tepatnya di Suaka Margasatwa Rawa Singkil Aceh, sebuah kawasan konservasi yang ditahbiskan sebagai 'ibukota orangutan dunia'.Â
Hutan itu telah dibuka pada tahun 2013 dan ditanami kembali secara ilegal dengan kelapa sawit yang hasilnya dijual ke pabrik terdekat.
Kedua pabrik pemasok minyak yang dilaporkan RAN telah masuk daftar 'pengajuan keluhan' dari GAR dan MMG untuk ditindak-lanjuti dengan investigasi lapangan serta pengawasan selambatnya minggu depan. Selama tahap-tahap proses itu dijalani ada beberapa konsekuensi bisnis yang harus ditanggung.
MMG menyatakan tak akan melakukan pembelian baru sampai pabrik-pabrik itu memenuhi persyaratan produksi berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan ekologi (sustainability) perusahaannya, sementara GAR menunda keputusan sampai diperoleh hasil penyelidikan lengkap.Â
Satu dari dua pabrik yang dihubungi sudah menyatakan bersedia menjalani proses audit dan menerima tindak lanjutannya.
Keberadaan perkebunan sawit liar ini jelas-jelas sangat menghambat kemajuan upaya pelestarian spesies orangutan Sumatera (Pongo abelii) yang hampir punah. Perusakan hutan atas nama bisnis minyak sawit itu telah memicu banyaknya kasus orangutan mendatangi perkampungan penduduk untuk mencari makan.
Bila beruntung ditemukan warga penyayang binatang, dia akan jadi peliharaan sebelum terlacak petugas dan dikembalikan ke Rawa Singkil. Kalau tidak, ada banyak skenario tidak ciamik menantinya, dari mulai dieksekusi mati sampai dijadikan komoditas perdagangan gelap dalam kondisi mengenaskan.
Salah seorang peneliti orangutan, Ibrahim Ketambe, memaparkan terjadinya penurunan populasi orangutan sekitar 49 persen dari 279 ekor pada 20 tahun lalu dan tersisa 137 saja (Serambinews, 4 Februari 2019).
Ibrahim memberikan data penyusutan populasi orangutan meliputi Stasiun Penelitian Suaq Balimbing (Aceh Selatan), populasinya menyusut dari 40 ekor menjadi 20 ekor, Rawa Tripa Nagan Raya dari 30 menjadi 10 ekor, Stasiun Soraiya (Aceh Selatan) dari 9 menjadi 5 ekor, dan Trumon Asal (Aceh Singkil-Aceh Selatan) dari 15 ekor menyusut hingga tak menyisakan satu ekor pun.Â