Momen di saat hujan
Diwarung gorengan kecil yang berjejer rapi di terminal, disitulah Gue menunggu jadwal keberangkatan bis yang bakal ngebawa Gue ke surabaya. Sambil menunggu Gue kirim pesan singkat ke temen Gue yang ada di Surabaya. “Besok Gue sampai di Surabaya mungkin jam 11 siang, jemput Gue ya”, gak menunggu lama hp Gue bergetar, sebuah sms masuk, “Ok” balas temen Gue. Setelah itu nggak ada lagi pesan yang masuk, karena Gue jomblo.
Gak banyak yang bisa Gue kerjain selama masa menunggu tersebut, bener kata banyak orang, menunggu emang pekerjaan yang peling ngebosenin, bikin orang tiba-tiba aja jadi kehilangan akal, gak tahu harus ngapain.
Tapi Gue punya pandangan sendiri tentang menunggu. Gue sama sekali gak negebenci menunggu, karena menurut Gue dengan menunggu Gue bisa ngerjain hal lain, ibarat pepatah sambil menyelam, sambil minum air, bukan tenggelem ya maksud Gue, tapi dalam satu waktu bisa ngerjain dua atau tiga kegiatan sekaligus. Kayak anak-anak zaman sekarang, sambil makan masih bisa mainin gagdget, sebelum makan malah nyempetin buat selfie lalu upload dech di medsos, dasar anak alay.
Gue beli gorengan, sebelum Gue makan, Gue foto dulu, terus Gue upload. “Sambil nunggu bis,enaknya makan gorengan”.
Lalu Gue ambil sebuah buku yang sengaja Gue bawa buat jadi bahan bacaan diperjalanan. Sebuah karya anak muda Bandung yang luar biasa. Bukunya enak buat dibaca, gak ngebosenin, bahasannya juga santai, yang terpenting bukunya lucu banget, beberapa kali ketawa Gue lepas gulin-guling dijalan raya, gak perduli dengan sorotan mata yang mengarah ke Gue.
Beberapa kali tatapan Gue menembus langit. Mendung tiba-tiba aja singgah dilangit kota Bandung. Satu-satu bulir kristal jatuh dari langit, perlahan dan semakin deras. Orang-orang berhamburan memilih menepi, mulai menyesaki warung-warung kecil yang tadinya sepi, sunyi, tak tersentuh, tak dihiraukan percis seperti istri tua. Kini warung-warung kecil itu ramai, sang pemilik mulai menebar senyum, lantaran satu-satu pesanan muncul. Dari tempat duduk Gue amati, mereka sibuk menyiapkan pesanan, mulai dari kopi, gorengan dan makanan ringan lainnya. Hujan yang membawa berkah. Begitulah keliatannya.
Tak semua orang bisa bersahabat dengan datangnya hujan, Gue dan pawang hujan adalah salah duanya. Gue, gak menyukai hujan karena alasan klasik para fakir asmara, untuk Gue seorang laki-laki berhati lembut ini hujan selalu membuat Gue teringat banyak kenangan, terutama dengan mantan-mantan yang telah memilih jalan yang benar dengan ninggalin Gue. Mereka taubat setelah mendapat hidayah, dan setelah tahu isi kantong Gue selalu kritis.
Kali ini hujan gak sekejam biasanya. Ada sisi lain dari hujan yang akhirnya Gue mengerti. Mungkin dia akan membawa kesedihan untuk sebagian orang, tapi disisi lain, hujan justru berbaik hati. Seperti toko-toko kecil diterminal, tukang gorengan yang jadi kebajiran pembeli. Dari situ Gue belajar, bahwa gak semua yang menurut kita buruk itu buruk, pasti ada sisi baiknya. Gue pun beranjak dari tempat duduk Gue, tangan Gue mengembang, kepala menonggak keatas, lalu satu-satu hujan mulai menyentuh muka Gue. Gue dan hujan pun akhirnya bisa bersahabat.
“KANG JANGAN MAIN UJAN-UJANAN.” Teriakan melengking.
“JANGAN KAYAK ANAK KECIL” satu teriakan kembali terdengar.