Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemimpin & Kepemimpinan (07): Empati Memaksimalkan Fungsi Kepemimpinan

6 Februari 2016   08:28 Diperbarui: 6 Februari 2016   10:11 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi =File pribadi 

Salah satu sikap yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah empati, yakni sikap menyelami kondisi faktual, aspirasi dan bahkan suasana batin orang-orang yang dipimpinnya (*).

Dalam Quran, Rasulullah saw digambarkan sebagai seorang pemimpin yang sangat berempati terhadap penderitaan umatnya:

"لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ"

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri; berat terasa olehya (sangat peduli dan berempati) dengan penderitaanmu; sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu; terhadap orang-orang mu’min bersikap amat berbelas kasih dan penyayang” (QS At-Taubah, ayat 128).

Empati seorang pemimpin adalah upaya serius untuk memahami persoalan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya, dan berdasarkan hasil penyelaman itulah, sang pemimpin berusaha secara adil dan bijak merumuskan kebijakan untuk merespon dan memenuhi aspirasi tersebut.

Contoh, kecil kemungkinan seorang pemimpin bisa berempati tentang bagaimana rasanya menaiki kereta komuter jurusan Bogor-Jakarta di pagi dan sore hari, waktu berangkat dan pulang kerja, bila pemimpin itu tidak pernah naik kereta komuter.

Tentu dimungkinkan saja seorang pemimpin memperoleh gambarannya melalui laporan staf. Tapi, seperti lazimnya laporan penggambaran, selalu tidak luput dari distorsi, tidak mungkin utuh.

Makanya ada ungkapan yang mengatakan (لَيْسَ مَنْ رَأَي كَمَنْ سَمِعَ), “Tidak mungkin sama antara orang melihat dengan orang yang hanya mendengar”. Apalagi kalau pengalaman melihat itu diperkuat dengan pengalaman riil melakoninya. Dalam poin ini, terlepas dari niat dan tujuannya, saya termasuk salut dengan praktek blusukan Jokowi, baik ketika menjabat Walikota Solo, Gubernur DKI ataupun setelah menjadi RI-1.

Menarik merenungkan kisah Umar bin Khattab dan para prajuritnya di medan tempur:

Di era kekuasaan Umar bin Khattab, terjadi ekspansi kekuasaan secara massif: pasukan dikirim ke berbagai wilayah ekspansi. Konsekuensinya, para prajurit di garis depan mengalami persoalan serius terkait seberapa lama seorang prajurit bisa bertahan secara normal tidak melakukan hubungan intim dengan istrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun