Sedangkan saat perjalan pulang, ekspektasi didasarkan pada pengalaman perjalan (yang mengecewakan). Hal ini menyebabkan kita tidak memiliki harapan untuk perjalanan pulang. Oleh karena itu, perjalanan pulang terasa lebih singkat dibandingkan perjalanan pergi.
Pada akhirnya, Return Trip Effect mungkin berasal dari kombinasi faktor-faktor tersebut, dan mungkin beberapa perubahan yang belum ditemukan oleh para psikolog. Namun, penelitian terkini dengan jelas menunjukkan bahwa waktu adalah pengalaman subjektif, yang meluas dan menyusut dengan cara yang tidak sejalan dengan cara kerja jam.
Sumber Bacaan :
https://www.washingtonpost.com/news/wonk/wp/2015/06/11/scientists-have-discovered-why-the-return-trip-always-feels-shorter-than-the-trip-there/. Diakses pada 11 Oktober 2023 pukul 23.15 WIB
Niels van de Ven, Leon van Rijswijk, Michael M. Roy. (2011). The return trip effect: Why the return trip often seems to take less time. Diakses pada 12 Oktober 2023 pukul 08.30 WIB
https://www.psychologytoday.com/us/blog/talking-apes/202005/why-does-it-take-longer-go-there-come-back. Diakses pada 12 Oktober 2023 pukul 08.32 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H