Mohon tunggu...
sabiq rifatulloh
sabiq rifatulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tentang Segalanya Yang Semoga Bermakna

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kumandang Adzan: Diantara Ritual dan Keresahan

29 Mei 2024   10:24 Diperbarui: 29 Mei 2024   10:27 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Adzan merupakan sebuah pertanda akan masuknya waktu shalat fardhu dalam agama Islam. Hukum mengumandangkannya adalah sunnah menurut kitab al-Fiqh al-Manhaji ala Madzhab al-Imam as-Syafi'i dan fardhu kifayah menurut kitab Mausu'at al-Fiqh al-Islami al-Tuwaijiri. Dalam konteks zaman ini, adzan disamping sebagai sebuah ritual syi'ar keagamaan juga menjadi sebuah keresahan masyarakat, baik bagi sebagian kalangan muslim maupun nonmuslim. Persoalan keresahannya terletak pada suara bising adzan pengeras suara masjid yang saling sahut menyahut dari berbagai penjuru.

Persoalan keresahan bising suara adzan telah atau bahkan akan selalu menuai pro-kontra ditengah-tengah masyarakat. Seorang perempuan keturunan Tionghoa yang bernama Meliana adalah salahsatu orang yang mengeluhkan kebisingan suara adzan dikampungnya Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara. Namun nahas, kritiknya berujung pada persekusi massa dan pidana 18 bulan penjara. Tidak berhenti disitu, massa juga merusak rumah kediaman Meliana dan beberapa tempat ibadah di kota tersebut. Peristiwa tersebut sangatlah disayangkan untuk terjadi, segala bentuk kekerasan tidaklah dibenarkan bahkan dalam ajaran Islam sekalipun apapun alasan yang melatarbelakanginya. 

Umat Islam sudah seharusnya dan saatnya untuk merefleksikan diri mengenai seperti apa sebenarnya esensi syariat yang dikehendaki Islam terutama yang berkaitan dengan ritual adzan dan keharmonisan dalam bermasyarakat.

Kembali kepada hukum dikumandangkannya adzan adalah ada yang mengatakannya fardhu kifayah atau bahkan hanya sunnah semata. Sedangkan menjaga keharmonisan bermasyarakat terkhusus dalam lingkaran bertetangga adalah sebuah keharusan dan perintah langsung Rasulullah SAW dalam banyak haditsnya. Dalam kehidupan masyarakat yang beragam dan berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, tentu gesekan akan sangat rentan terjadi apabila tidak ada sikap toleransi dan saling menghargai antar sesama. 

Termasuk dalam konteks penggunaan pengeras suara masjid yang berlebihan ketika adzan dikumandangkan akan menimbulkan respon yang negatif karena menggangu orang yang sedang sakit, orangtua yang memilki anak kecil dan bahkan orang nonmuslim. Ini merupakan respon yang wajar dan seharusnya mendapat tanggapan yang postif dari pihak masjid terkait. Karena sebagaimana kaidah fikih menyatakan bahwa 'Mencegah kemafsadatan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan' dan ditambah juga dengan landasan dasar hukum menjaga keharmonisan bersama lebih kuat dalam pandangan Islam daripada syariat pengumandangan adzan menggunakan pengeras suara masjid.

Maka sudah seharusnya dan saatnya pengumandangan adzan dengan pengeras suara masjid perlu ditata lebih rapi lagi dan dikurangi dari segi volume dan kuantitasnya.

 Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 205;

"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai". Dari ayat tersebut terdapat hal yang menarik, yaitu Allah SWT memberikan catatan kepada siapa saja yang sedang berdzikir atau menyebut nama-Nya supaya tidak mengeraskan suaranya. 

Imam Asy-Syaukani dalam Kitabnya Tafsir Fathul Qadir menyebutkan bahwa terdapat salah satu pendapat yang menyatakan bahwa makna adz-dzikr dalam ayat ini adalah bersifat umum, mencakup segala bentuk yang dengannya dapat mengingat Allah SWT. Dengan begitu, adzan dapat dikategorikan sebagai bentuk dzikir karena isi kandungannya tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah bentuk panggilan untuk senantiasa mengingat dan menyebut nama Allah SWT. Maka secara tidak langsung kumandang adzan harus mengikuti apa yang telah dititahkan Allah SWT dalam firmanya, yaitu dengan tidak mengeraskan suara secara berlebihan karena khawatir akan menimbulkan polusi suara yang dapat menggangu ketenangan dan ketertiban lingkungan disekitarnya.

Terdapat banyak negara dengan penduduk mayoritas muslim diluar sana yang telah menerapkan dan mentertibkan dengan baik penggunaan pengeras suara masjid dalam pengumandangan adzan. Saudi arabia melalui Mentri Urusan Islam Saudi telah mengeluarkan aturan tentang batasan penggunaan pengeras suara masjid yang hanya boleh digunakan untuk mengumandangkan adzan dan iqamah saja serta dengan tambahan aturan batasan volumenya hanya boleh sepertiga dari volume maksimal pengeras suara tersebut. Begitu pula denga Bahrain yang dengan tegas menyatakan bahwa penggunaan pengeras suara masjid di atas 85 desibel dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran hukum. 

Di Indonesia sendiri Kementrian Agama telah menerbitkan Surat Edaran No 05 tahun 2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara masjid yang salahsatu peraturannya adalah volume pengeras suara masjid tidak boleh melebihi 100 desibel. Namun, dalam pelaksanaanya masih kurang optimal karena mendapatkan banyak tentangan dari masyarakat luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun