Mohon tunggu...
Sabrina Meirizqa Khaerunnisa
Sabrina Meirizqa Khaerunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa S1 Psikologi Universitas Airlangga. Saya tertarik dengan isu mengenai kesehatan mental, politik dalam negeri, budaya lokal, dan lain-lain. Saya ingin berkontribusi dengan menyuarakan opini yang saya ketahui. Saya juga terbuka dengan pandangan atau pendapat lain dan terbuka untuk mendiskusikan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Open Minded: Toleransi atau Hate Speech yang Tersembunyi?

4 Juli 2022   05:26 Diperbarui: 4 Juli 2022   06:40 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Kata atau istilah open minded saat ini menjadi trend di kalangan Millenials dan Gen-z yang ada di sosial media. Istilah ini dikenal sebagai sikap terbuka, memahami, dan menoleransi sudut pandang, pendapat, dan perilaku orang lain tanpa menjudge serta tanpa memaksa pendapat kita sendiri. 

Pada kajian kognisi sosial psikologi, istilah ini dikenal dengan kognisi berpikiran terbuka yaitu gaya kognitif dari bagaimana individu memproses informasi. 

Studi tentang kognisi 'open minded' mencerminkan perhatian inti dalam psikologi sosial. Penelitian disonansi kognitif mendokumentasikan adanya perhatian selektif dan bias penghindaran selektif yang memungkinkan individu untuk mempertahankan sikap mereka sebelumnya (Cooper, 2007). 

Penelitian ini mengkonseptualisasikan kognisi berpikiran terbuka sebagai gaya kognitif yang mempengaruhi bagaimana individu memilih dan memproses informasi. 

Gaya kognitif berpikiran terbuka ditandai dengan kesediaan untuk mempertimbangkan berbagai perspektif intelektual, nilai, pendapat, atau keyakinan---bahkan yang bertentangan dengan pendapat individu. Tingkat keterbukaan kognitif individu diharapkan bervariasi di seluruh domain (seperti politik dan agama).

Sayangnya, pemahaman mengenai open minded pada masyarakat Indonesia masih kurang bahkan masih banyak yang belum mengerti makna dari istilah ini sehingga banyak terjadi kesalahan interpretasi, bahkan makna istilah menjadi berubah. 

Open minded diartikan menjadi membenarkan segala sesuatu terlepas apakah hal tersebut benar atau salah. Arti open minded menjadi paradoks. Ketika ada pihak yang tidak menyetujui sebuah pendapat, maka pihak tersebut akan dicap salah, intoleran, dan tidak humanis. 

Orang dengan pemahaman paradoks ini cenderung berkiblat pada arus liberalisme dan akan mencela orang-orang yang menentang liberalisme atau orang dengan budaya ketimuran dianggap konservatif, kolot, dan lain-lain.

Contohnya pada topik mengenai cara berpakaian wanita. Di Indonesia sendiri, Indonesia memiliki kearifan budaya yang beragam serta aliran kepercayaan variatif. Kedua aspek ini secara berdampingan mengatur tingkah laku dan adat masyarakat. 

Mayoritas masyarakat Indonesia memakai pakaian yang sopan dan tertutup. Namun, karena adanya paradoks open minded yang sangat membela freedom of choice akan mendewakan orang-orang dengan prinsip berpakaian terbuka, meminta masyarakat untuk menghargai atau toleransi terhadap pilihan mereka. 

Namun, feedback yang mereka lakukan justru mengolok-olok orang yang berpakaian tertutup bahkan mengatakan bahwa model berpakaian tertutup termasuk kolot, berbahaya, tidak 'kekinian', dan banyak lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun