Dunia yang merupakan sebuah sistem kapitalis kini makin memunculkan ketajaman persaingan pasar ekonominya. Integrasi ekonomi di dunia pada suatu negara saat ini cenderung lebih kuat kedudukannya daripada kepentingan politik. Sebetulnya negara di dunia memiliki tendensi untuk naik turun dalam menduduki sistem dunia. Negara core dapat menjadi negara semi periferi, kemudian negara semi periferi dapat menjadi negara core atau negara periferi, dan negara periferi suatu saat bisa saja berubah menjadi negara semi periferi. Dua negara yang jelas terang-terangan saling bersaing secara ekonomi dagang saat ini yaitu Amerika Serikat dan China. Persaingan dua negara tersebut makin memunculkan tendensinya terkait bagaimana sistem dunia masa kini mulai bekerja. Sampai saat ini, Amerika Serikat bahkan sudah hampir 70 tahun menguasai dunia. Namun kehadiran China yang makin melebarkan sayapnya kini menjadi sebuah momok besar bagi persaingan kegiatan ekonomi Amerika Serikat. Sistem dunia yang dulunya hanya didominasi oleh negara core seperti Amerika, kini kian terpapas karena hadirnya negara-negara di Asia Timur yang sudah semakin maju. China sebagai negara di Asia Timur yang telah sukses mendominasi sistem kapitalis dunia serta turut menguasai pasar melalui perdagangan pada logistik dan distribusinya, membuat Amerika memutar strategi terkait bagaimana melakukan perang dagang yang berpotensi berhasil mengalahkan China. Sebagai negara Asia yang dulunya terbelakang, tertutup dari pergaulan internasional, dan jauh di bawah Amerika, China pada tatanan sistem dunia yang baru kini memiliki Alibaba yang dapat menyaingi Amazon. Di bidang bisnisnya, China memiliki teknologi informasi yaitu Huawey yang dipakai sebagai platform operator telekomunikasi di berbagai negara belahan dunia. Bahkan saat Donal Trump, Presiden Amerka Serikat melarang produk Huawey di Amerika, China sudah memiliki platform-nya sendiri yaitu 5G China dan Hongmeng OS. Sehingga blokade ataupun daftar hitam yang sering ditujukan Amerika Serikat terhadap China sendiri tidak memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan dan keberlangsungan bisnis teknologi informasi untuk negara bagian Asia Timur ini. Dengan demikian, sebuah teori sistem dunia jika menurut Wallerstein, dapat menjelaskan bahwa tidak ada negara di dunia yang dapat melepaskan diri dari keberadaan ekonomi kapitalis global. Keberadaan suatu negara dalam sistem dunia juga tidak boleh dikaji secara terpisah atau tersendiri karena bukan merupakan satu sistem yang tertutup. Sistem sosial harus dapat dilihat bagian-bagiannya secara lebih menyeluruh.
Contoh konkrit dari adanya Teori Sistem Dunia ini yaitu kasus aksi saling balas antara Amerika Serikat dan China yang tentu saja bisa mengubah tatanan dunia sosial dan ekonomi dunia. Aksi saling balas ini berupa perang dagang AS-China yang bermulai pada 22 Maret 2018 setelah Donald Trump, Presiden Amerika Serikat mengumumkan bahwa negaranya berkehendak untuk mengadakan bea masuk yaitu sebesar US$50 miliar yang ditujukan untuk barang-barang Tiongkok di bawah pasal 301 UU Amerika Serikat Tahun 1974 tentang Perdagangan. Donald Trump menyebutkan bahwa adanya “praktik perdagangan tidak adil” oleh China dan pencurian karyawan intelektual. Pemerintah China kemudian membalasnya dengan menerapkan bea masuk untuk produk AS yang lebih dari 128 jumlah, terutama kedelai, yang termasuk ekspor utama AS ke China. Dengan hadirnya perang dagang Amerika Serikat-China yang mana merupakan dua kekuatan ekonomi terbesar dunia ini dapat menjadi sebuah titik krusial bagi keberlangsungan tatanan dunia internasonal yang baru. Kebuntuan perdagangan yang terus terjadi antara kedua negara ini memicu kecemasan bagi pasar karena menghadirkan perang dagang besar-besaran hingga tahun 2020 kini. Meningkatnya ancaman tarif pada Maret 2018 saat itu yang melibatkan Washington-Beijing menimbulkan kekhawatiran dan keprihatinan bagi pasar dunia karena akan menimbulkan dampak potensial perang dagang di masa selanjutnya. Sinyal perselisihan inilah yang kemudian memunculkan sebuah kemungkinan akan adanya tatanan baru pada sistem dunia. Tingkat pemahaman serta kebijaksanaan langkah yang diambil oleh pemimipin negara dapat memberikan pemahaman terkait bagaimana tatanan dunia baru (new world order) itu dapat muncul pegaruhnya bagi dunia untuk menemukan sebuah solusi yang efektif bagi eksistensi dunia dagang yang rumit tetapi sesuai dengan nuansa tatanan dunia baru. China yang semakin optimis bahwa negara-nya mampu menghasilkan prospek dari pemimpinnya tentu saja akan merasa bahwa keputusan yang diambil menunjukkan hasil yang maksimal akan keberlangsungan perang dagang AS-China ini. Di sisi lain, Presiden Donald Trump pada 5 April 2018 menginstruksikan Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat dalam mempertimbangakan $100 miliar dari adanya tarif tambahan untuk barang-barang impor dari China. Sedangkan di China pada tanggal 4 April 2018 mengumumkan terkait pemberlakuan tarif 106 produk Amerika Serikat, termasuk mobil, wiski, dan kedelai. Negosiasi yang telah diukur dan dipertimbankan sebijak mungkin oleh masing-masing pemimpin negara ini seharusnya dapat mengatasi situasi dunia terkait guncangan buruh besar-besaran dikarenakan globalisasi ini. Para pemimpin China terdengar sangat yakin bahwa mereka dapat memenangkan perang dagang dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Trump.
Pola pemikiran yang dihasilkan karena perselisihan perang dagang AS-China ini memunculkan adanya sistem dunia baru di mana China dapat menjadi juara perdagangan bebas yang adil, sedangkan Amerika Serikat dinilai sebagai penindas yang merongrong masuk pada sistem perdagangan global. Untuk memperkuat pesan politik China sendiri, XI Jinping menggunakan kebuntuan perdagangan ini untuk memperkuat sinyal pesannya bahwa tidak mungkin bagi AS untuk dapat menghentikan kebangkitan China, dikarenakan ekonomi China sudah terlalu kuat pada tatanan baru sistem dunia saat ini. Wakil menteri keuangan China, Zhu Guangyao pun demikian. Pada konferensi pers terkait pembahasan kemungkinan penanggulangan, ia menyatakan bahwa kebangkitan ekonomi China yang luar biasa selama empat dekade yang lalu adalah sebagai bukti bahwa negara bagian Asia Timur ini bisa menyaingi Amerika Serikat yang notabene-nya dulu merupakan negara core di dunia. Namun kemudian ekspor sebagai kekuatan terbesar pertumbuhan ekonomi China menjadikan Washington memiliki banyak strategi untuk memecah belah sektor industri China. Xi yang kemudian telah dilirik panggung dunia karena berhasil menduduki posisi moral yang tinggi, memproyeksikan bahwa China sebagai pengawas perjanjian internasional memiliki tingkat kesadaran tinggi tentang isu-isu terkait perdagangan global hingga akan perubahan iklim yang sebenarnya sangat ingin ditinggalkan oleh Donald Trump. Amerika Serikat yang memiliki tendensi untuk merusak kebangkitan China sebagai negara yang memiliki kekuatan global, membuat China semakin yakin bahwa sikap Washington yang setelah beberapa dekade menjalankan kerjasama konsesi ekonomi dengan China ini akhirnya menantang karena takut jika kehilangan tempatnya yang istimewa dalam sistem tatanan dunia. Dengan demikian, dapat menunjukkan catatan bahwa pasar China tidak lebih lemah daripada pasar Amerika karena hasil perang dagang yang dihasilkan China lebih tangguh.
Kasus perang dagang yang terjadi antara China-Amerika Serikat ini menunjukkan bahwa terdapat strategi pada terjadinya sebuah proses kenaikan kelas. Menurut Wallerstein, strategi tersebut yaitu dengan merebut adanya kesempatan yang datang. Contoh konkrit dalam hal ini yaitu ketika China pada Juni 2020 lalu memilih untuk tidak lagi mengimpor pangan berupa daging babi dari AS, dan juga tidak lagi mengimpor jagung, kapas, serta kedelai dari para petani asal AS sebagai bentuk balasan kepada Presiden AS, Donald Trump. Maka dalam hal ini, China mengambil tindakan yang berani untuk melakukan substitusi impor. Dengan ini memungkinkan China dapat naik kelas karena mampu menunjukkan aksi konkritnya dalam membalas kebijakan AS terhadap China sebelumnya. Persaingan dominasi antara AS dan China dalam menguasai sistem kapitalis dunia yang mana ada dua ataupun lebih negara interdependensi yang saling bekerja sama ini menunjukkan bahwa terdapat kebutuhan food, fuel, and protection. Juga memungkinkan adanya satu atau dua persaingan global untuk dapat menduduki kekuatan terbesar serta dominasi yang kemudian digunakan untuk menghindari hanya adanya satu negara sentral saja yang muncul ke permukaan selamanya. Dengan adanya teori sistem dunia, kelompok negara yang masuk dalam kategori core biasanya berusaha untuk memanipulasi sistem dunia agar dapat mengambil keuntungan terbanyak dibanding negara lain. Kemudian negara semi periferi juga berusaha mengambil keuntungan dari negara periferi yang mana merupakan negara paling dieksploitir. Munculnya negara semi periferi oleh Wallerstein ini dikarenakan pemikiran apabila hanya terdapat 2 kutub di dunia, yaitu negara core dan negara periferi saja, maka akan muncul disintegrasi yang berlangsung dengan mudah dalam hadirnya sistem dunia itu. Sehingga, negara yang masuk ke dalam bagian semi periferi dinilai menghindari adanya disintegrasi tersebut. Namun, negara semi periferi juga dapat dinilai berubah menjadi iklim ekonomi baru.
Rujukan Pustaka
Wallerstein, Immanuel. (2004). World-System Analysis: An Introduction. London: Duke University Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H