Istilah Distro sepanjang penulis menelusuri melalui mesin pencarian google, tak menemukan istilah ini pada negara lain selain Indonesia. Jadi bisa kita sepakati sepihak bahwa Distro merupakan istilah lokal yang disepekati hanya ada di Negara kita. Meskipun begitu kepanjangan dari istilah ini diambil dari bahasa Inggris; Distribution Store atau toko yang mendistribusikan sebuah produk. Penulis meyakini istilah ini kemudian disadari sebagai sebuah gerakan perlawanan terhadap perusahaan fashion Raksasa yang sudah mempunyai struktur bisnis dan infrastruktur pendukung lainnya yang mendominasi dalam bisnis busana ini. Sekilas kita pahami bahwa sebuah produk yang diproduksi dalam rantai bisnis mempunyai banyak elemen pendukung agar produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut dapat diterima oleh konsumen. Pada sebuah perusahaan fashion raksasa semua elemen ini dipunyai dan mendominasi pasar, mulai dari bahan baku, produksi, promosi hingga jalur distribusinya.
Pada artikel kali ini penulis akan fokus pada persoalan dominasi jalur distribusi saja. Berangkat dari jalur distribusi yang telah dikuasai oleh perusahaan fashion raksasa ini maka dominasi produk fashion yang beredar dipasaran hanya berisi produkproduk mereka saja, hal ini kemudian tidak menciptakan peluang bagi produsen fashion kelas menengah ke bawah untuk menditribusikan produknya kepada konsumen. Sehingga kapitalisme pada dunia fashion menyebabkan persaingan bisnis yang tidak Imbang.
Menurut Winardi (1989:299) yang dimaksud dengan saluran distribusi adalah sebagai berikut :
“ Saluran distribusi merupakan suatu kelompok perantara yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan produk-produk kepada pembeli. “
Sedangkan Philip Kotler (1997:140) mengemukakan bahwa :
 “ Saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi “.
Saluran distribusi pada dasarnya merupakan perantara yang menjembatani antara produsen dan konsumen. Perantara tersebut dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu ; Pedagang perantara dan Agen perantara. Perbedaannya terletak pada aspek pemilikan serta proses negoisasi dalam pemindahan produk yang disalurkan tersebut. Dominasi pada sektor jalur distribusi inilah kemudian membuat perintis awal bisnis fashion kelas menengah ke bawah ini membuat sebuah gerakan perlawanan pada jalur ditribusi yang kemudian kita kenal dengan istilah Distro.
Para pemain awal bisnis fashion kelas menengah ini kemudian membuat toko sendiri guna mendistribusikan produk mereka sendiri, semangat kemandrian inilah yang menjadi simpul dari gerakan perlawanan ini. Mereka membuat produk sendiri kemudian menjual kepada konsumen sendiri pula.
Memotong jalur distrubusi perusahaan fashion raksasa inilah yang menyebabkan bisnis independen ini berhasil booming dan menjamur.
Semangat Do It Yourself ini tidak hanya berhenti pada jalur produksi dan distrubusi saja, idealisme kemandirian ini juga terwujud pada model produk yang mereka jual. Pada mulanya Distro hanya menjual produk kaos dengan design yang sesuai dengan idealisme pelakunya. Kenapa kaos yang menjadi pilihan produk mereka? Penulis mencurigai bahwa kaos juga mereka pilih sebagai sebuah icon perlawanan dari formalisme atau kekakuan yang menjadi icon dari kemeja yang berdasi. Kaos memang mencerminkan sebuah suasana tidakakuan pemakainya. Para penyuka kaos cenderung memiliki jiwa bebas dan tidak suka kepada sebuah suasana formal. Kaos merupakan icon dari jiwa muda yang terus memberontak. Anak muda dan aktivitasnya menjadi semangat dari bisnis distro ini.
Bandung pada tahun 1990an merupakan kota yang menjadi pionir pada bisnis distro ini. Kemudian bisnis ini mengalami sebuah tren yang menaik pada sekitar tahun 1996; berbagai aktivitas yang dilakukan oleh anak muda menjadi simbiosme yang turut menghidupi bisnis ini. Musik dan skateboard kala itu menjadi sebuah lifestyle dari kebanyakan anak muda Bandung. Peluang inilah kemudian yang disasar oleh para pebisnis ini. Distro sebagai sebuah pola bisnis sangat mengikat para konsumennya, mutualisme ini bahkan tak jarang membuat sebuah komunitas sendiri yang sangat solid. Keunggulan inilah yang pada gilirannya menciptakan segmen konsumen yang loyal pada produkproduk mereka. Pasar yang mandiri ini kemudian membesar dan menciptakan peluang bagi pemain lainnya. Pada gilirannya pasar ini kemudian membentuk seperti sebuah komunitas bersama yang terus juga mendistribusi idealisme kemandirian.