Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saat Bukit (Keburukan) Menjadi Madu

27 September 2010   03:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:56 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ayahku menceritakan bahwa salah seorang di antara para Nabi yang bukan Rasul pada suatu ketika menerima wahyu dalam bentuk mimpi. Ia menerima perintah dari Rabb,’Jika kau keluar di waktu pagi; maka makanlah benda pertama yang kau temui, sembunyikan yang kedua, terimalah yang ketiga, yang keempat jangan kau putus harapannya, dan yang kelima larilah daripadanya.’

Keesokan harinya Sang Nabi dilanda kebingungan karena benda pertama yang ditemuinya adalah bukit hitam yang besar. Berkatalah ia pada diri sendiri,’Aku diperintah memakan apa yang kuhadapi ini (apa mungkin?).’Lantas ia tersadar,’Tuhan tidak akan menyuruhku sesuatu yang mustahil untuk dilaksanakan.’ Maka dengan mantap ia pun melangkah menghampiri bukit itu yang setelah didekati jadi mengecil sebesar suapan dan saat dimakan rasanya sangat manis bak madu. Ia pun berucap,’Alhamdulillah.’

Nabi tersebut melanjutkan perjalanan dan menemukan sebuah mangkok emas yang harus disembunyikan. Sesuai perintah, ia pun menggali sumur dan mengubur mangkok emas itu di dalamnya. Namun baru beberapa langkah ditinggalkan, tiba-tiba mangkok sudah muncul kembali di permukaan tanah. Begitu seterusnya sampai tiga kali. Akhirnya Sang Nabi menyerah dan berujar,’Saya telah melaksanakan perintah (semampu saya).’

Berikutnya dia bertemu seekor burung kecil yang sedang dikejar-kejar oleh seekor elang pemangsa dan burung itu berkata,’Ya Nabiyullah, tolonglah aku.’ Maka Nabi pun menerima dan menyembunyikan burung itu dalam bajunya.

Elang yang memburu burung kecil itu pun datang ke hadapannya,’Ya Nabiyullah, saya lapar sejak pagi dan saya yang mengejar buruanku itu, karena itu jangan kau patahkan harapanku dari rezekiku.’ Karena dilarang memutus harapan, dia pun memotong sedikit daging pahanya sendiri untuk santapan sang elang. Begitu elang berlalu, ia pun melepaskan si burung kecil.

Hal kelima yang dijumpainya ternyata bangkai yang sudah membusuk, Nabi itu pun bergegas lari menghindarinya. Lima perintah telah dilaksanakan, malam harinya ia berdoa,’Ya Rabbi, aku telah melaksanakan perintahMu, maka jelaskanlah bagiku semua itu.’

Nabi itu pun bermimpi dan ia mendengar,’Yang pertama kau makan itu ialah marah, pada mulanya sebesar bukit tetapi dengan kesabaran untuk menahan (mengendalikannya) maka hasilnya akan menjadi lebih manis dari madu. Kedua,amal kebaikan (budi) walaupun disembunyikan tetap akan terlihat. Ketiga, jangan mengkhianati amanat orang yang diberikan padamu . Keempat, usahakan memberi pada orang yang datang meminta kepadamu, meski kau sendiri masih membutuhkan. Kelima, larilah dari orang-orang yang sedang membicarakan keburukan orang lain (ghibah).’ “ (dikutip dari Abullaits Assamarqandi dalam kitab Tanbihul Ghafilin.).

Berkaitan dengan riwyat di atas, ada beberapa poin penting yang layak kita tafakuri, yaitu :

Pertama, Rasul Saw pernah bertanya pada para sahabat,”Siapa yang kalian sebut shura’ah itu?’ Kami menjawab,’Orang yang tidak pernah dikalahkan oleh orang lain dalam adu gulat.’ Beliau bersabda,’Bukan itu makna shura’ah, akan tetapi shura’ah adalah orang yang mampu menahan diri saat marah.’ “ (HR Muslim dari Abdullah bin Mas’ud r.a.). Pengertian menahan amarah meliputi tidak mencela dan mencerca, menuduh dan melaknat, atau bahkan memukul dan menyakiti, juga menzalimi serta tidak pula menahan hak-hak dari pihak yang menjadi sasaran kemarahan (Dr Al’Ajami Damahuri Khalifah, 2005). Adapun mengenai ganjarannya sebagaimana dituturkan oleh Abu Darda r.a.,”Aku berkata,’Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku sebuah amal yang dapat memasukkanku ke dalam surga.’ Beliau menjawab,’Jangan marah.’ “ (HR Thabrani).

Kedua, kebaikan yang tertinggi adalah yang dilaksanakan secara ikhlas bukan untuk menuai pujian atau sekedar pamer pada orang lain. Menurut KH Jamaluddin Kafie (2003), ikhlas berate mengkhususkan segala amal perbuatan hanya untuk Allah semata. Percayalah, emas murni tak akan kehilangan pamornya meski tercecer di dalam lumpur.

Ketiga, Rasulullah Saw, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Ibn Asy-Syakir, menjelaskan enam sifat yang merupakan sumber malapetaka di dunia; yakni hilangnya sifat amanah, hilangnya rasa malu, terbiasa berdusta, takabur, hasad, dan rakus/tamak (KH Didin Hafidhuddin, 2004). Hindari bencana dengan senantiasa memelihara amanat yang dipercayakan sebaik kemampuan kita.

Keempat,dalam sejarah Islam tertoreh kesetiakawanan para penduduk Anshar Medinah pada saudara-saudara seiman mereka kaum Muhajirin yang terpaksa hijrah dari Mekah demi mempertahankan aqidah. Mereka memiliki kesiapan yang tinggi untuk mengorbankan segala harta benda yang dimiliki bagi kepentingan saudara-saudara Muhajirin, meski kaum Anshar sendiri masih sangat membutuhkan semua itu. Keindahan persaudaraan nan kokoh yang dijalin dengan akhlak mulia antara kedua golongan ini diabadikan Allah Swt dalam QSAl-Hasyr, 59:8-9).

Kelima, Rasul Saw bercerita,” Pada malam Isra ke langit aku melalui suatu kaum yang dipotongkan daging pinggang mereka untuk kemudian dimakankan pada mereka disertai kalimat,’Makanlah apa yang dahulu kamu makan dari daging saudaramu.’ Maka saya bertanya,’Ya Jibril, siapakah mereka itu?’ Jawabnya,’Mereka dari umatmu yang senang menggunjing kejelekan orang lain (ghibah).’ “ (Abullaits Assamarqandi meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri r.a.). Sangat menjijikkan, bukan?

Semoga kesemuanya itu bisa menjadi masukan berharga sebagai bekal dalam menjalani segenap interaksi sosial dalam kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun