Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sulawesi Barat dan Kajian Local Genius

26 Agustus 2016   18:41 Diperbarui: 27 Agustus 2016   19:56 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber peta: http://www.mapsofworld.com/

Map is the best way to understand politic” (peta adalah cara terbaik untuk memahami dinamika politik)”. Ungkapan ini ditulis Mohammad Hassanain Heikal, penulis tersohor asal Mesir, ketika mengomentari sebuah buku/kajian tentang geografi yang berjudul “Local Genius (عَبَقَرِيَّةُ الْمَكَانِ)”, 1984, yang juga ditulis oleh seorang intelektual Mesir – jebolan University of Reading, Inggirs – Gamal Hamdan.

Inti kajiannya, bahwa dalam peta geografi, terdapat beberapa titik yang memang genius secara geografis, dan karena itu posisinya menjadi sangat penting bila dibanding dengan titik lain di wilayah sekitarnya. Biasanya, tempat yang memiliki ciri local genius, selalu lebih maju atau paling tidak lebih dulu maju.

Sebagai gambaran, untuk kawasan Asia, posisi Singapura di peta memang sudah genius dari sono-nya. Sebab semua lalu lintas maritim dari/ke Asia Timur harus melewati dan menikung/memutar persis di Singapura, paling ideal menjadi transit. Kalau dicermati, Singapura adalah ibarat “tulang ekor” dalam anotomi tulang Benua Asia.

Batam sebenarnya bisa menyaingi posisi Singapura, tapi sudah telat. Lagi pula Batam terlalu jauh posisinya dari daratan Sumatera, bila dibanding Singapura terhadap Semenanjung Malaysia.

Di Indonesia belum banyak kajian kewilayahan yang fokus mengkaji setiap daerah berdasarkan local genius-nya.

“Cirebon yang tanggung”

Kalau kajian itu diimpelementasikan ke Indonesia, gambarannya kira-kira sebagai berikut: di Pulau Jawa misalnya, posisi Cirebon adalah titik yang tanggung di sepanjang Pantura Jawa, mulai dari Anyer sampai Surabaya. Itulah sebabnya, pembangunan dan kemajuan Cirebon selalu tertinggal dibanding Semarang, apalagi Surabaya.

Sampai saat inipun, kalau berangkat berkendara mobil sekitar jam 07.00 dari Jakarta menuju Semarang, kita akan tiba di Cirebon sekitar jam 11.00. Mau mampir masih tanggung. Jika ingin makan siang, belum lapar. Akhirnya pengendara umumnya akan melewati Cirebon, mungkin akan singgah di wilayah Tegal dan/atau Pekalongan. Tidak aneh, progresivitas pembangungan di Tegal dan Pekalongan jauh lebih tinggi dibanding Cirebon.

Dubai, local genius udara

Pada tingkat global, sampai tahun 1980-an, wilayah Teluk Persia belum dilirik sebagai tempat transit. Ketika itu, sebagian besar penerbangan antara Eropa dan Asia masih memilih transit di Kairo atau Jeddah. Tapi untuk lalu lintas udara antara Asia dan Eropa, posisi geografi Kairo dan Jeddah tidak ideal, karena terlalu dekat dengan Eropa, dan terlalu jauh dari Asia Timur.

Mulai akhir tahun 1990-an, Dubai memaksimalkan “local genius”-nya dan mulai didesain untuk menjadi hub (poros) bagi lalu lintas udara global. Sebab, kalau menarik garis lurus dari Asia (Jepang) dan Eropa (London), atau antara Asia dan Afrika, posisi Dubai relatif berada di tengah, dan karena itu, ideal untuk menjadi tempat transit. Saat ini, nyaris semua penerbangan antara Asia-Eropa atau Asia-Afrika mampir di Dubai. Ketika Doha dan Abu Dhabi mulai membenahi diri, Dubai sudah melangkah jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun