Pendidikan di Indonesia masih terbilang sangat rendah kualitasnya. Sebagaimana telah dikatakan oleh Direktur Pendidikan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Subandi Sardjoko, bahwa berdasarkan data United Nations Development Program (UNDP) 2011, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di urutan 124 dari 187 negara yang disurvei dengan indeks 0,67 persen. Sedangkan Singapura dan Malaysia mempunyai indeks yang jauh lebih tinggi yaitu 0,83 persen dan 0,86 persen [ http://www.beritasatu.com/pendidikan/144143-kualitas-pendidikan-di-indonesia-masih-rendah.html ].
Hal ini dikarenakan ada faktor yang tidak berjalan dengan baik; antara faktor pendidik, yang dididik, materi dan metode pendidikan, tujuan, ataupun lingkungan. Pendidikan yang semestinya diterima oleh anak dari para pendidik tidak hanya sebatas pelajaran berupa ilmu yang bernilai edukasi saja, melainkan juga karakter. Bagaiman bisa seimbang jikala seorang anak hanya memiliki ilmu edukasi saja tanpa memiliki karakter yang sesuai, atau sebaliknya. Ini masih sangat banyak ditemukan di negara Indonesia.
Pendidikan yang ada di masa ini, malah tidak lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya. Padahal teknologi yang ada semakin canggih dari tahun ke tahun. Tidak sedikit yang justru menyalahgunakan teknologi-teknologi tersebut, termasuk di kalangan pelajar maupun pengajar. Hal inilah yang dapat merusak karakter bangsa Indonesia, yang kemudian memiliki kemungkinan merusak dan mengurangi minat untuk lebih mengutamakan menuntut ilmu.
Betul memang, banyak pelajar Indonesia yang bercita-cita tinggi, dan bekerja keras dengan cara yang baik, menuntut ilmu untuk mencapainya. Ini, mungkin, tidak akan menjadi masalah untuk generasinya. Namun sering ditemukan, pelajar-pelajar yang begitu ambisius dalam memperoleh nilai pelajaran yang sangat baik, bahkan sempurna, dari pengajar mereka; tanpa pengajar tahu dari mana pelajar tersebut memperolehnya. Ada pula pelajar yang begitu santai menjalani kehidupan pendidikan di sekolah, yang hanya menikmati masa senang saja dengan teman-temannya, yang berakibat buruk pada otak yang tidak diasah, yang dimilikinya.
Hanya mengejar hal duniawi, itulah yang sangat banyak terjadi di Indonesia, bahkan dunia. Hal ini perlu dipahami, terutama oleh umat beragama. Bagaimana mungkin kita hanya mengejar hal duniawi untuk mendapatkan kehidupan kekal di akhir nanti yang baik? Maka seimbangkanlah keduanya! Perolehlah dan selesaikanlah urusan dunia dengan melihat pula kedepannya. Gunakanlah cara yang diterima baik oleh Tuhan. Karena ini adalah untuk diri sendiri dan didapat oleh usaha diri sendiri, namun tetap dengan bantuan Tuhan dan sosial dengan sesama manusia.
Dari apa yang pernah saya temukan pada orang lain, yang ternyata pernah ada pada diri saya sendiri, yaitu hanya tertuju pada silaunya hal dunia yang sebenarnya hanya bersifat sementara. Contoh dalam pendidikan yang saya ambil yaitu; siswa-siswa Sekolah Menengah Atas yang berkompetisi dan berlomba-lomba mendapatkan jalan masuk Perguruan Tinggi Negeri yang hanya melihat nilai raport. Karena tidak dilihat pula cara siswa tersebut memperolehnya, banyak siswa yang justru mencontek, bekerja sama pada saat bukan waktunya, mencetak atau menyalin karya orang lain; disamping ada siswa yang sudah bekerja keras dan bersusah payah belajar. Tidak sekali saja, nilai yang didapat siswa yang curang itu lebih baik, bahkan sempurna dari nilai siswa yang mengerahkan kekuatan akal dan usahanya sendiri. Terlihat tidak adil, bukan?
Akan tetapi, kualitas ilmu dan karakter yang dimiliki siswa yang berusaha keras mengerjakan sendiri, jauh sangat baik, namun jarang dipandang oleh pengajar. Maka, manalah yang sebaiknya mendapat hak yang baik itu? Cukupkah hanya dengan memandang seseorang sekedar dari ‘hitam di atas putih’? Lalu bagaimanakah nasib pendidikan dan masa depan generasi bangsa kita ini? Dan bagaimanakah yang akan terjadi pada karakter bangsa ini?
Pendidikan merupakan sumber daya manusia yang paling baik. Semakin tinggi kualitas pendidikan bangsa, semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Tapi tetap berdasarkan dengan karakter yang baik pula. Pernahkah terpikirkan oleh kita, satu tujuan besar mengapa manusia diturunkan oleh Tuhan ke dunia ini? Kehidupan manusia ini bukanlah main-main. Maka dari itu, jalani kehidupan kepada tujuan kita.
Tentunya untuk mencapai tujuan tersebut, sebagai manusia kita memiliki tugas. Jika ingin menjadi seorang dokter, polisi, pilot, tentara, dan apapun cita-cita kita, tugas kita adalah belajar, mencari ilmu, dan tentunya memiliki perilaku baik. Belajar, menjauhkan seseorang dari kebodohan dan dapat menaikkan derajat seseorang. Tentunya banyak sekali manfaat belajar dan menuntut ilmu. Maka tuntutlah ilmu meski sampai ke negeri Cina dan capailah cita-cita setinggi langit. Jika jatuh, jangan biarkan dirimu terus berada di dasar, tapi bangunlah, dan terus berlari sampai kau dapatkan cita-citamu. Namun jangan merasa paling tinggi, karena ada Tuhan yang paling tinggi dalam segalanya. Jadilah teladan untuk bangsa ini. Ajaklah mereka yang masih buta dengan pentingnya pendidikan untk menuju terangnya sukses karena belajar. Karena kalau bukan kamu, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H