Sebagaimana yang telah diketahui dalam era globalisasi saat ini pembangunan infrastruktur yang berbentuk sarana dan prasarana sebagai sebuah penunjang kelangsungan tujuan bernegara memiliki sebuah peran yang sangat lah penting. dalam mendukung sebuah pertumbuhan ekonomi infrastruktur merupakan salah satu faktor yang cukup penting. Penyediaan infrastruktur yang memadai dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan ekonomi Infrastruktur transportasi yang baik. Misal, akan membantu kelancaran arus manusia maupun barang sehingga dapat memacu perekonomian secara lebih berkelanjutan.
Penyediaan sebuah infrastruktur dapat dilakukan melalui beberapa skema. Skema yang paling banyak digunakan adalah melalui sebuah pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) maupun Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMN /BUMD). Dalam sebuah keadaan yang lebih terbatas, pihak swasta menggunakan sebuah program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) dan partisipasi komunitas (community participation) juga dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan infrastruktur.
Pemerintah dituntut untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan publik yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, di dalam suatu pelaksanaan pencapaian tujuan negara yang telah dilakukan, pemerintah tidak dapat melakukan sendiri. Dikarenakan terdapat keterbatasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 yang menyebabkan adanya selisih pendanaan (funding gap) yang harus dipenuhi. Terkait dengan kebutuhan pendanaan infrastruktur ini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan bahwa untuk periode tahun 2015 sampai dengan tahun 2019, Indonesia membutuhkan investasi strategis penyediaan infrastruktur sekitar Rp 4.796,2 triliun. Dari jumlah total kebutuhan pendanaan tersebut, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) secara keseluruhan hanya mampu memenuhi sekitar 41,3%.
Sementara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekitar 22,2% dan sisanya 36,5% diharapkan berasal dari partisipasi pihak swasta. Untuk dapat mengatasi itu, Pemerintah diminta untuk menggunakan beberapa alternatif pendanaan. Salah satu alternatif pendanaan tersebut yaitu melakukan sebuah skema kerjasama pembangunan yang mengikut sertakan pihak swasta. Akan tetapi dengan adanya keterbatasan pemerintah yang salah satunya adalah keterbatasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menjadikan peran investor atau pihak swasta sangat diperlukan untuk menciptakan dan juga mengembangkan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu, muncul konsep Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), yang menggunakan skema Public Private Partnership (PPP)
Public Private Partnership (PPP) atau sebuah kerjasama antara Pemerintah dengan swasta (KPS) adalah sebuah metode pembiayaan alternatif atau cara lain dari pengadaan pelayanan publik yang telah digunakan secara umum diberbagai negara,khususnya di negara negara maju (Sekretariat A4DE, 2012:1). Tidak ada pengertian yang resmi mengenai Public Private Partnership (PPP), namun dapat disimpulkan bahwa Public Private Partnership (PPP) adalah sebuah bentuk perjanjian antara sektor publik (Pemerintah) dengan sektor privat (Swasta) untuk membuat sarana layanan publik yang di ikat dengan sebuah perjanjian.
Berdasarkan dari hasil studi penerapan model public-private partnership Yusuf, Wallace dan Hackbart menyimpulkan terdapat tiga faktor kunci keberhasilan dalam menerapkan model public-private partnership. Faktor - faktor kunci tersebut anatara lain yaitu : yang pertama yaitu faktor proses. Faktor proses (process factor) yang harus ditinjau dalam penerapan kebijakan public-private partnership dalam penyelenggaraaan barang publik menurut (Yusuf, Wallace dan Hackbart: 2006) adalah faktor-faktor yang mendasar bagi keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Faktor yang kedua yaitu faktor mitra atau partner. Faktor mitra (partner factors) bertautan dengan isu-isu bagaimana cara memilih mitra yang tepat dan membangun hubungan kerja dengan mitra tersebut. Faktor yang terakhir yaitu faktor struktural. Aspek-aspek yang termasuk dalam faktor struktural ini antara lain peran dan tanggung jawab yang jelas dari pihak-pihak yang terlibat, adanya kontrak kerja yang berbasis kinerja dan adanya penegakkan akuntabilitas kontrak yang efektif.
Perbedaan penting antara skema tradisional dan skema Public Private Partnership (PPP) dalam penyediaan infrastruktur adalah fokus pengadaan pada skema tradisional adalah pada pengadaan barang/jasa sementara pada skema Public Private Partnership (PPP) pada pengadaan badan usaha yang akan bermitra dengan Pemerintah dalam menyediakan jasa infrastruktur sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dalam kontrak kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. Untuk mendukung pelaksanaan proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), menggunakan Skema Public Private Partnership (PPP), Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyediakan beberapa fasilitas dalam rangka mendukung pelaksanaan program Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Dukungan dimaksud dapat diberikan pada tiap tahapan pelaksanaan proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yakni pada tahap penyiapan, transaksi, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan.
Berbagai inovasi dalam penyediaan infrastruktur saat ini telah banyak dilakukan di berbagai negara. Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), dengan menggunakan skema Public Private Partnership (PPP) sebagai salah satu terobosan layak dipertimbangkan mejadi salah satu skema potensial yang dapat mendorong berbagai inovasi baru dalam penyediaan infrastruktur bagi masa depan. Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa proyek infrastruktur yang telah menggunakan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), dengan menggunakan skema Public Private Partnership (PPP) dalam pelaksanaannya. Ada banyak isu yang penting untuk diteliti lebih lanjut antara lain terkait efektivitas fasilitas-fasilitas fiskal Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), dengan menggunakan skema Public Private Partnership (PPP), maupun faktor-faktor sukses kritikal dalam pelaksanaan proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H