Bubur ayam telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi sarapan pagi masyarakat Indonesia. Di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), nama Mang Jecky telah menjadi ikon kuliner yang melegenda. Dengan gerobak sederhana dan cita rasa yang khas, bubur Mang Jecky mampu menarik perhatian mahasiswa dari berbagai kalangan. Tidak hanya sebagai pilihan makanan pagi, bubur ini juga menjadi simbol perjuangan, tradisi, dan kebersamaan yang mencerminkan dinamika kehidupan di kampus.
    Mang Jecky, dengan ramah menyapa setiap pelanggan, tidak hanya menjual makanan tetapi juga menawarkan filosofi hidup yang mendalam. Menurutnya, bubur ayam adalah metafora tentang harmoni kehidupan. Perpaduan nasi lembut, kuah kaldu gurih, potongan ayam suwir, irisan cakwe, taburan daun bawang, bawang goreng, kerupuk, dan kacang menggambarkan bagaimana setiap elemen memiliki perannya masing-masing untuk menciptakan rasa yang sempurna. Filosofi ini mengajarkan bahwa dalam kesederhanaan sekalipun, sesuatu yang luar biasa bisa tercipta jika semuanya seimbang.
    Kesuksesan bubur Mang Jecky tidak datang begitu saja. Pada awalnya, Mang Jeki hanyalah seorang pedagang keliling yang menjajakan buburnya di sekitar UPI. Bermodalkan gerobak sederhana dan keinginan kuat untuk bertahan hidup, ia harus bersaing dengan banyak pedagang lain. Namun, konsistensinya dalam menjaga kualitas rasa dan harga membuat bubur ini perlahan mendapatkan tempat di hati mahasiswa. Tahun demi tahun berlalu, gerobak bubur Mang Jecky kini tidak hanya sekadar tempat makan, tetapi juga menjadi bagian dari pengalaman hidup mahasiswa UPI.
    Gerobak bubur Mang Jecky biasanya ditempatkan di lokasi strategis di sekitar kampus UPI, tepatnya di belakang FPOK yang memiliki waktu buka dari jam 05.00 subuh hingga jam 13.000 siang. Lokasi ini dipilih dengan cermat untuk menjangkau mahasiswa yang sibuk dan membutuhkan sarapan cepat sebelum perkuliahan dimulai. Setiap pagi, antrean panjang menjadi pemandangan yang lumrah, terutama pada jam-jam sibuk. Bukan hanya mahasiswa, tetapi juga dosen dan staf sering terlihat menikmati bubur ini di sela-sela kesibukan mereka. Di era yang serba online saat ini, tentu sajamang Jeki tidak mau ketinggalan zaman, bubur ayam Mang Jecky juga tersedia dalam gofood dan Shopeefood yang mempermudah para pelanggan apabila tidak ingin datang kelokasi.
    Salah satu alasan utama bubur Mang Jecky begitu digemari adalah harganya yang sangat bersahabat untuk kantong mahasiswa. Dengan hanya Rp10.000 hingga Rp20.000, pelanggan sudah bisa menikmati seporsi bubur ayam lengkap dengan topping melimpah. Harga yang terjangkau ini membuat bubur Mang Jecky menjadi pilihan utama bagi mahasiswa yang ingin menghemat, terutama di tengah biaya hidup yang semakin tinggi. Selain itu, rasa yang otentik dan konsisten menjadi nilai tambah yang sulit ditandingi oleh pedagang lain.
    Penghasilan Mang Jecky, seperti halnya pedagang kecil lainnya, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jumlah pelanggan, harga jual per porsi, dan konsistensi penjualan harian. Dengan harga bubur berkisar antara Rp10.000 hingga Rp20.000 per porsi, Mang Jeki mampu menarik banyak pelanggan, terutama mahasiswa yang mencari sarapan murah dan cepat. Dalam sehari, gerobak buburnya dapat melayani hingga ratusan pelanggan, terutama pada jam-jam sibuk pagi hari.
    Jika diasumsikan Mang Jecky menjual sekitar 150 hingga 200 porsi bubur setiap hari, maka penghasilan kotornya bisa mencapai Rp1.500.000 hingga Rp2.000.000 per hari. Dari jumlah tersebut, tentu ada biaya operasional yang harus dikeluarkan, seperti bahan baku (beras, ayam, bumbu, kerupuk, cakwe), gas untuk memasak, serta biaya lainnya seperti transportasi atau perawatan gerobak. Setelah dikurangi biaya operasional, laba bersih Mang Jeki kemungkinan berkisar antara Rp200.000 per hari, tergantung pada jumlah penjualan dan efisiensi pengelolaan biaya.
    Dalam sebulan, jika ia berjualan setiap hari tanpa libur, pendapatan bersih Mang Jecky bisa mencapai Rp6 juta. Angka ini menunjukkan bahwa usaha sederhana seperti berjualan bubur ayam dapat menjadi sumber penghasilan yang signifikan jika dikelola dengan baik. Kesuksesan Mang Jecky tidak hanya datang dari kualitas makanan, tetapi juga dari kemampuannya menjaga loyalitas pelanggan dengan harga terjangkau dan pelayanan yang ramah.
    Kesuksesan Mang Jecky dalam menjalankan usaha bubur ayamnya bukan hanya tentang penghasilan, tetapi juga tentang dedikasi, kerja keras, dan ketulusan dalam melayani. Usahanya membuktikan bahwa dengan menjaga kualitas, konsistensi, dan hubungan baik dengan pelanggan, sebuah usaha sederhana dapat memberikan dampak yang besar. Kisah Mang Jecky adalah inspirasi bahwa setiap orang, dengan semangat dan tekad, mampu menciptakan peluang yang tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain. Semangkuk bubur Mang Jeki bukan sekadar makanan; ia adalah simbol perjuangan dan kebahagiaan yang terus dikenang oleh generasi mahasiswa UPI.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI