Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wakil Rakyat: Tradisi Menggunakan Tenaga Ahli

26 Februari 2016   13:44 Diperbarui: 27 Februari 2016   07:39 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="File pribadi"][/caption]

Otoritas yang besar dan kuat namun tidak didukung kapasitas ilmu dan teori yang memadai, biasanya akan menciptakan kepincangan managerial yang serius.

Dan wakil rakyat di negara manapun dan dalam sistem apapun, biasanya memiliki empat ciri/karakter sebagai berikut:

1. Kualitas dan kapasitas keilmuan para wakil rakyat biasanya di bawah level atau lebih rendah dibanding kapasitas para jajaran eksekutif, khususnya di bidang teknis seperti budgetting (penganggaran).

2. Wakil rakyat – secara individu maupun kelembagaan – memiliki otoritas yang besar dan kuat berdasarkan amanat undang-undang, untuk melakukan legislasi, pengawasan dan pemberian endorsment atau penolakan terhadap kebijakan dan keputusan eksekutif.

3. Wakil rakyat adalah politisi, bukan birokrat. Maka ketika para wakil rakyat itu harus mengerjakan sesuatu yang lebih birokratif, mereka cenderung bermain di ranah retorika (seperti slogan kesejahteraan rakyat, keberpihakan pada rakyat kecil dan sejenisnya).

4.   Kombinasi antara otoritas besar dan kapasitas keilmuan yang tidak memadai tersebut, biasanya berujung pada konsekuensi logisnya: kompromi dan kompromi.

Untuk kasus Indonesia, di tingkat pusat ataupun di daerah, empat ciri wakil rakyat di parlemen itu bisa ditemukan dengan mudah. Ibaratnya, sambil merem-pun, ketemu.

Contoh, seorang aktivis yang bergerak di bidang perburuhan atau alumni ponpes (tanpa pendidikan lanjutan), yang terpilih menjadi anggota DPR/DPRD, kemudian ditugaskan di Komisi Anggaran, tahu apa mereka tentang mekanisme dan proses penganggaran.

Kalau jajaran anggota DPR/DPRD/DPD tidak menyadari kondisi faktual ini, sekali lagi, akan berujung pada kepincangan managerial yang serius. Sebab para wakil rakyat itu akan lebih sering mengandalkan logika umum dan retorika saja. Jangan heran, sering terjadi anggota DPR/DPRD terkesan “dikerjain” oleh eksektuif, terutama dalam soal budgetting dan pelaporan keuangan.

Solusinya, untuk mendapatkan kapasitas keilmuan yang memadai, guna mengimbangi otoritas besar yang dimilikinya dan untuk menghadapi jajaran eksekutif yang lebih berpengalaman, mau tidak mau, setiap wakil rakyat yang baik dan benar, tentu akan dan mestinya memang melakukan langkah-langkah terobosan: Salah satunya menggandeng tenaga atau staf ahli, secara perorangan atau kelembagaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun