Mohon tunggu...
Sabrina KhairunnisaZulkarnain
Sabrina KhairunnisaZulkarnain Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Program Studi Pendidikan Matematika

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dapatkah Anak Muda Menjalani Green Lifestyle? Mengapa?

18 Desember 2024   22:40 Diperbarui: 18 Desember 2024   23:09 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dengan semakin tertekannya isu terkait perubahan iklim, mengajak masyarakat terutama generasi muda untuk menerapkan green lifestyle bukan hal yang mustahil. Gaya hidup ini bukan hanya mode, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan. Artikel ini akan membahas apakah anak muda bisa beraktivitas dengan mengadopsi green lifestyle lengkap dengan tantangan dan hambatan yang akan mereka lalui ke depannya.


Apa itu Green Lifestyle?

Green lifestyle berfokus pada pola kehidupan berkelanjutan dan pengurangan pengaruh negatif pada lingkungan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan mengurangi pemakaian barang-barang plastik, penghematan energi, dan menggunakan barang-barang yang ramah lingkungan. Melalui cara ini, perubahan perilaku tidak hanya menyokong kelestarian alam tetapi bahkan memberi pertumbuhan pembiasaan baik yang akan membantu kelestarian di masa depan.


Tantangan yang Dihadapi Anak Muda

Anak muda sering kali dianggap sebagai agen perubahan. Namun, mereka juga menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani green lifestyle, antara lain:

1. Kurangnya Edukasi dan Kesadaran
Tidak semua anak muda memiliki pemahaman yang cukup tentang pentingnya menjaga lingkungan. Kurangnya edukasi formal maupun non-formal mengenai isu lingkungan membuat banyak dari mereka tidak menyadari dampak dari tindakan sehari-hari terhadap ekosistem.

2. Biaya Hidup Berkelanjutan yang Tinggi
Produk ramah lingkungan, seperti barang daur ulang atau makanan organik, sering kali memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan produk konvensional. Hal ini menjadi kendala bagi anak muda, terutama yang masih bergantung pada uang saku atau pendapatan terbatas.

3. Ketersediaan Fasilitas dan Infrastruktur
Tidak semua daerah memiliki fasilitas yang mendukung gaya hidup hijau, seperti tempat pengolahan sampah daur ulang, transportasi umum yang ramah lingkungan, atau toko yang menjual produk sustainable.

4. Tekanan Sosial
Dalam beberapa kasus, gaya hidup ramah lingkungan dianggap tidak populer atau bahkan merepotkan. Tekanan sosial dari lingkungan pertemanan yang kurang mendukung bisa menghambat semangat anak muda untuk konsisten menjalani green lifestyle.


Potensi Anak Muda dalam Menjalani Green Lifestyle

Meski tantangan cukup besar, anak muda memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor green lifestyle. Beberapa faktor yang mendukung, yakni:

1. Akses ke Teknologi dan Informasi
Generasi muda adalah pengguna aktif media sosial dan internet, yang memungkinkan mereka untuk memperoleh informasi tentang isu lingkungan secara cepat. Kampanye-kampanye di platform digital dapat memotivasi mereka untuk mulai bertindak.

2. Kreativitas dan Inovasi
Anak muda cenderung lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi. Mereka dapat menciptakan tren baru yang berkelanjutan, seperti thrifting (belanja barang bekas) atau mempopulerkan zero waste lifestyle.

3. Semangat Kolaborasi
Generasi muda memiliki kecenderungan untuk membentuk komunitas dan berkolaborasi. Komunitas lingkungan yang aktif dapat menjadi wadah untuk saling mendukung dan berbagi ide dalam menjalani green lifestyle.

4. Kepedulian terhadap Masa Depan
Anak muda adalah generasi yang akan merasakan dampak paling besar dari perubahan iklim di masa depan. Kesadaran akan hal ini dapat menjadi motivasi kuat untuk mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan.


Hambatan yang Dihadapi

Meski potensinya besar, ada beberapa hambatan yang membuat anak muda sulit sepenuhnya menjalani green lifestyle, di antaranya:

1. Keterbatasan Finansial
Produk ramah lingkungan sering kali memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan produk konvensional. Ini bisa menjadi tantangan bagi anak muda, terutama pelajar atau pekerja pemula dengan penghasilan terbatas.

2. Kurangnya Kesadaran atau Pengetahuan
Tidak semua anak muda memahami dampak dari kebiasaan mereka terhadap lingkungan. Misalnya, banyak yang belum tahu bahwa fast fashion adalah salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia.

3. Tekanan Sosial dan Konsumerisme

Media sosial sering kali mempromosikan gaya hidup konsumtif, seperti pembelian barang-barang baru untuk mengikuti tren. Hal ini bisa membuat anak muda kesulitan untuk beralih ke gaya hidup yang lebih minimalis dan berkelanjutan.


Kesimpulan

Kenyataannya, walau dengan segala tantangan dan hambatan yang ada, anak muda tetap dapat menjalani green lifestyle sebagai bagian dari tanggung jawab mereka terhadap lingkungan. Green lifestyle dapat dimulai dari langkah sederhana seperti mulai mendukung produk lokal dan berkelanjutan, mempraktikkan daur ulang, bahkan sampai memilih transportasi yang lebih ramah lingkungan. Melalui tindakan sederhana namun konsisten, mereka tidak hanya berkontribusi pada pelestarian alam, tetapi juga menciptakan budaya ramah lingkungan di masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk menyadari bahwa setiap langkah kecil menuju gaya hidup berkelanjutan sebenarnya merupakan proses dari langkah besar menuju masa depan yang lebih baik bagi bumi kita ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun