Setelah melewati puncak pertengahan Ramadhan 1438H, perkenan saya, ya Allah, menuliskan pujian kepada-Mu, pujian yang sesungguhnya tidak akan menambah keagungan-Mu, seperti halnya setiap celaan kepada-Mu tidak akan mengurangi sedikit pun keagungan-Mu.
Maka segala puji kepada-Mu yang layak dan pantas-sesuai dengan keagungan-Mu. Atas sifat pemaaf-Mu yang tak terbatas dan kesiapan-Mu menanggung segala kesalahan dan dosa hamba-hamba-Mu, dengan hanya satu perkecualian: menduakan-Mu.
Kemutlakan-Mu dalam sifat-sifatmu adalah pertanda yang sungguh nyata bahwa Engkau layak-pantas dipuja dan dipuji. Sebab jika Engkau Maha Pendendam (Al-Muntaqim), pada saat yang sama, Engkau pun Maha Pemaaf dan Pengampun (afuwwun-gafur). Jika Engkau Maha Pemberi rezki, Engkau pun Maha Pencegah rezki. Kontradiksi dalam sifat-sifat-Mu hanya bisa aku pahami dengan cara selalu dan senantiasa berusaha memaksimalkan pemahamanku tentang Kemutlakan-Mu.
Penghargaan-Mu atas setiap perbuatan baik hambamu - betapapun kecilnya, dan walau sebesar sebiji zarrah - menunjukkan bahwa Engkau telah memposisikan diri untuk memaklumi kemampuan masing-masing hamba-Mu. Dan tidak ada pilihan terbaik kecuali kami wajib memuja keagungan-Mu.
Permaafan-Mu atas setiap perbuatan buruk hambamu - betapapun besarnya, dan jikapun sebesar biji zarrah - mengindikasikan bahwa Engkau seolah-olah telah memaafkan semua kesalahan hamba-Mu bahkan sebelum perbuatan buruk itu dilakukan. Dan tidak ada pilihan terbaik kecuali kami wajib memuja keagungan-Mu.
Sikap Rahmat-Mu yang mencakup segala, menelan segala, berlipat-limpat melebihi kemampuan tujuh samudera menelan semua kotoran dan sampah manusia. Semua itu membuktikan betapa Engkau memiliki keagungan yang layak-pantas dipuja.
Bahkan seandainya aku dapat memaksimalkan seluruh energi dan kemampuan ekspresiku untuk mengungkapkan segala bentuk pujian kepada-Mu, maka rumusan kata-kalimat pujian itu tidak akan mendekati realitas keagungan-Mu yang sesungguhnya.
Di bulan Ramadhan 1438H ini, seperti bulan-bulan Ramadhan sebelumnya, aku tak pernah mampu memanfaatkan secara maksimal semua peluang dan fasilitas yang Engkau sediakan untuk lebih mendekatkan diri kepada-Mu.
Namun, aku yang kadang sangat lemah menghadapi berbagai godaan duniawi, tak pernah sedikitpun terlintas di hati dan pikirakanku untuk menghentikan gairah memuji-Mu sesuai dengan keagungan-Mu.
Aku yakin seyakin-yakinnya bahwa dengan gairah ingin selalu memuja keagungan-Mu, setidaknya Engkau menilaiku sebagai hamba yang layak mendapatkan walaupun sekedar percikan atau tetesan sifat Rahmat-Mu.
Syarifuddin Abdullah | 13 Juni 2017 / 18 Ramadhan 1438H.