Mohon tunggu...
Alifiya Sabrina Nabrisatun N
Alifiya Sabrina Nabrisatun N Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

IR’ 22

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontribusi Liberalisme dalam Kerjasama Regional di Asia Afrika

14 Maret 2024   09:31 Diperbarui: 14 Maret 2024   09:33 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Liberalisme merupakan salah satu pandangan, paham, atau ideologi dalam bidang filsafat politik dan moral. Asal kata "liberalisme" berasal dari bahasa Latin, yaitu "liber," yang berarti bebas. Liberalisme mengadvokasi dan menganut prinsip kebebasan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), liberalisme diartikan sebagai aliran politik dan ekonomi yang memperjuangkan demokrasi dan kebebasan individu untuk berusaha dan berdagang. Artinya, liberalisme merupakan suatu paham yang mementingkan kebebasan individu dalam berbagai hal, termasuk kemerdekaan pribadi, kebebasan tempat tinggal, hak untuk menentang penindasan, serta perlindungan atas hak pribadi dan hak milik. Oleh karena itu, paham ini cenderung berkembang di dalam sistem demokrasi, namun penting untuk dicatat bahwa kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang diiringi dengan tanggung jawab, bukan semata-mata kebebasan tanpa batas.

Liberalisme muncul pada abad ke-17 dan ke-18 di bawah pengaruh para filsuf dan pemikir politik. Sebagaimana dijelaskan dalam buku "An Introduction to International Relations Theory: Perspectives and Themes" (2001), periode tersebut menjadi awal bagi para pemikir untuk memulai perdebatan tentang metode penciptaan keadilan, keteraturan, dan hubungan yang aman antar manusia. Seiring berjalannya waktu, liberalisme berkembang dengan mengadopsi tradisi optimisme yang didasarkan pada nilai-nilai seperti pengendalian diri, moderasi, dan kompromi, dengan tujuan untuk mencapai stabilitas dan perdamaian. Perspektif liberalisme dalam hubungan internasional mulai mendominasi setelah berakhirnya Perang Dunia I. Pada masa itu, Woodrow Wilson, Presiden Amerika Serikat, memimpin inisiatif pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Liga ini dirancang sebagai wujud dari keamanan bersama (collective security), yang bertujuan untuk mencegah terjadinya perang dan mempromosikan perdamaian dunia.

Liberalisme menyampaikan pandangan mengenai prinsip-prinsip dasar kebebasan individu, rasionalitas, moralitas, hak asasi manusia, serta kesempatan dan kesetaraan hak bagi seluruh individu. Terdapat tiga asumsi pokok dari perspektif Liberalisme, yakni keyakinan pada kemampuan akal dan potensi manusia, preferensi terhadap kerjasama daripada konflik, serta penekanan pada kebebasan individu. Secara keseluruhan, liberalisme timbul dari ketidakpuasan masyarakat terhadap dominasi kekuasaan absolut, yang menghasilkan transformasi menuju kebebasan individu dalam berbagai aspek kehidupan.

Dalam implementasinya, perspektif liberalisme terbagi menjadi empat aliran. Dalam buku yang berjudul Introduction to International Relations: Theory and Approaches edisi kelima, Jackson dan Sorensen menjelaskan mengenai perspektif liberalisme sebagai berikut:

1.Liberalisme Sosiologi
Perspektif liberalisme sosiologi menguraikan bahwa studi dalam ranah hubungan internasional tidak terbatas pada analisis hubungan antara entitas pemerintahan semata, melainkan juga mempertimbangkan interaksi antara individu, kelompok, dan sektor masyarakat sipil.

2.Liberalisme Interdependensi
Perspektif liberalisme interdependensi menyajikan pandangan bahwa proses modernisasi akan memperkuat ketergantungan saling antar negara. Selain itu, pendekatan ini menekankan peran yang lebih signifikan dari aktor-aktor transnasional daripada kekuatan militer sehingga menganggap instrumen militer sebagai sarana yang kurang relevan. Tujuan negara dalam perspektif ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dengan keamanan negara menjadi aspek yang kurang ditekankan. Kerjasama internasional akan menjadi lebih mungkin dalam kondisi interdependensi yang kompleks antar negara.

3.Liberalisme Institusional
Perspektif liberalisme institusional menjelaskan bahwa keberadaan institusi internasional dapat memfasilitasi kerjasama antara negara-negara. Pandangan ini menganggap institusi memiliki kemampuan untuk menangani isu-isu yang muncul akibat kurangnya kepercayaan antarnegara serta untuk mengurangi ketakutan negara-negara terhadap satu sama lain.

4.Liberalisme Republikan
Perspektif liberalisme republikan menggambarkan bahwa negara-negara yang menganut sistem demokrasi tidaklah perlu terlibat dalam konflik bersenjata satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh adanya nilai-nilai domestik yang mendukung penyelesaian masalah melalui kerjasama ekonomi dan ketergantungan yang saling menguntungkan, serta adanya kesamaan moral diantara mereka.

Liberalisme, pada prinsipnya, mementingkan perdamaian, kompromi, pengendalian diri, dan penolakan terhadap perilaku yang berlebihan. Sebagai akibatnya, paham liberalisme menentang sentralisasi kekuasaan pada aktor hubungan internasional yang terbatas hanya pada pemerintah atau negara semata. Meskipun keberadaan pemerintah atau negara tetap diperlukan dalam proses hubungan internasional, pandangan liberalisme menekankan pentingnya peran aktor non-negara seperti perusahaan multinasional (MNC), organisasi non-pemerintah (NGO), atau bahkan individu. Liberalisme menegaskan pentingnya perdamaian dan kerjasama, sehingga kerja sama internasional menjadi bagian tak terpisahkan dari filosofi tersebut.

Kerjasama internasional merupakan manifestasi yang khas dari prinsip-prinsip liberalisme. Hal ini mencerminkan salah satu aspek penting dalam studi hubungan internasional. Kerja sama internasional muncul sebagai tanggapan terhadap dinamika konflik internasional yang juga merupakan bagian integral dari ruang lingkup hubungan internasional. Isu utama yang muncul dalam kerja sama internasional adalah sejauh mana kerja sama tersebut dapat memberikan manfaat bersama yang dapat memperkuat prinsip-prinsip unilateralisme dan kompetitif. Karena itu, terbentuknya kerja sama internasional dipengaruhi oleh kompleksitas kehidupan internasional yang melibatkan berbagai aspek, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, lingkungan, budaya, pertahanan, dan keamanan.

Dari sudut pandang liberalisme, kerjasama antara negara-negara berkembang sebagai respons terhadap kebutuhan internal negara tersebut, bukan karena adanya tekanan eksternal atau pengaruh dari luar. Oleh karena itu, pendekatan liberalisme mendorong timbulnya banyak bentuk kerjasama bilateral dan regional. Sebagai contoh implementasi liberalisme dalam hubungan internasional dan liberalisasi perdagangan dapat dianggap sebagai manifestasi yang signifikan. Dalam kawasan Asia Afrika, liberalisasi perdagangan telah terbukti meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya perdagangan bebas, masyarakat di negara-negara kawasan Asia Afrika dapat melakukan perdagangan lintas batas secara independen, yang pada gilirannya mendorong pengembangan sektor industri di masing-masing negara. Dengan demikian, kualitas hidup masyarakat di kawasan Asia Afrika dapat ditingkatkan. Konsep liberalisme juga berpotensi untuk menyebarkan sistem pendidikan yang inklusif di negara-negara di kawasan Asia Afrika. Jadi, masyarakat di kawasan tersebut memiliki kebebasan untuk memilih institusi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun