Mohon tunggu...
sabrina
sabrina Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

makan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Bunuh Diri yang Semakin Meningkat, Masalah Kesehatan Mental atau Tren?

27 November 2024   06:56 Diperbarui: 27 November 2024   07:01 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa bulan terakhir ini, telinga kita seolah tak pernah sepi mendengar pemberitaan mengenai kasus bunuh diri yang berulang. Pelaku bunuh diri terjadi pada kisaran usia yang beragam, dari anak muda hingga yang sudah bekerja. 

Namun hal ini lebih sering menimpa pada kalangan anak muda dengan kelompok usia 15-29 tahun. Dilansir dari WHO, lebih dari 726.000 orang yang meninggal akibat bunuh diri setiap tahunnya. Apakah ini benar-benar masalah kesehatan mental atau hanya sekedar tren?

Masalah kesehatan mental sering kali menjadi faktor utama yang memicu meningkatnya kasus ini. Seringkali masalah kesehatan mental seperti tekanan akademik, putus cinta dianggap sebagai fase remaja yang biasa dan seringkali kurang  mendapat perhatian. 

Masalah yang sering kali terabaikan dan kurang dianggap, membuat pelaku merasa kesulitan untuk menemukan jalan keluar yang benar ataupun terhambat untuk mencari pertolongan dari luar. Akibatnya, bagi mereka, bunuh diri adalah jalan pintas untuk mengakhiri penderitaan yang mereka alami.

Depresi, kecemasan dan ganggu mental lainnya sering kali menjadi pemicu tindakan bunuh diri. Kecenderungan untuk menyimpan dan memendam masalah, derita, dan kesulitan lainnya dalam diri kita sendiri dapat memicu gangguan mental. 

Depresi juga bisa disebabkan  oleh isolasi sosial, putus cinta, perubahan kehidupan, ekonomi yang kurang, dan tekanan akademik. Semua hal tersebut kadang menghambat para individu untuk mencari dan melakukan penyembuhan yang dapat membantu mereka untuk keluar dari ancaman bunuh diri.

Korban kekerasan orang tua, kurangnya kasih sayang dan perhatian yang kurang terhadap anak, juga sering kali menjadi faktor pemicu tindakan bunuh diri. Habisnya waktu orang tua untuk mencari nafkah membuat kasih sayang yang seharusanya tercurahkan buat anak-anak menjadi berkurang. 

Kebanyakan orang tua yang bekerja, saat mereka sudah memenuhi materi anaknya, menganggap dengan materi, kebutuhan anak sudah tercukupi. Mereka tidak boleh lupa bahwa buah hati mereka membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari mereka. 

Orang tua terkadang juga menjadi penghambat anak untuk memperbaiki diri dan menjalani konseling, dikarenakan mereka juga terkadang malu membawa anaknya ke psikolog. Orang tua atau keluarga harus menjadi garda terdepan dalam melindungi dan mengayomi anak-anak. Kasih sayang dan bimbingan orang tua menjadi kunci untuk mengawal anak-anak menjadi lebih tahan terhadap kecenderungan untuk bertindak negatif.

Selain orang tua, sosial media kini berdampak besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Melihat orang-orang yang memiliki segalanya, kehidupan kelas atas yang sangat menyenangkan dan seru, orang tua yang penuh perhatian dan kasih sayang, keluarga yang harmonis dan lainnya membuat mereka ingin memiliki kehidupan yang seperti mereka lihat di media sosial. 

Meski, kehidupan yang ditunjukan pada sosial media belum tentu benar adanya. Namun, mereka berfikir bahwa semua itu adalah kebenaran yang membuat mereka ingin memiliki hal yang sama seperti kebahagiaan hidup, keluarga cemara yang harmonis. Namun sayang, mereka tidak bisa memperolehnya yang lalu akan membuat mereka stress, depresi, cemas (anxiety).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun