Mohon tunggu...
Sabrina Yudhistira Jumiranto
Sabrina Yudhistira Jumiranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

43223110015 - S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Quiz 9-Diskursus Mitos dan Logos Kejahatan pada Metafora Cincin Gyges

5 November 2024   11:50 Diperbarui: 5 November 2024   11:51 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam tanggapannya terhadap Glaucon, Socrates berargumen bahwa keadilan bukanlah sekadar konstruksi sosial yang muncul karena kepentingan individu, tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan yang baik dan bahagia. Menurut Socrates, individu yang menggunakan kekuatan Cincin Gyges untuk melakukan ketidakadilan sebenarnya terjebak dalam penghambaan terhadap keinginan dan nafsu mereka. Sebaliknya, mereka yang tidak menggunakan cincin tersebut untuk berbuat ketidakadilan berarti mempertahankan kendali atas diri mereka dan bertindak sesuai dengan rasionalitas yang pada gilirannya membawa mereka kepada kebahagiaan sejati.

Socrates percaya bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat ditemukan dalam hal-hal material, melainkan dalam pencarian nilai-nilai moral dan kebajikan. Menurutnya, kekayaan dan kesuksesan yang diperoleh tanpa keadilan dan kebajikan tidak akan membawa kebahagiaan yang mendalam. Dalam ajaran-ajarannya, Socrates sering menekankan pentingnya hidup sesuai dengan kebenaran dan keadilan, serta menolak pandangan bahwa kebahagiaan dapat diukur dengan kekayaan material.

Socrates menyatakan bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat dicapai melalui ketidakadilan, karena ketidakadilan merusak jiwa. Ia berpendapat bahwa keadilan lebih berharga daripada keuntungan yang diperoleh dari tindakan tidak adil, karena keadilan membawa harmoni dan keseimbangan dalam jiwa yang merupakan kunci untuk mencapai kebahagiaan. Dalam pandangan Socrates, menjadi adil adalah bagian dari hidup yang baik dan meskipun orang mungkin berpikir bahwa ketidakadilan menguntungkan secara material, pada kenyataannya itu mengarah pada ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan.

Konsep ini menunjukkan bahwa keadilan dan kebahagiaan saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Socrates berargumen bahwa meskipun dunia mungkin memberi penghargaan kepada orang-orang tidak adil, sejatinya keadilan adalah kebaikan yang jauh lebih berharga. Dengan cara ini, Socrates membantah pandangan Glaucon bahwa keadilan hanya diadopsi untuk menghindari konsekuensi negatif dan sebaliknya menunjukkan bahwa keadilan adalah jalan menuju kebahagiaan dan kesejahteraan jiwa.

Bagi Socrates, pencarian kebenaran dan keadilan adalah inti dari kehidupan yang baik dan tanpa kebajikan ini, hidup akan kehilangan makna. Dengan demikian, kebahagiaan sejati dapat dicapai hanya melalui hidup yang berbudi luhur dan selaras dengan nilai-nilai moral yang mendalam.

Plato mengkritik pandangan konvensional tentang keadilan yang diungkapkan oleh Cephalus, Polymarchus, Thrasymachus dan Glaucon, ia memperkenalkan teorinya sendiri mengenai keadilan. Plato mengemukakan teorinya tentang keadilan melalui analogi antara jiwa manusia dan masyarakat. Ia membagi jiwa menjadi tiga elemen: Akal, Roh, dan Nafsu. Keadilan individu tercapai ketika ketiga elemen ini berfungsi sesuai perannya tanpa mengganggu satu sama lain, dengan akal memimpin dan mengendalikan nafsu.

Dalam masyarakat, terdapat tiga kelas yaitu Kelas Filsuf (Penguasa) yang mewakili akal, Kelas Pejuang yang mewakili roh dan Kelas Produksi yang mewakili nafsu. Keadilan, dalam konteks ini adalah spesialisasi yang melibatkan pemenuhan tanggung jawab sesuai peran masing-masing tanpa intervensi. Keadilan dianggap sebagai prinsip dasar negara, di mana setiap individu berkontribusi untuk kesejahteraan kolektif.

Bagi Plato, keadilan adalah elemen penting dari kebajikan manusia dan berfungsi sebagai pengikat antar individu dalam masyarakat. Keadilan merupakan kualitas yang mendasari kebaikan dan kehidupan sosial. Ia berperan sebagai tatanan dan tanggung jawab bagi berbagai aspek jiwa, mirip dengan kesehatan yang berfungsi bagi tubuh. Plato menegaskan bahwa keadilan bukan hanya sekadar kekuatan, melainkan sebuah kekuatan yang harmonis. Keadilan bukanlah tentang hak yang lebih dominan, tetapi tentang menciptakan harmoni yang efektif dalam keseluruhan. Semua konsep moral berfokus pada pencapaian kebaikan untuk individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Plato melihat keadilan sebagai elemen fundamental yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang baik, di mana keadilan berkontribusi pada kebahagiaan manusia. Karya terkenalnya, Republik, merupakan tulisan paling signifikan yang menguraikan pandangannya mengenai keadilan. Teori keadilan Plato berlandaskan nilai-nilai moral yang kuat, menjelaskan konsep kebajikan, serta pembagian kelas sosial yang dianggap masih revelan untuk semua zaman.

How

Kisah cincin Gyges merupakan peringatan mengenai bahayanya menempatkan kepentingan pribadi di atas segalanya. Ketika Gyges menemukan cincin tersebut, ia dihadapkan pada pilihan, yaitu apakah akan menggunakannya demi membantu orang lain atau hanya untuk kepentingan pribadinya. Gyges memilih untuk memanfaatkan kekuatan cincin itu demi keuntungan sendiri, keputusan yang menuntunnya pada korupsi dan kemerosotan moral. Dengan mengutamakan dirinya, Gyges menjadi seorang tiran yang bersedia melakukan apa pun untuk mempertahankan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun