Pernahkah kalian merasa takut mengungkapkan pendapat di media sosial karena khawatir akan mendapat serangan balik? Di era digital saat ini, budaya “canceling” sudah menjadi fenomena yang begitu kuat dan nyata. Cancel culture tak hanya memengaruhi individu, tetapi juga merek, influencer, bahkan selebriti. Fenomena ini bisa terjadi begitu cepat dan tak terduga, seolah media sosial adalah ruang sidang terbuka di mana siapa saja bisa “mengadili.” Pada tahun 2024, cancel culture telah berevolusi, menjadi lebih kompleks, dan sayangnya, semakin tidak terkendali.
Mengapa Cancel Culture Bisa Begitu Besar di Tahun 2024?
Perkembangan media sosial yang pesat di tahun ini mendorong semakin banyak orang mengutarakan pendapat, namun seringkali justru memperlihatkan sisi gelap cancel culture. Platform-platform populer seperti X(Twitter), Instagram, dan TikTok kini menjadi medan perang opini yang kerap tidak seimbang. Algoritma yang semakin pintar juga memperbesar kemungkinan konten kontroversial menjadi viral, memperparah fenomena cancel culture.
“Dulu cancel culture hanya terjadi pada orang-orang terkenal. Sekarang, siapapun bisa kena, bahkan untuk satu komentar kecil saja.”
Di 2024, ada beberapa kasus viral yang membuat kita semua lebih waspada dengan apa yang kita katakan. Misalnya, seorang influencer ternama yang terkena “cancel” karena sebuah video lama yang dianggap tidak pantas, atau sebuah merek besar yang diboikot karena kampanye iklan yang dinilai ofensif.
Dampak Cancel Culture pada Kehidupan Sosial dan Psikologis
Cancel culture bisa berdampak berat pada kesehatan mental, terutama bagi yang menjadi target. Orang-orang yang pernah terkena cancel culture sering mengaku mengalami kecemasan, depresi, bahkan merasa malu untuk kembali muncul di media sosial. Kasus-kasus semacam ini menunjukkan bahwa cancel culture tidak hanya berdampak secara sosial tetapi juga pada kesehatan mental yang sulit dipulihkan.
Bagaimana Kita Bisa Mengatasi Cancel Culture?
- Jangan Terburu-buru Menilai: Biasakan untuk mencari tahu fakta lengkap sebelum ikut-ikutan “cancel.”
- Tumbuhkan Empati di Media Sosial: Menjadi lebih empati akan membantu kita mengurangi perilaku yang terlalu “menghukum” orang lain.
- Bijak dalam Menggunakan Media Sosial: Ingat bahwa setiap orang bisa melakukan kesalahan, dan tidak semua harus dihukum seumur hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H