Mohon tunggu...
Sabila Aisyah
Sabila Aisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Menulis/ Film

Selanjutnya

Tutup

Film

Semiotika Pluralisme pada Etnis Tionghoa dalam Film Ngenest

9 Januari 2024   23:28 Diperbarui: 9 Januari 2024   23:31 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Film telah menjadi media yang kuat dalam menyampaikan pesan-pesan budaya dan sosial kepada penonton. Film juga dapat menjadi sarana untuk mempromosikan nilai-nilai pluralisme dan toleransi dalam masyarakat. Dalam film yang mengangkat tema keberagaman, kita dapat melihat bagaimana karakter-karakter dari berbagai latar belakang budaya, agama, dan etnis saling berinteraksi, saling menghormati, dan belajar satu sama lain. Salah satu film Indonesia yang menarik perhatian adalah "Ngenest". Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana film "Ngenest" merepresentasikan pluralisme melalui karakter - karakternya dan bagaimana hal ini dapat membuka pintu dialog antarbudaya dalam konteks Indonesia. 

Indonesia adalah negara multikultural dengan berbagai kelompok etnis, suku bangsa, bahasa daerah, dan agama. Menurut data BPS (2010), Indonesia memiliki 300 kelompok etnis, 1.340 kelompok suku bangsa, 718 bahasa daerah, dan 6 agama besar . Keberagaman ini juga meliputi tradisi, adat istiadat, tata busana, makanan tradisional, tarian, alat musik, dan masih banyak lagi (SMP, 2021). Pluralisme adalah sikap dan keyakinan bahwa perbedaan dalam pandangan, agama, kepercayaan, etnisitas, budaya, dan latar belakang sosial adalah sesuatu yang bernilai dan penting dalam masyarakat. Pluralisme bukanlah sekadar pengakuan terhadap perbedaan, tetapi juga upaya untuk mempromosikan dialog, saling pengertian, dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang berbeda (Syahira, 2023). Dalam konteks Indonesia, sebuah negara yang kaya akan budaya, agama, dan etnis, film sering kali menjadi cermin bagi realitas sosial. Film "Ngenest" yang dirilis pada tahun 2015 dan disutradarai oleh Ernest Prakasa ini memberikan gambaran menarik tentang bagaimana pluralisme tercermin dalam kehidupan sehari-hari. 

Temuan data yang didapatkan adalah berdasarkan pengamatan dari awal hingga akhir film "Ngenest". Keseluruhan pesan yang disampaikan melalui adegan dan dialog dalam film tersebut menjadi sesuatu yang penting untuk dianalisis. Oleh karena itu, pembahasan ini berupaya untuk menyampaikan tanda-tanda berupa adegan dan dialog dalam beberapa bagian di film Ngenest. Hal ini bertujuan agar makna mengenai temuan data yang digambarkan tersampaikan secara lebih detail. Permasalahan yang dihadapi Ernest, adalah selalu mendapatkan diskriminasi sejak kecil. Dikatakan "Cina" di tengah mayoritas teman teman pribuminya, Ernest merasa menjadi minoritas sangat melelahkan, karena hampir setiap hari Ia selalu dibully oleh teman temannya. Namun, Ernest selalu ingat kata Ayahnya bahwa sebagai minoritas kita harus kuat mental, jadi ya tidak boleh cengeng. 

Salah satu contoh adegan dan dialog dalam film "Ngenest" adalah ketika teman Ernest mengatakan, "Lo, Ernest anaknya Cina banget ya?" Adegan ini menunjukkan representasi budaya etnis Tionghoa dalam film dan memberikan gambaran tentang identitas karakter utama yang memiliki latar belakang etnis Tionghoa. Ernest kemudian memberikan penjelasan yang menggambarkan pengalaman pribadinya dan mengajak temannya untuk melihatnya sebagai individu, bukan hanya berdasarkan stereotip etnisnya. Adegan ini menggambarkan pentingnya melihat seseorang dari sudut pandang yang lebih luas dan tidak terjebak dalam stereotip. Ernest juga berusaha menjelaskan bahwa identitasnya tidak hanya terbatas pada etnisnya, tetapi juga melibatkan sejumlah pengalaman pribadi yang membentuk dirinya. Ernest tidak hanya menyalahkan temannya atas stereotip yang digunakan, tetapi dia juga menggunakan kesempatan ini untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang dirinya sendiri dan budayanya. Dalam prosesnya, Ernest berusaha membangun jembatan komunikasi dan pemahaman antara kelompok etnis yang berbeda. Ernest menekankan pentingnya tidak menilai seseorang berdasarkan stereotip atau asumsi yang sempit. Dialog ini memperlihatkan betapa pentingnya menghargai dan memahami orang lain sebagai individu yang kompleks dan unik. Adegan dan dialog ini juga menggambarkan pentingnya menghadapi stereotip dan prasangka dengan cara yang bijaksana dan terbuka. 

Selain itu, dalam salah satu bagian di film ini, menggambarkan keputusan meminta maaf dan memaafkan satu sama lain. Hal tersebut merupakan tindakan saling menghormati meskipun berbeda suku dan ras. Walaupun Ernest seorang keturunan China, Fariz dan kawan-kawannya menghormati dan memeluk Ernest sebagai simbol persaudaraan. Bentuk penerimaan Ernest dengan teman- teman pribuminya dan sebaliknya dipertegas dengan ekspresi Ernest yang bahagia dengan tindakan teman-temannya, meskipun sebelumnya ia pernah mendapat tindakan diskriminasi karena berbeda dengan teman-temannya. Namun sekarang mereka sudah bisa menerima perbedaan satu sama lain. 

Di era sekarang, pluralisme menjadi semakin penting dalam menghadapi tantangan keberagaman budaya, agama, dan etnis yang ada. Dalam era modern ini, masyarakat semakin terbuka dan terhubung secara global, sehingga interaksi antarbudaya semakin meningkat. Pluralisme memainkan peran penting dalam memastikan bahwa perbedaan-perbedaan ini diterima dan dihormati (Widiyanto et al., 2022). Namun, dalam era sekarang terdapat tantangan dalam mewujudkan pluralisme. Beberapa faktor yang memengaruhi tingkat pluralisme di era sekarang adalah semangat yang tinggi namun kurangnya implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, adanya polarisasi politik, perbedaan pemahaman agama, dan peningkatan identitas kelompok juga dapat menjadi hambatan dalam mencapai pluralisme yang sejati. Untuk menghadapi tantangan ini, perlu untuk membangun kesadaran akan pentingnya pluralisme dan mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan kerjasama antarbudaya. Pendidikan yang inklusif dan dialog antarbudaya juga dapat membantu memperkuat pluralisme dalam masyarakat.

Melalui adegan dan dialog seperti di atas, film "Ngenest" menyampaikan pesan-pesan mengenai kehidupan, budaya, dan identitas etnis Tionghoa. Film ini juga menyentuh tema toleransi, menggarisbawahi pentingnya menerima perbedaan dan membangun jembatan antarbudaya. Melalui konflik dan resolusinya, "Ngenest" mengajarkan bahwa toleransi bukan hanya tentang menghargai perbedaan, tetapi juga tentang memahami dan belajar satu sama lain. Film "Ngenest" berhasil memberikan representasi pluralisme yang kuat dalam konteks Indonesia. Dengan menggambarkan perjalanan seorang pemuda dalam menghadapi keberagaman budaya, agama, dan etnis, film ini memberikan pesan positif tentang keharmonisan yang bisa dicapai melalui pemahaman dan toleransi. Dengan demikian, "Ngenest" tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga menjadi cermin bagi masyarakat Indonesia tentang pentingnya merangkul pluralisme sebagai kekuatan bersama dan mengapresiasi keberagaman budaya di Indonesia, khususnya budaya etnis Tionghoa. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun