"Belum pernah terjadi sebelumnya, aliran uang (cash flow) kami sampai serendah ini di awal kalender tahun berjalan dan dikuatirkan  masalahnya akan bertambah pelik karena kami akan segera kehabisan uang tunai dan krisisnya berlanjut lebih lama." Ungkap Sekertaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, sebagaimana dilansir oleh Fox News beberapa waktu (27/7) lalu.
Dia mendesak negara-negara anggota untuk secepatnya membayar kontribusi keuangan yang sudah disepakati untuk menangani krisis finansial yang tengah membayangi badan internasional tersebut.Â
Antonio, melalui sebuah surat yang ditujukan pada stafnya minggu lalu, menyatakan bahwa dia telah memperingatkan seluruh negara anggota tentang 'situasi kesulitan finansial yang tengah dihadapi PBB' akibat terlambatnya pembayaran kontribusi oleh negara-negara anggota.
Selanjutnya Antonio memaparkan bahwa PBB akan mulai berhitung untuk mencari pos-pos anggaran yang bisa dipotong tanpa mempengaruhi misi organisasi.Â
Dia juga akan mengajukan usulan-usulan pada negara-negara anggota seputar langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk memperkuat stabilitas keuangan PBB.
Ancaman Presiden AS, Donald Trump, untuk memotong sokongan dana negaranya untuk PBB dinilai bukan faktor yang berpengaruh langsung terhadap krisis keuangan lembaga tersebut.Â
AS memang mulai lebih cermat dalam mengawasi dana yang digelontorkan untuk PBB dan badan-badan lain, namun negara tersebut belum mengurangi atau menunda pembayarannya.
Juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric, menyatakan bahwa penyebab anjloknya kas PBB lebih disebabkan oleh 'keterlambatan pembayaran dan pembayaran yang belum diterima untuk mengakomodir anggaran tetap'.
"Keterlambatan itu sangat berpengaruh pada aliran kas kami dan bisa berdampak pula pada kemampuan kami untuk memberikan mandat."Imbuhnya.
Sementara itu Hugh Dugan, mantan diplomat AS untuk PBB, mengemukakan ada kemungkinan bahwa negara-negara lain meniru tindakan negara adidaya tersebut yang mereka persepsikan mundur dari komitmen-komitmen yang telah disepakati dengan badan diplomasi dan hubungan antar bangsa tersebut.
"Beberapa catatan menunjukkan bahwa Trump terus melanjutkan mendanai aktifitas PBB, memilih lembaga itu untuk memberikan sanksi pada Korea Utara, dan memanfaatkannya sebagai platform untuk membela Israel. Namun ada mispersepsi yang diumpankan oleh para pembenci Trump dan media penentangnya bahwa  pemerintahan Trump telah mencampakkan PBB."Ujar Hugh yang juga seorang professor di Seton Hall University's School of Diplomacy and International Relations itu.