Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghambakan Diri di Padang Arafah

1 September 2016   09:55 Diperbarui: 1 September 2016   12:03 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di bumi ini, hanya ada satu titik di mana manusia berkumpul pada waktu bersamaan selama sekitar 6 jam, dalam jumlah sekitar 2 juta orang: ketika jemaah haji wukuf di Arafah, Makkah pada 9 Dzul Hijjah setiap tahun.

Itu saja, Arafah sudah istimewa. Sebab tidak ada satu pun event organizer atau perayaan agama apapun yang mampu memobilisasi massa dalam jumlah yang sangat massif: sekali lagi 2 juta orang.

Padahal, dari segi kontur tanah dan pemandangannya, padang Arafah yang seluas 10,4 km persegi itu, tidak memiliki keistimewaan kasat mata. Sejauh mata memandang, yang terlihat adalah hamparan padang pasir, yang ditingkahi bukit-bukit batu. Sekarang memang terlihat pohon-pohon yang ditanam, tapi daunnya tak pernah bisa rindang.

Secara hukum, periode wakuf itu terhitung sejak matahari tergelincir ke arah barat (sehabis zhuhur) sampai terbenam matahari atau magrib waktu Makkah (bertepatan sekitar jam 16.15 s/d 22.22 WIB).

Di bawah sengatan matahari sekitar 50 derajat celcius (September 2016), kemah berpendingin ruangan pun tetap akan terasa gerah. Setiap orang akan merasa cepat kelelahan. Namun hati diupayakan tetap berzikir khusyu’.

Dengan pakaian ihram warna putih, dari udara akan terlihat seperti hamparan salju. Secara ilmiah, gabungan sekitar dua juta pakaian ihram warna putih, yang berkumpul berdesak-desakan di satu titik itu mestinya mampu menyerap suhu panas.

Tapi, hanya mereka yang meresapi dan memaknai makna wukuf, yang bisa merasakan kesyahduan Arafah.

Ratusan ribu lembar tulisan tentang Padang Arafah, entah sudah berapa anak pena yang dihabiskan oleh para ulama untuk menggambarkan kesyahduan Arafah, mungkin sudah berjuta-juta jam telah digunakan untuk merenungkan Arafah. Tapi rahasia kesyahduan Arafah itu tidak pernah tuntas dikaji.

Dan cara paling sederhana (tapi juga sekaligus cara paling sulit) untuk merasakan kesyahduan Arafah adalah “menghambakan diri secara total” ketika sedang berwukuf. Dan gambaran tentang makna menghambakan diri itu antara lain:

Posisikan kedatanganmu dan kehadiranmu di Arafah semata untuk mentaati perintah Allah: wukuf adalah rukun utama ibadah haji. Jangan menggunakan nalar untuk menemukan kesyahduan Arafah. Gak bakal nyampe.

Tempatkan dirimu pada posisi nihil, sebagai makhluk (yang diciptakan), dan di atas sana ada Zat, Yang Maha Pencipta dan Maha Menentukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun