(sisipan gambar sumber :http://andrasony.files.wordpress.com/2011/09/buka-topeng.jpg) Media massa dan media sosial sukses membangun citra baik pasangan Joko Widodo dan Basuki T Purnama. Setelah pemilihan putaran pertama pemilihan gubernur DKI Jakarta yang lalu, pemberitaan yang "mengarahkan" warga Jakarta untuk memilih duet Joko Widodo-Basuki T Purnama semakin kuat saja. Dalam beberapa hal tentu fenomena ini harus diperdebatkan lagi. Menurut Lembaga Kemitraan Pembangunan Sosial, setelah putaran pertama pemberitaan tentang Jokowi-Ahok di media massa berbasis internet menyentuh angka 2.300.000. Banyak di antara berita-berita itu yang hanya menyoroti pasangan PDI Perjuangan dan Gerindra itu dari sisi positif saja. Di sisi lain, Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli seakan dijadikan musuh bersama terutama di media sosial. Apabila dirunut kembali, "prestasi" pemberitaan dari "prestasi" Jokowi dimulai dengan kehadiran mobil rakitan karya siswa SMK 2 Solo. Jokowi mengklaim mobil Esemka itu sebagai (calon) mobil nasional. Seiring dengan semakin gencar pemberitaan itu, publik pun dibawa ke alam pikiran yang mempercayai bahwa Jokowi punya kemampuan sekelas presiden. Benarkan demikian? Belakangan, setelah Jokowi "menikmati" citra baik di ruang-ruang publik, tabir Esemka Rajawali mulai terkuak. Ternyata, hampir semua komponen mobil itu adalah hasil comotan dari mobil produk lain. Adalah Sukiyat, pengusaha bengkel di Klaten yang menjadi salah satu mitra dalam proyek perakitan Esemka, yang buka mulut membongkar tambal sulam in. Bahkan Sukiyat mempermasalahkan mengapa bahan praktik siswa-siswa diklaim Jokowi sebagai (calon) mobil nasional. (http://www.solopos.com/2012/solo/esemka-sukiyat-hampir-semua-komponen-mencomot-mobil-lain-167458). Bahkan, Sukiyat mengatakan dirinya ditekan berbagai pihak untuk ikut berbohong.(http://www.solopos.com/2012/solo/beberkan-esemka-sukiyat-mengaku-diancam-167601). Padahal sejatinya, proyek mobil nasional itu adalah proyek politik segelintir orang untuk mengkatrol nama seseorang. Apakah warga Jakarta mengenal sosok Sukiyat dan apa yang dialaminya? Hanya sedikit warga Jakarta yang peduli dengan hal ini. Sebagian lainnya sudah merasa puas punya tokoh yang terlihat sederhana dan murah senyum. Tokoh ini dipercaya dapat menjadi jalan keluar dari berbagai persoalan di Jakarta walaupun sang tokoh mengakui dirinya tak punya program apapun. Mantan Ketua MPR RI Amien Rais juga sudah mengingatkan bahwa kinerja Jokowi tak sebagus yang dicitrakan segelintir kalangan selama ini. Segelintir kalangan itu sudah barang tentu adalah Jokowi, pasangannya, Ahok, PDIP dan Gerindra serta tim sukses dan relawan yang membantu dirinya selama pemilihan gubernur. Menurut Amien, tidak ada perubahan signifikan yang dilakukan Joko Widodo selama bertugas sebagai Walikota Solo. Buktinya, masih banyak daerah di Solo yang kumuh dan gelap gulita pada malam hari. Di beberapa ruas jalan Solo masih terjadi kemacetan. Amien juga mengingatkan bahwa rasio penduduk miskin di Solo lebih tinggi dibandingkan Jakarta. Nah, boleh saja media sukses membangun citra positif Jokowi dan Ahok. Tapi tentu saja pemilih harus lebih berani dan kritis dalam menguji setiap kandidat sebelum menentukan pilihan. Bagaimanapun harus disadari bahwa pencitraan politik adalah bentuk lain dari kebohongan. Bedanya, tak semua sadar sedang dibohongi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H