Saya adalah mahasiswi Universitas Airlangga angkatan 2024 yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga sederhana. Saat ini, saya sedang berproses untuk memperjuangkan masa depan yang lebih baik. Sebagai perempuan, saya ingin menyampaikan pemikiran dan perasaan saya, sekaligus menjadi suara bagi mereka yang merasakan hal serupa tetapi tidak memiliki kesempatan untuk berbicara. Saya menyadari bahwa tidak semua orang memiliki pandangan yang sama, namun saya percaya ada banyak yang memiliki pengalaman dan perasaan serupa dengan saya.
Berdasarkan data dari UN Women Indonesia, pada akhir tahun 2024, hampir 10% perempuan dan anak perempuan diperkirakan akan hidup dalam rumah tangga yang mengalami kemiskinan ekstrem. Lebih lanjut, data tersebut juga menunjukkan bahwa 1 dari 10 perempuan di dunia hidup dalam kemiskinan, terutama mereka yang berada di negara atau wilayah dengan konflik bersenjata. Angka ini, menurut saya, bukanlah hal yang kecil. Banyak perempuan di luar sana yang memiliki mimpi besar---seperti menjadi aktor, dokter, ilmuwan, atau profesi lainnya---tetapi terhalang oleh kurangnya fasilitas yang mendukung pencapaian mimpi tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: seberapa besar pengaruh kondisi ekonomi terhadap kehidupan dan masa depan perempuan?
Meskipun saya berasal dari keluarga yang tidak kaya, saya memiliki keyakinan bahwa usaha seorang perempuan untuk memperbaiki kondisi keluarganya adalah sesuatu yang mungkin dicapai. Banyak perempuan hebat yang berhasil bangkit dari keterbatasan, seperti Oprah Winfrey, J.K. Rowling, dan Susi Pudjiastuti. Mereka adalah bukti nyata bahwa perjuangan dari titik terendah dapat membawa hasil luar biasa. Keluarga saya pun selalu mendorong saya untuk terus mengembangkan potensi diri dan meraih mimpi saya, sejauh mungkin. Saya yakin, suatu hari nanti, saya akan menjadi perempuan hebat melalui usaha dan kerja keras saya sendiri.
Namun, dalam perjalanan ini, saya sering dihadapkan pada narasi seperti, "Perempuan membutuhkan laki-laki yang mapan dan kaya untuk mengangkat harkat dan martabat dirinya serta keluarganya." Pernyataan ini membuat saya kembali merenung: apakah kondisi ekonomi keluarga benar-benar berpengaruh besar terhadap kehidupan perempuan? Bagi saya, jawabannya adalah: ya. Kondisi ekonomi keluarga memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan perempuan, baik dalam hal akses terhadap pendidikan, peluang kerja, maupun kemampuan untuk mewujudkan mimpi mereka.
Â
Perempuan dan Ekonomi
Saya tidak bermaksud menyatakan bahwa perempuan adalah makhluk yang materialistis. Namun, kenyataannya adalah semua individu, baik perempuan maupun laki-laki, memerlukan sumber daya ekonomi untuk berkembang, yang dapat diibaratkan sebagai bentuk investasi. Banyak perempuan di luar sana yang bercita-cita menjadi pribadi hebat, namun sering kali terhambat oleh keterbatasan ekonomi. Hal ini bukan berarti bahwa kesulitan ekonomi membuat perempuan berhenti berjuang, tetapi ada dilema dan tantangan tersendiri yang perlu diungkapkan.
Salah satu faktor utama untuk mencapai impian adalah pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa pendidikan tinggi memerlukan biaya yang signifikan. Memang benar bahwa terdapat berbagai program beasiswa yang dapat membuka akses bagi perempuan berprestasi untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Namun, apakah proses tersebut semudah yang dibayangkan? Tidak. Beasiswa sering kali mensyaratkan pencapaian prestasi yang tinggi, sementara meraih prestasi tersebut juga memerlukan pengeluaran tertentu. Sebagai contoh, untuk mengikuti kompetisi nasional atau internasional, sering kali dibutuhkan biaya pendaftaran, atau setidaknya biaya transportasi, yang tidak sedikit.
Selain pendidikan, memulai karir juga memerlukan modal awal. Dalam pengalaman pribadi, keluarga saya selalu mengingatkan pentingnya memanfaatkan dan memaksimalkan sumber daya yang tersedia untuk berkembang. Dorongan ini memberikan pengaruh positif bagi saya untuk terus berusaha meskipun dalam keterbatasan. Namun, saya juga menyadari bahwa tuntutan zaman saat ini menghendaki standar kualitas yang semakin tinggi. Sebagai mahasiswi yang mengambil pekerjaan lepas untuk membuat video produk, saya menghadapi kendala karena kamera ponsel saya tidak memadai untuk menghasilkan video dengan kualitas yang diinginkan pasar. Jika saya yang masih memiliki beberapa sumber daya merasa kesulitan, bagaimana dengan mereka yang benar-benar tidak memiliki modal sama sekali untuk berkembang?
Kondisi ini menunjukkan bahwa perempuan dari keluarga dengan kondisi ekonomi rendah sering kali harus memprioritaskan kebutuhan keluarga, termasuk menyisihkan pendapatannya untuk membantu keuangan keluarga. Hal ini sering kali dilakukan dengan mengorbankan mimpi dan cita-cita pribadi. Akibatnya, muncul siklus yang terus berulang, di mana perempuan kesulitan untuk keluar dari keterbatasan ekonomi yang membatasi potensi mereka. Sayangnya, hal ini sering kali tidak disadari oleh masyarakat, yang cenderung menilai perempuan hanya berdasarkan penampilan luar tanpa memahami kualitas dan potensi mereka yang tersembunyi di balik keterbatasan tersebut.
Harkat Martabat Perempuan dan Laki-Laki