KumbakarnaÂ
Kumbakarna adalah salah satu tokoh penting dalam cerita Ramayana yang dikenal meskipun berwujud raksasa, ia memiliki karakter baik dan mulia. Ia adalah anak dari Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi, serta saudara dari beberapa tokoh terkenal seperti Dasamuka (Ravana), Sarpakenaka, dan Gunawan Wibisana. Meskipun bertubuh besar dan dikenal dengan nafsu makan serta tidur yang berlebihan, Kumbakarna memiliki jiwa kesatria yang tinggi dan selalu menjalankan darma yang baik, yang membuatnya dihormati dan disenangi oleh para dewa.
Kumbakarna dikenal sebagai sosok yang memiliki keberanian luar biasa dan rasa nasionalisme yang tinggi. Dalam Serat Tripama, ia digambarkan sebagai tokoh yang berani memberikan nasihat kepada kakaknya, Rahwana, untuk mengembalikan Dewi Sinta kepada Sri Rama. Kumbakarna menilai bahwa perbuatan Rahwana menculik Dewi Sinta adalah salah, dan ia berusaha membujuknya untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan damai. Namun, karena nasihatnya tidak diterima, Kumbakarna merasa terpanggil untuk berperang demi membela negara Ngalengka, meskipun ia tahu bahwa perang ini tidak adil dan salah.
Dalam peperangan, Kumbakarna menunjukkan sikap kesatria yang mulia. Meskipun berhadapan dengan Sri Rama, ia tetap menghormati lawannya sebagai sesama prajurit yang terhormat. Kumbakarna berjuang dengan gagah berani, namun pada akhirnya, ia gugur di tangan Sri Rama. Namun, meskipun ia merupakan musuh dalam perang, kematiannya dihormati oleh kedua belah pihak. Sebagai tanda penghormatan atas keberaniannya, dilakukan gencatan senjata setelah Kumbakarna jatuh. Ini menunjukkan bahwa meskipun ia berada di pihak yang salah, semangat patriotisme dan kesatriaannya patut dihargai.
Nilai-nilai yang diajarkan oleh Kumbakarna sangat relevan sebagai teladan dalam kehidupan. Ia mengajarkan pentingnya patriotisme, pengorbanan untuk tanah air, dan tanggung jawab terhadap negara. Meskipun ia terjebak dalam peperangan yang tidak adil, ia tetap mengutamakan kehormatan, menghormati lawannya, dan berjuang demi kebaikan negaranya. Kumbakarna menjadi simbol kesatria sejati yang siap berkorban demi menjaga martabat bangsa, menjadikannya sebagai teladan dalam membela tanah air, sekaligus sebagai contoh bagaimana mengedepankan nilai-nilai kesetiaan, keberanian, dan tanggung jawab meski dalam situasi yang sulit.
BasukarnaÂ
Tokoh ketiga dalam Serat Tripama karya Mangkunegara IV adalah Basukarna, yang juga dikenal sebagai Adipati Karna, Suryaputera, atau Suryatmaja. Ia lahir sebagai Suryaputera, anak dari Dewi Kunthi Talibrata dari Mandura dan Batara Surya. Lahir melalui mantra aji pameling yang diberikan oleh Resi Druwasa, Suryaputera terlahir di luar ikatan resmi dan dibuang ke sungai. Ia kemudian ditemukan oleh Adirata, kusir kuda dari Astina, dan dibesarkan dengan nama Basukarna.
Basukarna tumbuh menjadi pemuda yang gagah, tampan, dan memiliki keahlian memanah setara Arjuna. Walaupun berasal dari kasta rendah, ia memperoleh keterampilan luar biasa dengan mencuri ilmu dari Guru Durna. Namun, karena dianggap sombong, ia diusir dari Astina. Duryudana, raja Kurawa, mengangkatnya menjadi raja di Awangga, dan Basukarna menambah loyalitas dengan bersumpah setia kepada Duryudana.
Pada Perang Bharatayuda, Basukarna mengetahui bahwa Pandawa adalah saudara seibunya, namun ia memilih untuk berperang di pihak Kurawa karena rasa terima kasihnya pada Duryudana yang telah membantunya. Dalam perang, ia memiliki dua senjata pamungkas dari Dewa Indra, yaitu Kotang Antakusuma yang membuatnya kebal terhadap senjata, dan Kunta Baskara, panah yang dapat menghancurkan.
Adipati Karna menunjukkan karakter tanggung jawab, kesetiaan, dan pengorbanan yang luar biasa terhadap Duryudana dan negara Astina. Ia rela bertempur melawan saudara sendiri demi membalas budi dan membela tanah air yang telah membesarkannya. Keteladanan yang dapat diambil dari sikapnya adalah pentingnya tanggung jawab terhadap negara dan kesetiaan terhadap janji.
Korupsi dalam Konteks Indonesia